Ketentuan Umum Zakat Fitrah, Niat, Doa, dan Perhitungan Penerima Zakat Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW
Kata zakat secara etimologi (asal kata) berarti suci, berkembang dan barokah. Beberapa arti ini memang sangat sesuai dengan hikmah za...
https://rohman-utm.blogspot.com/2018/06/ketentuan-umum-zakat-fitrah-niat-doa.html
Kata zakat secara etimologi (asal kata) berarti suci, berkembang dan
barokah. Beberapa arti ini memang sangat sesuai dengan hikmah zakat dalam
kehidupan, zakat berarti suci karena zakat dapat mensucikan pemilik harta dari
sifat kikir, tamak dan bakhil. Zakat diartikan berkah karena akan memberikan
keberkahan dalam harta dan kehidupan seseorang.
Zakat menurut syara’ ialah
pemberian yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu, pada waktu
tertentu kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya. Dalam al-Fiqh
al-Islami Adilatuh karya Wahbah al-Zuhayly memaparkan definisi zakat yang berbeda
dari empat madzhab, namun dari definisi para imam madzhab memiliki esensi yang
tetap sama.
Madzhab Maliki, dalam madzhab
Maliki zakat adalah mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus
pula yang mencapai nishab,kepada orang yang berhak menerimanya, kepemilikan
penuh yang sudah mencapai satu tahun (haul) 5 dan bukan barang tambang dan
barang pertanian.
Madzhab Hanafi, mendefinisikan
zakat dengan “Menjadikan sebagian harta yang khusus (tertentu) dari harta yang
khusus (tertentu) sebagai milik orang yang khusus (tertentu), yang ditentukan
oleh syariat karena Allah SWT”.
Madzhab Syafi’i, mengartikan
zakat sebagai sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan
cara yang khusus. Madzhab Hambali, zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari
harta tertentu untuk kelompok tertentu pula.
Meskipun para ulama
mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda akan tetapi pada prinsipnya tetap
sama, yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu,
yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yan berhak
menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.
Dalam Al-Quran ada beberapa
istilah yang digunakan untuk zakat yaitu shadaqah dan infaq. Shadaqah adalah
pemberian dari seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu
dan jumlah ( haul dan nisab) sebagai Haul mempunyai dua pengertian, pertama
ialah jangka waktu satu tahunsebagai salah satu syarat untuk beberapa
jeniskekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kedua, upacara memperingati ulang
tahun wafatnya seorang tokoh agama Islam dengan menziarahi kuburnya. Jadi
istilah haul yang berhubungan dengan hal di atas adalah haul dengan pengertian
yang pertama (Ensiklopedia Islam di Indonesia, Jakarta : Departemen Agama R.I,
1993, hlm 356)
Kebaikan dengan mengharap ridha
Allah Swt. Infaq adalah memberikan rizki kepada oranglain berdasarkan ikhlas
dan karena Allah Swt.7 Perbedaan antara zakat, shadaqah dan infaq dinilai dari
hukum dan waktu pengeluarannya yaitu bahwa zakat ada batasan dan musiman sedangkan
shadaqah dan infaq diberikan bisa terus menerus tanpa batas bergantung keadaan.
Namun jika di pandang dari segi hukum antara zakat, shadaqah dan infaq berbeda.
Zakat secara umum terbagi menjadi
dua bagian. pertama zakat harta atau biasa disebut zakat mal yaitu zakat yang
dikeluarkan atas harta yang dimiliki seseorang atau lembaga dengan
syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan secara hokum syara’. Kedua adalah zakat
nafs atau zakat fitrah yaitu zakat yang diberikan berkenaan dengan telah
selesai mengerjakan puasa.
Zakat fitrah terdiri dari dua
kata, yaitu zakat dan fitrah. Zakat fitrah ialah zakat yang wajib dikeluarkan
setiap muslim disebabkan berakhirnya puasa pada bulan ramadhan. zakat fitrah
hanyalah istilah yang ada di Indonesia dalam menyebut zakatul fithri, adapun
dalam kajian fiqih klasik zakat fitrah disebut zakatul fithri. Arti al-fithri
adalah berbuka puasa, dengan demikian zakatul fithri adalah zakat yang wajib
dikeluarkan bertepatan dengan hari raya berbuka puasa.
