TRADISI MENULIS DALAM ISLAM
Menulis dalam Islam merupakan suatu kewajiban setelah perintah untuk membaca(belajar, meneliti dan menelaah). Menulis berarti menyimpan...
https://rohman-utm.blogspot.com/2017/11/tradisi-menulis-dalam-islam.html
Menulis dalam Islam merupakan suatu kewajiban setelah
perintah untuk membaca(belajar, meneliti dan menelaah). Menulis berarti
menyimpan apa yang telah kita baca dalam sebuah media yang bisa diakses oleh
siapa saja. Dalam perkembangannya, menulis memiliki peran yang sangat urgen
dalam sejarah kejayaan umat Islam beberapa abad silam.
Semua ulama yang menjadi arsitek kejayaan Islam masa
lalu adalah para penulis ulung yang telah menghasilkan berbagai buah karya
mereka yang sampai saat ini masih menjadi rujukan umat Islam sedunia dalam
berbagai disiplin keilmuan. Bahkan, Eropa yang kemajuannya hari ini telah jauh
meninggalkan dunia Islam ternyata pernah mengekor pada kemajuan umat Islam masa
silam. Dan berbagai kemunduran umat Islam dewasa ini bisa dipastikan karena
tradisi membaca dan menulis yang pernah dipopulerkan oleh para ulama masa lalu
telah ditinggalkan.
Menulis
Sebagai Ibadah
Faktor yang harus dijadikan sebagai pijakan dasar
untuk menulis adalah orientasi yang jelas. Menulis harus ada orientasi
ke-akhiratan, artinya kegiatan menulis harus bisa bernilai ibadah. Tatkala hal
ini telah terpenuhi maka aktifitas menulis akan menjadi suatu kenikmatan
tersendiri yang bahkan akan membuat para penulis semakin termotivasi untuk menulis.
Disamping itu, menulis merupakan
pekerjaan yang sangat mulia karena ia mengambil peran kenabian dalam hal
menyampaikan berbagai kebenaran yang masih tersembunyi kepada khalayak
ramai/publik(umat). 4 (Empat) sifat Rasul adalah etika yang mesti dipenuhi oleh
seorang penulis.
Pertama, ‘Shiddiq’ atau benar. Seorang penulis harus menyampaikan kebenaran
dalam isi tulisannya.
Kedua, ‘Tabligh’ atau menyampaikan. Kegiatan menulis adalah bagian dari
interpretasi dan transmisi sifat tabligh ini. Disamping itu, kewajiban untuk
menyampaikan bagi seorang penulis bisa dimaknai sebagai etika membuat sebuah
tulisan, agar sebuah tulisan bernilai ibadah/pahala disisi Allah maka tulisan
itu harus mengandung nilai kebenaran dalam penyampaiannya.
Ketiga, ‘Amanah’ atau terpercaya.
Tulisan yang disajikan harus memenuhi kualifikasi amanah, hal ini bisa
dilakukan jika penulis itu sendiri adalah seorang yang memiliki karakteristik
‘amanah’ atau terpercaya, artinya ia tidak hanya pandai menulis, menasehati
atau mengkritik orang lain, tapi juga berupaya agar ia mampu menyelaraskan
antara perkataan dan perbuatannya. Merupakan dosa besar jika memerintahkan
orang lain mengerjakan suatu kewajiban sementara dia sendiri tidak
mengindahkannya.
Keempat, ‘Fathanah’ atau cerdas. Seorang
penulis harus memenuhi persyaratan ‘cerdas’ dalam menulis. Hal ini bisa
dipahami karena menulis tanpa ilmu akan menyebabkan berkurangnya unsur-unsur
kebenaran yang tersampaikan, atau bahkan jauh sama sekali dari kebenaran, dan
bisa diprediksi pada akhirnya syaithan-lah yang akan menjadi gurunya. Membaca
dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Menulis tanpa membaca
berarti kita menyampaikan sesuatu tanpa dasar yang valid dan otentik yang pada
satu waktu tertentu akan membuat kita menyampaikan suatu kekeliruan yang fatal.
Sebaliknya, membaca tanpa menulis berarti membiarkan apa yang ada di dalam otak
kita tak tereksplorasi dengan sempurna.
Tulisan
Rancang Peradaban
Sebagaimana sudah dijelaskan diatas,
bahwa menulis dalam Islam adalah “kewajiban” kedua setelah perintah untuk “membaca”. Menulis berarti menyimpan apa
yang telah kita baca dalam sebuah media yang bisa diakses oleh siapa saja.
Membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dengan tulisan,
kita bisa berdakwah(menyebarkan kebenaran), mengajari, menyebarkan ide dan
pemikiran, melontarkan gagasan, menyampaikan kritikan atau hanya sekedar
memberi tanggapan. Sebaliknya, dengan tulisan seseorang bisa juga menyebarkan
kebatilan, merusak moral, mem-provokasi, menghina, menghasut, memfitnah, dan
berbagai propaganda yang akan membawa kepada kehancuran lainnya.
Dengan tulisan, seseorang bisa mencoba
merancang dan merumuskan bentuk peradaban dan masa depan impian atau kehidupan
ideal yang didambakan. Banyak bukti sejarah yang membenarkan asumsi ini.
Misalnya; bagaimana dahsyatnya kekuatan novel ”Ayat-ayat Cinta” dan ”Ketika
Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El-Shirazy sanggup membius ribuan remaja
Muslim Indonesia, putra dan putri dengan berbagai pesan Islamnya, sehingga
banyak sekali diantara mereka yang bermimpi dan berjuang menjadi
jelmaan(reinkarnasi) tokoh-tokoh yang digambarkan dalam novel tersebut, seperti
Fahri, Azam dan sebagainya. Dalam novel tersebut mereka digambarkan sebagai
aktor yang benar-benar mengaktualisasikan nilai-nilai Islam ke dalam realita
kehidupan sesungguhnya. Pribadi mereka diungkapkan bak seorang aulia yang
memiliki akhlak paripurna.
Hasan Al-Banna pendiri organsisasi ”Ikhwanul Muslimin” di Mesir juga pernah
menulis berbagai wasiatnya kepada umat Islam. Tulisan-tulisan yang pada
akhirnya dibukukan itu sanggup membangkitkan semangat dan gelora pergerakan
Islam (Harakah Islamiah) diberbagai di
berbagai belahan penjuru dunia untuk bangkit mengejar ketertinggalan dengan
tanpa melepaskan nilai-nilai Islam sebagai prinsip hidup yang konsepsional dan
fundamental. Kita tahu, bahwa kumpulan tulisan Hasan Al-Banna dalam bentuk
surat wasiat yang kemudian diberi nama ”Majmu’
Rasail” itu, ternyata sanggup membangkitkan kembali semangat jihad umat
Islam melawan berbagai bentuk penjajahan. Saat ini, hampir semua pergerakan
Islam di dunia lahir karena terinspirasi dari kekuatan perjuangan, teladan dan
surat wasiat Hasan Al-Banna tersebut.
Begitu juga buku-buku yang dikarang oleh
penulis berkaliber dunia lainnya, seperti; Yusuf Al-Qardhawy dan penulis
berkaliber dunia lainnya yang mengupas berbagai persoalan kekinian umat Islam.
Buku-buku beliau tersebut kita ketahui saat ini telah dijadikan sebagai
referensi(buku pegangan) wajib maupun sekedar buku pendukung materi kuliah oleh
para mahasiswa di berbagai perguruan tinggi Islam di hampir seluruh dunia.
Buku-buku tersebut memiliki kekuatan yang sangat dahsyat dalam rangka merintis
berbagai transformasi sosial dunia Islam ke arah yang lebih maju. Pun demikian
dengan tulisan atau opini-opini yang dimuat di berbagai media yang diyakini
juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam membawa umat ke arah
perubahan menuju Indonesia yang diimpikan.
Contoh lainnya adalah; Samuel Huntington
yang menulis ”disertasi” doktoralnya tentang ”Benturan Peradaban”, antara
peradaban Barat(Kristen, Yahudi dan sebagainya) dengan peradaban Dunia
Timur(Islam). Disertasi tersebut pada akhirnya kita ketahui menjadi rujukan
Dunia Barat dalam menilai dan menyikapi kebangkitan dunia Islam(as-shahwah
Islamiah). Huntington meyakini dan menulis angan-angannya bahwa setelah Amerika
memenangkan Perang Dunia II, maka lawan mereka berikutnya yang akan dan harus
dihadapi adalah ”umat Islam”. Efek besar dari tulisan (disertasi) Huntingtin
tersebut kini menjadi aksi nyata eksistensi dunia barat yang dirasa oleh hampir
semua umat Islam diseluruh bagian dunia. Hampir disemua lini dan segmentasi tatanan
kehidupan negara-negara Islam berada dibawah cengkeraman Amerika-Barat.
