BEGAL DALAM KAJIAN KITAB TURATS
Maraknya aksi pembegalan yang terjadi disekitar kampus Universitas Trunojjoyo (UTM) beberapa tahun terakhir ini, maka sebaga...
https://rohman-utm.blogspot.com/2018/04/begal-dalam-kajian-kitab-turats.html
Maraknya aksi pembegalan yang terjadi disekitar kampus
Universitas Trunojjoyo (UTM) beberapa tahun terakhir ini, maka sebagai penghuni
kampus, merasa perlu memberikan kontribusi dalam bentuk tulisan-tulisan dalam
rangka dakwah bi al-kitabah, serta meningkatkan kewaspadaan dilingkungan kampus tercinta.
Penulis berharap setelah membaca tulisan ini dan beberapa
tulisan terkait, dapat menjadikan dosen, mahasiswa serta seluruh penghuni
kampus UTM menjadi lebih waspada dan memahami apa yang harus dilakukan sebagai
seorang muslim.
Tulisan ini dimulai dari sebuah pertanyaan Bagaimanakah
konsep Islam tentang begal ? Adakah kajian
mendalam tentang begal dalam kitab
turats?
Berikut penjelasannya.,,
Dalam fikih Islam, kejahatan begal diistilahkan dengan hirabah. Hirabah secara tata bahasa arab berasal dari kata harb (حرب) yang bererti perang, yang merupakan perkataan berlawan dari as-silmu (السّلم) yang bermakna perdamaian. Secara istilah, hirabah mendefinisikan sekelompok manusia yang
membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas harta, merusak kehormatan,
merampas tatanan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlaq, dan
ketertiban umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir [dzimmiy maupun harbiy]. [Sayyid Sabbiq, Fiqh Sunnah, bab Hirabah].
Sedangkan dalam kitab fathu
al-Qarib Abu Syuja’ menyebutnya degan qath’u
thariq dengan definisi yang sama. Juga masuk definisi qath’u thariq para pengganggu jalanan
walau hanya sekadar menakut-nakuti.
Termasuk dalam hirabah (perompak), adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh
sindikat, mafia, triad, dan lain-lain. Misalnya, sindikat pencurian anak, mafia
perampok bank dan rumah-rumah, sindikat para pembunuh pembayaran, tawuran
massal, pembegalan dan lain-lain.
Hirabah” berasal
dari kata ‘harb’ [peperangan]. Para
‘ulama sepakat bahwa tindakan hirabah (perompak) termasuk dosa besar yang layak
dikenai sanksi hadd.
Hukum hirabah (perompak) dibunuh,
disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan, atau
dibuang dari negerinya. Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah swt,artinya;
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
RasulNya dan membuat kerusakan di muka bumi, tidak lain mereka itu dibunuh,
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya); yang demikian itu adalah sebagai
suatu penghinaan untuk mereka di dunia. Dan di akherat mereka memperoleh
siksaan yang berat." [Al-Maidah:33]
Ayat ini turun berkenaan dengan hirabah (perompak), baik yang
dilakukan oleh orang-orang muslim maupun kafir. Sebab, ayat itu berbentuk umum.
Tidak ada dalil yang mengkhususkan bahwa hukuman itu khusus hanya untuk kaum
muslimin. Lanjutan ayat tersebut adalah sebagai berikut,
“kecuali orang-orang yang bertaubat (di antara mereka) sebelum
kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” [al-Maidah:34]
Lanjutan ayat ini tidak menunjukkan kekhususan hukum hirabah
(perompak) bagi kaum muslimin. Sebab, “taubat”dalam ayat ini maksudnya
adalah taubat dari hirabah (perompak), baik yang
dilakukan oleh kaum muslimin maupun orang-orang kafir. Hal ini diperkuat dengan
sebab turun ayat; yakni apa yang dilakukan oleh kaum Urniyyin. Mereka murtad
dari Islam, kemudian membunuh penggembala onta, dan merampok onta-ontanya, lalu
melarikan diri. Setelah mereka tertangkap -sebelum bertaubat-, Rasulullah saw
memerintah untuk memotong tangan dan kaki mereka, mencongkel mata mereka, dan
membiarkan mereka di pinggiran Harrah, sampai mereka mati. Selanjutnya,
-menurut Anas-, turunlah ayat ini. [lihat. ‘Abdurrahman Maliki, Nidzam
al-‘Uqubaat, hal.75-76]
Beberapa ulama, seperti Mas’ud dan Abidin
membedakan hirabah dan qath’u
thariq. Hirabah adalah
perampokan, pembegalan, hingga pembunuhan yang terjadi di tengah kota. Si
korban bisa meminta pertolongan kepada orang di sekitarnya.