Secara istilah, yang dimaksud
zakat fitrah adalah: “Zakat yang wajib karena berbukanya di bulan ramadhan”.
Menurut Hasan Ayyub zakat fitrah
dan sedekah fitrah itu mempunyai arti yang sama, karena zakat atau sedekah
tersebut dikeluarkan setelah selesai dari melaksanakan puasa Ramadhan
Dasar Hukum
Zakat Fitrah
Dasar hokum mengeluarkan zakat
terdapat dalam nash al-Quran dan Hadist. Hal ini akan diketahui dengan jelas
dan tegas hukum mengeluarkan zakat agar tidak terjadi penyelewengan atau
penyimpangan dalam pelaksanaannya. Firman Allah SWT dalam QS al-Baqarah ayat
110: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”
Ayat diatas perintah
diwajibkannya seseorang mengeluarkan zakat untuk membersihkan jiwa dari kikir,
tamak dan bakhil dan membersihkan jiwa dari orang-orang yang fakir dan miskin
agar tidak dengki dan iri hati.
Zakat fitrah di syariatkan pada
tahun kedua Hijriyah, yaitu tahun diwajibkannya puasa bulan Ramadhan. Adapun
yang menjadi dasar pelaksanaan zakat fitrah adalah hadits Rasulullah SAW:
“Diceritakaan kepada kita
Abdullah Ibnu Maslamah Ibnu Qo’nab dan Qutaibah Ibnu Said keduanya berkata :
diceritakan kepada kita Malik dan diceritakan kepada kita Yahya Ibnu Yahya
berkata: saya telah membaca dihadapan Malik dari Nafi’, dari Ibn Umar sesungguhnya
Rasulullah SAW telah mewajiban zakat fitrah dari ramadhan sebanyak satu sha’
kurma atau satu sha’ gandum kepada orang merdeka dan hamba, laki-laki dan
wanita, dari kalangan kaum muslimin”
Jumhur ulama sepakat bahwasannya
zakat fitrah wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, menurut imam Hanafi zakat
fitrah bersifat wajib karena perintah zakat ditetapkan dengan dalil zanni,
begitu juga imam Maliki, imam Syafi’i dan imam Ahmad mengatakan bahwa zakat
fitrah itu hukumnya wajib. Namun menurut Ibnu Lubban zakat fitrah adalah sunnah
muakkad.
Perintah zakat diturunkan pada
tahun kedua Hijriyah, pada waktu itu Rasulullah SAW mengutus orang-orang untuk
memungut dan mengumpulkan zakat, kemudian membagikannya kepada orang-orang yang
berhak menerima harta zakat tersebut. Namun sebelumnya Islam pada masa sebelum
Hijriyah atau sebelum Rasulullah Saw melakukan hijrah sudah menanamkan mental
kewajiban menunaikan zakat sebagaimana yang terdapat dalam QS al-Rum ayat 38:
“Maka berikanlah kepada Kerabat
yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang- orang
yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari
keridhaan Allah; dan mereka Itulah orang-orang beruntung”.
Ayat ini diturunkan di Makkah
yang masih berbentuk khabariyah (berita) dimana perintah zakat belum diwajibkan
tetapi Islam sudah menanamn mental untuk kewajiban zakat pada Rasulullah dan
para sahabatnya.
Waktu dan Kadar
Pembayaran Zakat Fitrah
Banyak pendapat ulama mengenai
waktunya untuk mengeluarkan zakat fitrah, menurut ulama-ulama dari madzhab
Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa zakat fitrah wajib dibayar begitu matahari
terbit pada hari raya Idul Fitri, sedangkan menurut dari kalangan madzhab
Syafi’I dan Ahmad zakat fitrah wajib dikeluarkan begitu matahari terbenam pada
akhir bulan Ramadhan.
Sedangkan batas waktunya zakat
fitrah ditunaikan sebelum berangkat menjalankan sholat Idul Fitri, karena hal
itu biasa dilakukan dan diperintahkan oleh Nabi Muhammad Saw. Berdasakan hadits
Ibnu Umar:
“Diceritakan kepada kita Yahya
Ibnu Muhammad Ibnu Sakan diceritakan Muhammad Ibnu Jahdhom diceritakan Ismail
Ibnu Ja’far dari Umar Ibnu Nafi’ dari ayahnya dari Ibnu Umar R.A. berkata
Rasulullah mewajibkan zakat fitrh satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari
gandum terhadap hamba dan orang merdeka, laki-laki dan perampuan dan anak-anak
dan dewasa dari kaum muslimin dan diperintahkannya agar mengeluarkan zakat
fitrah sebelum orang-orang berangkat menunaikan shalat”.
