Solusi Islam terhadap Ancaman Begal
Maraknya gangguan kejahatan di jalanan tidak hanya mendapat ancaman pidana secara hukum positif negara. Hukum Islam pun menyoal tindak ja...
https://rohman-utm.blogspot.com/2018/04/solusi-islam-terhadap-ancaman-begal.html
Maraknya gangguan kejahatan di jalanan tidak hanya
mendapat ancaman pidana secara hukum positif negara. Hukum Islam pun menyoal
tindak jarimah (kriminal) ini sebagai kejahatan serius.
Dalam fikih Islam, kejahatan begal diistilahkan dengan hirabah. Secara
istilah, hirabah mendefinisikan sekelompok manusia yang membuat keonaran,
pertumpahan darah, merampas harta, merampas kehormatan, merampas tatanan, serta
membuat kekacauan di muka bumi. Sedangkan dalam kitab Fathu al-Qarib al-Mujib,
Abu Syuja’ menyebutnya degan qath’u thariq dengan definisi yang sama. Juga
masuk definisi qath’u thariq para pengganggu jalanan walau hanya sekadar
menakut-nakuti.
Beberapa ulama, seperti Mas’ud dan Abidin membedakan hirabah dan qath’u
thariq. Hirabah adalah perampokan, pembegalan, hingga pembunuhan yang terjadi
di tengah kota. Si korban bisa meminta pertolongan kepada orang di sekitarnya.
Sedangkan qath’u thariq (penyamun, asal kata:
penghambat jalan) adalah perampokan, pembegalan, hingga pembunuhan yang
dilakukan di tempat sepi sehingga korban tak dapat meminta pertolongan kepada
siapa pun.
Hirabah dan qath’u thariq berbeda dengan tindak pidana pencurian dengan korban
tidak mengetahui bahwa barangnya telah diambil maling. Hirabah dan qath’u
thariq dilakukan secara terang- terangan, bahkan sering disertai kekerasan.
Muharib (pelaku hirabah) membekali diri dengan senjata tajam untuk
menakut-nakuti korban. Hal ini tentu lebih serius dari sekadar pencurian biasa.
Ada empat hal teknis yang mungkin dilakukan seorang muharib. Pertama,
berniat mengambil harta korban secara terang-terangan dan mengadakan in ti mi
dasi, namun akhirnya ia gagal meng ambil harta dan tidak membunuh. Kedua,
muharib berniat untuk mengambil harta secara terang-terangan, kemudian meng
ambil harta, namun tidak membunuh. Ketiga, muharib berniat membunuh, tapi tidak
mengambil harta korban. Keempat, muharib berniat mengambil harta dan membunuh
pemiliknya.
Keempat hal tersebut sama-sama mensyaratkan bahwa muharib memaksa korban
dengan kekuatan fisik. Abu Ha ni fah dan Ahmad menambahkan, se seorang disebut
muharib jika membawa senjata tajam. Sedangkan Imam Syafi’i mengatakan, jika
muharib memiliki kekuatan fisik, itu sudah cukup walau ia tak membawa senjata.
Atau, muharib hanya membawa batu dan alatalat lain yang bisa menimbulkan
ancaman, hal itu sudah cukup untuk menjeratnya dalam dakwaan sebagai muharib.
Demikian juga muharib yang terdiri atas beberapa orang, mereka semua ter
masuk muharib yang dijerat dengan hu kum an pidana yang sama. Kecuali, Imam
Syafi’i yang hanya menghukum otak kejahatan saja. Sedangkan orang yang membantu
terlaksananya hirabah, hanya dihukum ta’zir (peringatan lisan) (Jazuli, 1997:87).
Ternyata orang yang membela diri dari tukang bekal atau perampok, lantas ia
mati, maka ia bisa dicatat syahid. Adapun jika ia membela diri dan ia
berhasil membunuh tukang begal tersebut, tukang begal itulah yang masuk neraka.
Karena orang yang masih hidup itu cuma membela diri, sedangkan yang mati punya
niatan untuk membunuh.
Di antaranya ada tiga hadits tentang masalah ini yang membahas bolehnya
membela diri ketika berhadapan dengan tukang rampas, tukang rampok atau tukang
begal yang ingin merampas harta kita.
Hadits Pertama
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَرَأَيْتَ إِنْ جَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَخْذَ مَالِى قَالَ « فَلاَ تُعْطِهِ
مَالَكَ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلَنِى قَالَ « قَاتِلْهُ ». قَالَ
أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَنِى قَالَ « فَأَنْتَ شَهِيدٌ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ
قَتَلْتُهُ قَالَ « هُوَ فِى النَّارِ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada
seseorang yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia
berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang
mendatangiku dan ingin merampas hartaku?”