Sedangkan qath’u thariq (penyamun,
asal kata: penghambat jalan) adalah perampokan, pembegalan, hingga pembunuhan
yang dilakukan di tempat sepi sehingga korban tak dapat meminta pertolongan
kepada siapa pun.
Hirabah dan qath’u thariq berbeda dengan tindak
pidana pencurian dengan korban tidak mengetahui bahwa barangnya telah diambil
maling. Hirabah dan qath’u thariq dilakukan secara terang-
terangan, bahkan sering disertai kekerasan. Muharib (pelaku
hirabah) membekali diri dengan senjata tajam untuk menakut-nakuti korban. Hal
ini tentu lebih serius dari sekadar pencurian biasa.
Ada empat hal teknis yang mungkin dilakukan
seorang muharib.
Pertama, berniat mengambil harta korban secara terang-terangan dan mengadakan in ti mi dasi, namun akhirnya ia gagal meng ambil harta dan tidak membunuh.
Kedua, muharib berniat untuk mengambil harta secara terang-terangan, kemudian meng ambil harta, namun tidak membunuh.
Ketiga, muharib berniat membunuh, tapi tidak mengambil harta korban. Keempat, muharib berniat mengambil harta dan membunuh pemiliknya.
Pertama, berniat mengambil harta korban secara terang-terangan dan mengadakan in ti mi dasi, namun akhirnya ia gagal meng ambil harta dan tidak membunuh.
Kedua, muharib berniat untuk mengambil harta secara terang-terangan, kemudian meng ambil harta, namun tidak membunuh.
Ketiga, muharib berniat membunuh, tapi tidak mengambil harta korban. Keempat, muharib berniat mengambil harta dan membunuh pemiliknya.
Keempat hal tersebut sama-sama mensyaratkan
bahwa muharib memaksa korban dengan
kekuatan fisik. Abu Hanifah dan Ahmad menambahkan, se seorang disebut muharib jika
membawa senjata tajam. Sedangkan Imam Syafi’i mengatakan, jika muharib memiliki
kekuatan fisik, itu sudah cukup walau ia tak membawa senjata. Atau, muharib
hanya membawa batu dan alatalat lain yang bisa menimbulkan ancaman, hal itu
sudah cukup untuk menjeratnya dalam dakwaan sebagai muharib.
Demikian juga muharib yang terdiri atas beberapa
orang, mereka semua ter masuk muharib yang dijerat dengan hukuman pidana yang
sama. Kecuali, Imam Syafi’i yang hanya menghukum otak kejahatan saja. Sedangkan
orang yang membantu terlaksananya hirabah, hanya dihukum ta’zir (peringatan
lisan) dikutip dari berbagai sumber.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah pembegalan yang terjadi selama ini, sesungguhnya adalah hirabah dan dalam islam wajib diperangi...Dan terima kasih kepada pak polisi, yang sudah mulai siaga. karena informasi yang diterima penulis, pada tanggal 18/4/2018 pelaku kejahatan pembegalan telah ditangkap.... Lanjutkan kewaspadaan, tingkatkan langkah preventif. ….amans..15/4/2018
Kesimpulan dari tulisan ini adalah pembegalan yang terjadi selama ini, sesungguhnya adalah hirabah dan dalam islam wajib diperangi...Dan terima kasih kepada pak polisi, yang sudah mulai siaga. karena informasi yang diterima penulis, pada tanggal 18/4/2018 pelaku kejahatan pembegalan telah ditangkap.... Lanjutkan kewaspadaan, tingkatkan langkah preventif. ….amans..15/4/2018