Berdasarkan hadits ini, makruh
hukumnya mengeluarkan zakat fitrah sesudah sholat Idul fitri. Selain hadits
tadi, juga berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang menyatakan: Diceritakan kepada
kita Mahmud Ibnu Kholid Ad-Dimsaqi dan Abdullah Ibnu Abdur Rohman
As-Samarkhandi. Keduanya berkata : Marwan menceritakan, Abdullah berkata : Abu
Yazid Al-Khulani bercerita, dan Syekh yang dapat dipercaya dan ibnu Wahab
meriwayatkan darinya, Sayar Ibnu Abdur Rohman bercerita, Mahmud berkata :
benar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Rasulullah SAW mewajibkan
zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari kata-kata yang sia-sia
dan kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa
membayarkannya sebelum shalat (Hari Raya) maka itu adalah zakat (fitri) yang
diterima, dan barang siapa membayarkannya setelah shalat maka itu hanyalah
berupa sedekah dari sedekah (biasa)”.
Menurut Hasby Ash-Shidieqy bila
dilihat dari arti dari zakatul fitri (zakat yang diberikan karena berbuka atau
selesainya puasa) dikeluarkan mulai dari terbenam matahari dipetang pada malam
hari raya atau akhir Ramadhan sampai berakhir sembahyang hari raya, dan jika
dikeluarkan diluar itu maka pemberiannya dianggap sebagai sedekah.
Dalam kadar berapa zakat fitrah
harus dikeluarkan, para ulama sepakat bahwa zakat fitrah tidak boleh kurang
dari 1 sha’, makanan pokok. Akan tetapi Abu Hanifah membolehkan membayar zakat
fitrah dengan ½ sha’. Perbedaan ini dikarenakan masing-masing dari mereka
mempunyai dasar tersendiri untuk ukuran mengeluarkan zakat fitrah.
Orang-Orang
yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Zakat fitrah wajib bagi kaum
muslim, baik laki-laki, wanita, merdeka maupun hamba sahaya. hal ini
berdasarkan sebuah hadits riwayat Ibnu Umar yakni: “Diceritakaan kepada kita
Abdullah Ibnu Maslamah Ibnu Qo’nab dan Qutaibah Ibnu Said keduanya berkata:
diceritakan kepada kita Malik dan diceritakan kepada kita Yahya Ibnu Yahya
berkata : saya telah membaca dihadapan Malik dari Nafi’, dari Ibn Umar
sesungguhnya Rasulullah SAW telah mewajiban zakat fitri dari ramadhan sebanyak
satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada orang merdeka dan hamba, laki-laki
dan wanita, dari kalangan kaum muslimin”
Selain kewajiban akan zakat
fitrah hadits tersebut juga menyebutkan kadar dan jenis barang yang harus
dikeluarkan adalah 1 sha’. Sedangkan jenis harta yang dikeluarkan adalah sesuatu
yang menjadi makanan pokok pada suatu negeri pada umumnya, baik berupa gandum,
beras, kurma serta makanan-makanan lain yang menjadi makanan pokok dari sebuah
negeri.
Menurut Muhammad Jawad Mughniyah
menerangkan lebih jauh lagi. Baligh yaitu jika mereka (anak-anak) telah
berkewajiban shalat, maka zakat pun wajib atas mereka. Sedangkan bagi orang
gila (tidak berakal) disamakan kedudukannya dengan anak kecil yang tidak
mempunyai kewajiban. Meskipun persamaan keduanya tidak dapat disandarkan pada
sebuah dalil yang kuat untuk menyamakan. Sementara itu, harta diisyaratkan hak
penuh muzaki, yakni harta tersebut benar- benar menjadi tanggung jawab atau hak
milik muzaki secara keseluruhan. Sehingga bila harta itu masih dalam tangan
orang lain, seperti digadaikan, disewakan, dan harta hutang.