Beliau bersabda, “Jangan kau beri padanya.”
Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?”
Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.”
“Bagaimana jika ia malah membunuhku?”, ia balik bertanya.
“Engkau dicatat syahid”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Bagaimana jika aku yang membunuhnya?”, ia bertanya kembali.
“Ia yang di neraka”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR.
Muslim no. 140).
Hadits Kedua
عَنْ قَابُوسَ بْنِ مُخَارِقٍ عَنْ
أَبِيهِ قَالَ وَسَمِعْتُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ يُحَدِّثُ بِهَذَا الْحَدِيثِ
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ
يَأْتِينِي فَيُرِيدُ الِي قَالَ ذَكِّرْهُ بِاللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ
يَذَّكَّرْ قَالَ فَاسْتَعِنْ عَلَيْهِ مَنْ حَوْلَكَ مِنْ الْمُسْلِمِينَ قَالَ
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ حَوْلِي أَحَدٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ قَالَ فَاسْتَعِنْ
عَلَيْهِ بِالسُّلْطَانِ قَالَ فَإِنْ نَأَى السُّلْطَانُ عَنِّي قَالَ قَاتِلْ
دُونَ مَالِكَ حَتَّى تَكُونَ مِنْ شُهَدَاءِ الْآخِرَةِ أَوْ تَمْنَعَ مَالَكَ
Dari Qabus
bin Mukhariq, dari bapaknya, dari ayahnya, ia berkata bahwa ia mendengar Sufyan
Ats Tsauri mengatakan hadits berikut ini,
Ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan berkata, “Ada
seseorang datang kepadaku dan ingin merampas hartaku.”Beliau bersabda,
“Nasehatilah dia supaya mengingat Allah.”Orang itu berkata, “Bagaimana kalau ia
tak ingat?”Beliau bersabda, “Mintalah bantuan kepada orang-orang muslim di
sekitarmu.” Orang itu menjawab, “Bagaimana kalau tak ada orang muslim di
sekitarku yang bisa menolong?”Beliau bersabda, “Mintalah bantuan penguasa
(aparat berwajib).” Orang itu berkata, “Kalau
aparat berwajib tersebut jauh dariku?” Beliau bersabda, “Bertarunglah demi
hartamu sampai kau tercatat syahid di akhirat atau berhasil mempertahankan
hartamu.” (HR. An Nasa’i no. 4086 dan Ahmad 5: 294. Hadits ini shahih
menurut Al Hafizh Abu Thohir)
Hadits Ketiga
عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ عَنِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : « مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ
شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ أَوْ دُونَ دَمِهِ أَوْ دُونَ دِينِهِ
فَهُوَ شَهِيدٌ »
Dari Sa’id ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela keluarganya maka
ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela darahnya atau karena membela
agamanya, ia syahid.” (HR. Abu Daud no. 4772 dan An Nasa’i no. 4099. Al
Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).bin Zaid,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Siapa
yang dibunuh karena membela hartanya maka
Maksud Syahid dan Macamnya
Di antara maksud syahid sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Ambari,
لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى
وَمَلَائِكَته عَلَيْهِمْ السَّلَام يَشْهَدُونَ لَهُ بِالْجَنَّةِ . فَمَعْنَى
شَهِيد مَشْهُود لَهُ
“Karena Allah Ta’ala dan malaikatnya
‘alaihimus salam menyaksikan orang tersebut dengan surga. Makna syahid di sini
adalah disaksikan untuknya.” (Syarh Shahih Muslim, 2: 142).
Imam Nawawi menjelaskan bahwa syahid itu ada tiga macam:
- Syahid yang mati ketika berperang melawan kafir harbi (yang berhak untuk diperangi). Orang ini dihukumi syahid di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Syahid seperti ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.
- Syahid dalam hal pahala namun tidak disikapi dengan hukum syahid di dunia. Contoh syahid jenis ini adalah mati karena melahirkan, mati karena wabah penyakit, mati karena reruntuhan, dan mati karena membela hartanya dari rampasan, begitu pula penyebutan syahid lainnya yang disebutkan dalam hadits shahih. Mereka tetap dimandikan, dishalatkan, namun di akhirat mendapatkan pahala syahid. Namun pahalanya tidak harus seperti syahid jenis pertama.
- Orang yang khianat dalam harta ghanimah (harta rampasan perang), dalam dalil pun menafikan syahid pada dirinya ketika berperang melawan orang kafir. Namun hukumnya di dunia tetap dihukumi sebagai syahid, yaitu tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Sedangkan di akhirat, ia tidak mendapatkan pahala syahid yang sempurna. Wallahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim, 2: 142-143).