rohmans

MENGAPA TINGKAT KONSUMSI BULAN RAMADLAN JUSTRU NAIK ?

Tulisan 1 Dari sejumlah Tulisan selama bulan Ramadlan Menarik membaca hasil sejumlah artikel dan riset yang menyebutkan bahwa justru...

Tulisan 1 Dari sejumlah Tulisan selama bulan Ramadlan
Hasil gambar untuk mengapa konsumsi ramadhan naik ?

Menarik membaca hasil sejumlah artikel dan riset yang menyebutkan bahwa justru tingkat konsumsi atau belanja barang masyarakat merangkat naik disetiap bulan ramadlan, saay ummat muslim melakukan ibadah puasa dengan rata-rata kenaikan mencapai 16 % persen per tahun, bahkan tahun diperkirakan naik 40% seperti tahun sebelumnya. Jika diamati lebih detail, mungkin fenomena Ini terlihat aneh, karena selama bulan Ramadhan masyarakat mengurangi pola konsumsinya karena aktivitas puasa di siang hari. Sehingga dengan adanya aktivitas tersebut, secara logika tingkat konsumsi dan belanja barang (terutama bahan makanan) seharusnya menjadi turun. Mengapa bisa terjadi demikian?  
Sekalipun ada yang berdalih bahwa bahan makanan "ditumpuk" untuk berbuka puasa, ini pun aneh untuk aktivitas Ramadhan, karena bagaimanapun QS Al A'raf:31 mengajarkan umat untuk tidak berlebihan saat makan, apalagi di bulan Ramadhan. Melihat keanehan ini pula, penulis sepakat dengan pendapat Prof. Didik J Rachbinie yang mempostulasikan fenomena Paradoks Ramadhan yang ditandai dengan adanya kontradiksi antara praktik fiqih dan praktik ekonomi selama bulan Ramadhan.
Memang dalam menjalankan Ibaadah ramadlan diperlukan persiapan persiapan, salah satunya adalah persiapan maaliyah ( mempersiapkan harta), secara konsep mempersiapkan harta bukan untuk konsumsi, tetapi lebih kearah mempersiapkan harta untuk berbagi kepada sesama muslim yang kurang mampu, dalam bentuk zakat infak dan shodaqah.
Saya mencoba merangkum sejumlah pendapat mengapa tingkat konsumsi selama bulan ramadlan meningkat hingga 40%
Pertama : Karena akibat adanya peningkatan konsumsi kolektif di tengah masyarakat, mulai dari buka puasa bersama, sahur bersama, atau ritual sosial lainnya yang pada akhirnya mendorong peningkatan konsumsi. Tradisi ini jelas mendongkrak inflasi yang pada akhirnya mengerek harga barang menjadi tinggi. Maka Ramadhan pun, menjadi bulan pemicu kenaikan harga akibat tradisi ini. Tahun ini 2018i sebenarnya bukan cuma peningkatan konsumsi bahan makanan, tetapi juga peningkatan konsumsi jasa lainnya. Siliahkan bisa cek pada lainya, misalnya BBM,  Listrik juga ikut naik. Hal diyakini erat kaitannya dengan situasi sosial yang terjadi pada bulan ramadlan.
Kedua: Karena bulan Puasa Ramadlan berbasis soliditas dan komoditas. Sehingga, ,masyarakat muslim khususnya, yang memiliki financial lebih, sering mengundang para dhuafa’, faqir, dam miskin untuk berbuka puasa bersama, mengundang anak yatim piatu, atau bahkan mengundang masyarakat untuk sahur bersama. Mereka para aqniya, biasanya menyajikan  berbagai macam makanan dan minuman
Ketiga : Karena daya tarik Lebaran/hari raya idul fitri,  sehingga pada Bulan Ramadhan ummat muslim, bahkan non muslim sekalipun teah mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyambut Idul Fitri walaupun bulan puasa belum selesai.
Keempat : Karena pada Bulan Ramadhan ini adalah merupakan bulan spirit bagi umat Muslim, sehingga dimanfaatkan untuk saling berbagi dan membangun kepedulian sesama muslim.

Demikian setidaknya empat faktor tersebut yang menyebabkan tingkat konsumsi selama bulan ramadlan menjadi meningkat. Semoga bisa dikembangkan lagi, bagi  mahasiswa mungkin dapat dijadikan dijadikan judul peneltian baik secara kwantitatif maupun kwalitatf..Silahkan ditindaklanjuti.

Selanjutnya jika ada pertanyaan, apakah mereka melakukan kesalahan ? jawabanya tentu saja tidak. Sungguhpun demikian Ramadlan menjadi terdistorsi maknanya. Puasa yang seyogyanya dimaknai sebagai upaya untuk menahan aneka keinginan pada diri, baik nafsu positif seperti makan, minum, dan bersebadan dengan istri maupun nafsu negatif lainnya, termasuk diantaranya : berlebihan dalam mengkonsumsi sesuatu ! Tegas dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa berlebihan akan menyeret kita pada kemubaziran, dan hal tersebut akan menjadikan kita berkawan dengan syaitan. Bentuk-bentuk "berlebihan" tersebut misalnya adalah munculnya menu-menu yang tidak wajar, atau jumlah makanan yang "di luar normal" hingga pada akhirnya banyak yang terbuang dan mubazir. Wallahu a’lamu bi al-shawab  ( amans_07 utm2018)

Related

Artikel 634876958281174758

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Profile

About Me
Dr. Abdurrohman S.Ag. M.EI
Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ilmu Keislaman, Universitas Trunojoyo Madura. . Selengkapnya

Total Pageviews

Recent Posts

Random

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *

Populer

item