Zakat fitrah diwajibkan bagi
seseorang yang memenuhi beberapa syarat, yaitu :
- Islam.
- Lahir sebelum terbenamnya matahari pada hari berakhirnya bulan Ramadhan. Oleh karena itu anak yang lahir sesudah terbenamnya matahari tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.
- Mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya, pada malam hari raya dan siang harinya. Oleh karena itu orang yang tidak mempunyai kelebihan harta tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.
Orang-Orang
yang Berhak Menerima Zakat Fitrah
Dalam pembagian zakat fitrah,
terdapat perbedaan dikalangan ‘ulama tentang siapa saja yang berhak menerima
zakat fitrah. Ada tiga pendapat yang berbebeda dalam persoalan ini.
Pertama, Pendapat yang mewajibkan
di bagikannya pada asnaf yang delapan secara merata. Pendapat ini berasal dari
golongan Imam Syafi’i, mereka berpendapat bahwa wajib menyerahkan zakat fitrah
kepada golongan yang tercantum dalam surat At Taubah ayat 60.
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat
itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Ayat tersebut menisbatkan bahwa
kepemilikan semua zakat oleh kelompok-kelompok itu dinyatakan dengan pemakaian
huruf “lam” yang dipakai untuk menyatakan kepemilikan, kemudian masing-masing
kelompok memiliki hak yang sama karena di hubungkan dengan huruf “wawu” yang
menghubungkan kesamaan. Oleh karena itu, semua bentuk zakat adalah milik semua
kelompok itu, dengan hak yang sama.
Dalam QS at-Taubah ayat 60 di
atas Allah SWT menyebutkan ada delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat.
Delapan golongan tersebut yang dimaksud adalah:
- Fakir (Al-Fuqara’)
Fakir merupakan kelompok pertama
yang mendapatkan bagian zakat. Fakir berarti orang melarat yang sengsara dalam
hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
Menurut imam Hanafi, orang fakir
adalah orang yang mempunyai harta kurang dari nisab,sekalipun dia sehat dan
mempunyai pekerjaan. Menurut Imamiyah dan imam Maliki, orang fakir adalah orang
yang tidak memiliki bekal belanja untuk menghidupi dirinya dan keluarganya
dalam setahun. Sedangkan menurut imam Syafi’i dan imam Hambali orang fakir
adalah orang yang tidak memiliki separoh dari kebutuhannya.
- Miskin
Miskin ialah orang yang memiliki
pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat dipakai untuk memenuhi hajat
hidupnya.
Menurut imam Syafi’i, imam
Hambali, imam Malik yang disebut miskin ialah yang mempunyai harta atau
penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi
tanggungannya, tapi tak semuanya tercukupi.
Seperti yang disebutkan diatas
dalam QS at-Taubah ayat 60 golongan pertama dan kedua adalah fakir dan miskin,
ini menunjukan sasaran zakat adalah hendak menghapus kemiskinan dalam Islam.
Menurut Imamiyah, Hanafi dan
Maliki, orang miskin adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari
orang fakir. Menurut Hambali dan Syafi’i, orang fakir adalah orang yang keadaan
ekonominya lebih buruk dari pada orang miskin, karena yang dinamakan fakir
adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu atau orang yang tidak mempunyai
separuh dari kebutuhannya, sedangkan orang miskin ialah orang yang memiliki
separuh dari kebutuhannya. Maka yang separuh lagi dipenuhi dengan zakat.
Menurut mazhab Hanafi, bahwa
golongan mustahik zakat dalam arti fakir dan miskin yaitu:
- yang tidak memiliki apa-apa.
- yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebih-lebihan.
- yang memiliki mata uang kurang dari satu nisab.
- yang memiliki dari niṣab selain mata uang, seperti empat ekor unta atau tiga puluh sembilan ekor kambing yang nilainya tak sampai dua ratus dirham.
- ‘Amilin (panitia zakat/pengurus zakat)
Amil ialah orang yang diberi
tugas untuk mengumpulkan dan membagikan harta zakat. Pengurus zakat adalah orang-orang
yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari pengumpulan sampai
kepada pembagiannya.
Para panitia zakat (amil)
mempunyai tugas dan pekerjaan yang berhubungan dengan pengaturan zakat, di mana
mereka harus mensensus orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang
diwajibkan padanya serta besar harta yang harus dikeluarkan oleh muzaki, dan
dapat mengetahui siapa saja yang menjadi mustahik zakat, seperti berapa jumlah
mereka, berapa kebutuhan mereka serta besar biaya yang dapat mencukupi dan
hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh
para ahli dan petugas serta para pembantunya.
Perhatian al-Qur’an yang dengan
tegas terhadap kelompok ini dan memasukkannya kedalam kelompok mustahik yang
delapan, setelah fakir dan miskin sebagai sasaran zakat pertama dan utama,
menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan
kepada seseorang. Tetapi juga merupakan salah satu tugas dari tugas-tugas
pemerintah untuk mengaturnya, dan memberikannya kepada orang-orang yang berhak
menerimanya.
Adapun bagian yang diberikan
kepada para ‘amilin dikategorikan sebagai upah dari kerja yang dilakukannya.
Amil masih diberi zakat meskipun dia termasuk orang kaya, Seorang amil
hendaknya memenuhi syarat karena merekalah berhubungan pengelolaan zakat agar
zakat sesuai dengan tujuannya, syarat-syarat amil yaitu:
- Seorang muslim, seorang amil hendaknya seorang muslim karena zakat adalah urusan orang muslim. Akan tetapi, menurut Yusuf Qardhawi urusan tersebut dapat dikecualikan tugas yang tidak berkaitan dalam pemungutan, pembagian. Seperti penjagaan gudang dan sopir.
- Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat pikirannya.
- Jujur (dapat memegang amanah).
- Memahami hukum-hukum zakat.
- Kemampuan untuk melaksanakan tugas.
- Laki-laki.
- Merdeka.
- Muallaf (yang di bujuk hatinya)
Para Muallaf yang dibujuk hatinya
adalah orang-orang dari kaum kafir atau dari kaum muslimin yang diberi zakat
bukan karena dia itu miskin, melainkan supaya orang-orang itu tertarik dengan
Islam. Fuqoha membagi muallaf ini kepada dua golongan :
Yang masih kafir
Pertama, kafir yang diharap akan
beriman dengan diberikan pertolongan, sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad
Saw terhadap Shafwan Ibnu Umaiyah, yang dengan pertolongan Nabi Muhammad Saw
memeluk Islam. Kemudian Nabi Muhammad Saw memberikan 100 ekor unta kepada
Shafwan.
Kedua, kafir yang ditakuti
berbuat jahat kepadanya diberikan hak muallaf untuk menolak kejahatannya. Kata
Ibnu Abbas:”ada segolongan manusia apabila mendapat pemberian dari Nabi, mereka
memuji-muji Islam dan apabila tidak mendapat pemberian, mereka mencaci maki dan
memburukkan Islam.”
Yang telah masuk agama Islam.
Pertama, orang yang masih lemah
imannya, yang diharap dengan pemberian itu imannya menjadi teguh. Kedua,
pemuka-pemuka yang menjadi kerabat yang sebanding dengan dia yang masih kafir.
Ketiga, orang Islam yang berkediaman di perbatasan agar mereka tetap membela
isi negeri dari serangan musuh Keempat, orang yang diperlukan untuk menarik
zakat dari mereka yang tidak mau mengeluarkannya tanpa perantaraannya orang
tersebut.
Para ulama madzhab berbeda
pendapat mengenai hukum terhadap golongan muallaf, apakah masih berlaku atau
sudah di mansukh. Menurut imam Hanafi hukum ini berlaku pada masa permulaan
Islam, karena lemahnya kaum muslimin. Kalau dalam situasi saat ini di mana
Islam sudah kuat, maka hilanglah hukumnya karena sebab-sebab tidak ada.
Berbeda dengan madzhab-madzhab
yang lain mengatakan bahwa hokum muallaf itu tidak di nasakh, sekalipun bagian
muallaf diberikan kepada muslim dan non-muslim dengan syarat bagian zakat itu
dapat memberikan kemaslakhatan umat.
- Riqab
Riqab adalah budak muslim
(al-mukatab) yang telah membuat perjanjian dengan tuannya yang telah dijanjikan
mereka bila telah melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan.
Menurut jumhur ulama bagian ini
diserahkan untuk memerdekakan budak yang telah mengadakan perjanjian dengan
tuannya, kemudian baru untuk budak biasa. Akan tetapi, berbeda dengan ulama
dari madzhab Maliki. Menurut mereka harta zakat itu berhak untuk budak secara
umum karena mereka tidak membedakan antara budak mukattab dan budak biasa.
- Ghorim
Gharim adalah orang yang
terhimpit oleh hutang, demi kebutuhan yang bersifat pribadi atau karena alasan
yang bersifat sosial, sementara tidak ada harta untuk pengembalian hutang
tersebut.
Bagian zakat hanya mereka yang
berhutang untuk kemaslahatan diri, bila mereka sendiri telah fakir atau telah
jatuh miskin tak sanggup lagi membayarnya. Sedangkan jika berhutang karena
kemaslahatan umum, maka ia boleh minta dari bagian ini untuk membayar hutangnya
meskipun ia orang kaya.
- Fi sabilillah
Berdasarkan riwayat yang shahih,
yang dimaksud dengan Fi Sabilillah adalah semua jalan yang mengantarkan kepada
Allah SWT. Termasuk Fi sabilillah ialah para ulama yang bertugas membina kaum
muslimin dalam urusan-urusan agama. Mereka juga mendapatkan bagian zakat baik
kaya maupun miskin.
Menurut pendapat sebagian ulama,
fi sabilillah ialah sukarelawan dalam peperangan, yang pergi maju ke medan
perang dengan tidak mendapatkan gaji. Menurut Ibnu Umar’ jalan Allah adalah
mereka yang pergi mengerjakan haji dan umrah.
- Ibnu sabil
Ibnu sabil ialah Orang-orang yang
sedang melakukan perjalanan untuk menambah pengetahuan, pengalaman,
persahabatan. Golongan ini berhak menerima zakat, jika seorang sedang melakukan
perjalanan dengan tujuan maksiat, maka haram baginya menerima zakat.
Mereka diberi bagian zakat
sekedar untuk memenuhi kebutuhannya, ketika hendak pergi kenegerinya, walaupun
dia memiliki harta. Hukum ini berlaku pula terhadap orang yang merencanakan
perjalanan dari negerinya sedang dia tidak membawa bekal, maka dia dapat diberi
dari harta zakat untuk memenuhi biaya pergi dan pulangnya.
Kedua, Pendapat yang
mengkhususkan kepada golongan fakir, namun memperkenankan memberika zakat
fitrah kepada golongan delapan sebagaimana yang tercantum dalam surat At
Taubah. Karena zakat fitrah juga termasuk zakat, sehingga masuk pada keumuman
zakat, yakni memberikan kepada asnaf delapan. Hal ini adalah pendapat jumhur
ulama.
Ketiga, Pendapat yang
mengkhususkan kepada golongan miskin saja. Bahwa zakat itu hanyalah diberikan
kepada miskin saja. pendapat yang mewajibkan pemberian zakat fitrah dikhususkan
kepada orang fakir saja, bukan kepada asnaf lainnya. Pendapat ini merupakan pendapat
Imam Malik, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, didukung oleh Ibnu Quyyim dan
seorang gurunya, yaitu Qosim dan Abu Thalib. Pendapat mereka ini didasarkan
pada hadits dengan berdasarkan sebuah hadits“zakat fitrah adalah untuk memberi
makanan pada orang-orang miskin”.
Orang-Orang
yang Tidak Berhak Menerima Zakat Fitrah.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan
diatas bahwa ada delapan golongan yang mendapatkan bagian zakat. Sedangkan
golongan yang tidak mendapat bagian zakat ada lima golongan, yaitu :
- Orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan. Sabda Rasulullah Saw : “Dari Abdullah Ibnu Umar dari Nabi Muhammad SAW : Tidak halal bagi orang kaya dan orang-orang yang mempunyai kekuatan tenaga mengambil sedekah (zakat).”
- Keturunan Rasulullah Saw. : “Diceritakan Abdullah Ibnu Mu’ad Al’anbari, Ayahku bercerita, diceritakan Syu’bah dari Muhammad (dia adalah Ibnu Ziyad) telah mendengar Abu Hurairah berkata :pada suatu hari Hasan Bin Ali (cucu Rasulullah SAW) telah mengambil sebuah kurma dari kurma zakat, lantas dimasukkan ke mulutnya. Rasulullah SAW bersabda (kepada cucu beliau), jijik, jijik, buanglah kurma itu ! tidak tahukan kamu bahwa kita (keturunan muhammad) tidak boleh mengambil sedekah (zakat)”
- Orang dalam tanggungan yang berzakat, artinya orang yang berzakat tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang dalam tanggungannya dengan nama fakir atau miskin, sedangkan mereka mendapat nafkah yang mencukupi.
- Orang yang tidak beragama Islam.
Orang yang
Meminta Zakat Tetapi Bukan Mustahik
Persoalan ini berkaitan dengan
kelompok delapan yang berhak menerima zakat. Jika ada orang yang meminta zakat
bagian zakat, tetapi panitia mengetahui orang itu tidak termasuk salah satu
diantara delapan golongan, maka orang itu tidak dibolehkan mendapatkan zakat.
Dan jika orang itu diketahui bahwa dia ternyata memiliki hak untuk mendapatkan
zakat maka dia boleh mendapatkan zakat. Akan tetapi, jika orang itu belum
diketahui identitasnya, orang semacam ini digolongkan menjadi dua macam yaitu
Khafiyyah dan Jaliyyah.
Al-Khaffiy ialah ketidak jelasan
kefakiran dan kemiskinan. Orang yang mengaku fakir atau miskin tidak perlu
dimintai bukti karena sulit untuk mengetahui buktinya. Tetapi, jika kemudian
diketahui bahwa dia memiliki harta kekayaan dan mengaku bahwa harta kekayaannya
habis, maka pengakuan itu tidak dapat diterima kecuali dengan bukti.
Al-Jaliyy (yang sudah jelas
kemiskinannya) digolongkan menjadi dua macam. Pertama, berhak dibayar tidak
secara langsung, tetapi ditunda untuk beberapa waktu yaitu orang yang berperang
diajalan Allah SWT dan orang yang sedang dalam perjalanan tanpa harus dimintai
bukti, kedua golongan ini dibeerikan zakat atas pengakuannya dan jika kemudian
kedua golongan ini tidak benar atas pengakuannya maka zakat yang sudah mereka
terima harus diminta kembali. Dan kedua, kelompok yang menerima langsung
bagiannya. Kelompok ini adalah kelompok delapan diluar dua kelompok diatas.
Hikmah dan
Tujuan di Syariatkannya Zakat Fitrah
Zakat memiliki hikmah yang
demikian besar dan mulia, baik bagi orang yang berzakat (muzaki) ataupun bagi
penerimanya (mustahik) khususnya dalam zakat fitrah terdapat beberapa manfaat
yang besar, sebagaimana arti zakat yang berarti suci zakat fitrah berfungsi
sebagai mensucikan orang yang telah melakukan kesalahan seperti perbuatan dan
perkataan yang kosong dan keji saat melakukan ibadah puasa.
Selain hikmah diatas bagi muzaki
juga bisa untuk membersihkan jiwa dari segala penyakit berikut
pengaruh-pengaruhnya. Seperti bakhil, kikir, dan sikap acuh atas penderitaan
yang di alami oleh orang-orang yang perlu dibantu. Sedangkan manfaat bagi harta
yang dizakati adalah untuk menyucikan harta.
Zakat pada Idul Fitri dapat
membantu mencukupi kebutuhan orang fakir miskin yang hidupnya selalu menderita
karena tidak bisa menikmati apa yang dirasakan oleh orang-orang kaya pada saat
hari raya idul fitri. Kadang kala di dalam berpuasa orang-orang terjerumus
dalam perbuatan dan omongan yang tidak bermanfaat, padahal dalam berpuasa tidk
diizinkan lidahnya, matanya, tangannya, dan kakinya mengerjakan pekerjaan yang
dilarang oleh Allah SWT dan Rasulullah Saw dan hikmah dari di syariatkannya
zakat fitrah dihari raya untuk agar seluruh umat muslim baik yang kaya dan
miskin merasakan kegimbaraan bersama.
Kesimpulannya hikmah zakat pada
umumnya yang terkandung dalam pensyari’atannya ini adalah:
- Menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri.
- Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan.
- Zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil ia juga melatih seseorang mukmin untuk bersifat pemberi dan dermawan. Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta yang telah dititipkan kepada seseorang.
Hikmah di syariatkannya zakat
fitrah secara khusus terdiri dari dua hal:
- Berhubungan dengan orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan.
- Berhubungan dengan masyarakat. Salah satu tujuan terpenting dalam zakat adalah mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat agar perekonomian di masyarakat dapat adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak semakin kaya dan yang miskin tidak semakin miskin.
Daftar Maraji’
AhmadAzhar Basyir, Hukum Zakat,
Jakarta; Majelis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh,
Yogyakarta; PT.Dhana Bakti Wakaf, 1995.
Wahbah az-Zuhayly. Al-Fiqh
Al-Islami Adilatuh diterjemahkan oleh Agus Efendi dan Bahruddin Fannany dengan
judul Zakat kajian dari berbagai madzhab, cet. ke-1 Bandung: Remaja Rosdakarya,
1995.
Nishab adalah mecapai kwantitas
tertentu yang ditetapkan dengan hukum syara’ Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat,
diterjemahkan oleh Salman Harun ‘Hukum Zakat” Jakarta, PT. Litrea Antarnusa.
2011.
Chalid Fadhlullah, Mengenal Hukum
ZIS dan Pengamalannya di DKI Jakarta, Jakarta; Bazis, 1993.
Suyitno, Hery J, Adib, Anatomi
fiqh Zakat, Pustaka Pelajar; Yogyakarta, 2005.
http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Maal
T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman
Zakat,Jakarta; P.T. Bulan Bintang 1984.
Fahrur Mu’is, Zakat A-Z Panduan
Mudah, Lengkap dan Praktistentang Zakat.Solo: Tinta Medina, 2011.
Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah,
Beirut : Darul Kutub Al-Arobi, 1973.
Hasan Ayyub, Fikih Ibadah bi
Idalatiha fil Islam , diterjemahkan oleh Abdul Rasyad Shiddiq “Fikih Ibadah,
jakarta, PT: Pustaka Al-Kautsar, 2008.
Mahmud Junus, Terjemah Al-Qur’an
Al-Karim, Bandung ; Al-Ma’arif Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut :Juz II, Tth,
Ibnu rusyd, Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatul Muqtashid, diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said, Achmad Zaidun “
Bidayatul Mujtahid” Jakarta, PT.Pustaka Amani 2007.
Saleh Al-Fauzan, Fiqh
sehari-hari, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie, Ahmad Ikhwan, Budiman M, Jakarta;
Gema Insani, 2006.
Asinani, Zakat Produktif dalam
Perspektif hukum Islam. Pustaka Pelajar; Bengkulu 2008.
Imam Bukhori, Shohih Bukhori,
Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, Tth.
Abu Daud. Sunan Abu Daud, Juz II,
Dar Ibnu Hazm.
Satu sha’ yaitu 4 mud., atau 2,4
kilocram yang disesuaikan dengan makanan pokok negaranya, lihat Ibnu Rusyd,
Bidayatul Mujtahid:Analisa Fiqh Para Mujtahid, Jakarta : Pustaka Amani ,2007.
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh
al-Imam Ja’far al-Shadiq :‘Ardh wa Istidlal, diterjemahkan oleh Masykur A.B,
Fiqh Ja’fari, Afif M, Idrus, Cet. VI, Jakarta : PT. Lentera Basritama, 1997.
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam,
Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994.
Zakarya Muhyiddin, Al-Majmu’
Jilid 6,Beirut :Darul Fikri, Tth.
Ensiklopedi Hukum Islam ed. Abdul
Aziz Dahlan. P.T. Intermasa; Jakarta 1997.
Al-mukatab ialah budak yang telah
dijanjikan oleh tuannya akan dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah
tertentu dan termasuk pula budak yang belum dijanjikan untuk dimerdekakan lihat
Pedoman Zakat karya T. M. Hasbi Ash Shidieqy.
Abdul Halim Hasan, Tafsir
Al-Ahkam, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2006.
Muhammad N Ar-Rifai, Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir II, Jakarta; Gema Insani Press 1999.
Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi juz
3, Beirut, Libanon: Darul Fikr, Tth.
Sayid Sabiq “Fiqhus
Sunnah”.diterjemahkan oleh Nor Hasandin Fikih Sunnah Jakarta: P.T. Pena Pundi
Aksara 2006.