Bahkan, selain negera-negara Islam yang
terjajah secara pendidikan, ekonomi, akhlak-moral dan politik, teori dan
pemikiran Huntington tersebut juga terwujud nyata dalam penjajahan sungguhan
negara Barat terhadap dunia Islam. Misalnya; penjajahan Amerika dan sekutunya
di Afghanistan, Irak dan sebagainya. Kekuatan sebuah tulisan kadangkala juga
bisa bernada fitnah atau propokasi sehingga bisa mengajak kepada pertumpahan
darah dan kehancuran. Misalnya; ”Ayat-Ayat Setan” karya Salman Rushdi, seorang
penulis keturunan Pakistan yang bermukim di Inggris. Tulisannya pernah
memancing kemarahan umat Islam di seluruh dunia, penyebabnya adalah karena
dalam bukunya tersebut ia menghina Muhammad Saw sang Rasul umat Islam. Begitu
juga Freddy S, seorang novelis yang menulis berbagai novel seksual dan vulgar
di nusantara yang banyak mengumbar nafsu syaithani. Novel-novelnya tersebut
sangat ampuh untuk menghancurkan moral dan akhlak generasi Islam dan putra
putri bangsa Indonesia secara umum.
Inilah sekilas gambaran singkat
dahsyatnya kekuatan sebuah tulisan. Ia bisa membawa kepada kebangkitan sebuah
peradaban, atau sebaliknya kepada kehancuran moral dan semua tatanan kehidupan
umat manusia lainnya. Ketika tulisan-tulisan yang mengajak kepada kebenaran
menjadi minim maka tulisan-tulisan kehancuran akan bertaburan dan
menghancurkan.
Kekuatan
”Menulis” dalam Sejarah Islam
Menulis memiliki peran yang sangat urgen
dalam sejarah kejayaan umat Islam beberapa abad silam. Semua ulama yang menjadi
arsitek peradaban dan kejayaan Islam masa lalu adalah para penulis ulung yang
telah menghasilkan berbagai buah karya mereka yang sampai saat ini masih
menjadi rujukan umat Islam sedunia dalam berbagai disiplin keilmuan. Bahkan,
Barat yang kemajuannya hari ini telah jauh meninggalkan dunia Islam ternyata
pernah mengekor pada kemajuan umat Islam masa silam.
Dalam sejarah Islam, akan kita dapati
pakar-pakar keilmauan mayoritas adalah para ulama. Kedokteran, geografi, oftik,
kartografi, farmasi, kimia, astronomi, matematika, dan yang lainnya. Patut
untuk di banggakan, ketika Eropa di abad pertengahan hanya memiliki seorang
jenius bernama Leonardo da Vinci yang mumpuni dalam beberapa bidang keilmuan,
ternyata umat Islam memiliki puluhan tokoh yang memiliki multiple intelligence.
Sebagai contoh, kejeniusan Ibnu Sina dibidang kedokteran menghasilkan karya
menumental Al-Qanun Fi Ath-Thibbi, Asy-Syifa dan yang lainnya. Ibnu Rusyd yang
faham dengan sangat baik filsafat Yunani, sehingga mampu memberikan koreksi dan
catatan kaki atas kekeliruan yang ada didalam buku mereka ternyata juga seorang
faqih yang dari tangannya lahir Bidayah-Al-Mujtahid, sebuah rujukan
perbandingan madzhab dalam ilmu fiqih yang sampai sekarang tetap diperhitungkan.
Belum lagi Al-Khawarizmi pencipta Al-Jabar (ilmu ukur/Matematika) yang
fenomenal, Al-Haitsam Bapak ”optik” sekaligus penemu Kamera Analog. Al-Idrisi
bapak kartografi dari pulau Sisilia. Al-Biruni, Ibnu Khaldun, dan tokoh-tokoh
Islam lainnya.
Galileo yang terkenal dengan teleskopnya
ternyata kalah awal oleh ulama-ulama di Baghdad yang telah lebih dahulu
menciptakan observatorium untuk mengamati pergerakan dan fenomena bintang-
bintang. Al-kohol, al-kalin, sinus, kosinus, tangent, azimuth, natir dan istilah-istilah
lain dalam berbagai disiplin ilmu lahir dari rahim keilmuan kaum muslimin.
Begitu pula dibidang Fiqih, Hadits, Tafsir, Ilmu Kalam, dan sebagainya. Semua
itu hadir karena mereka memegang teguh tradisi keilmuan, yaitu menulis
disamping tradisi membaca pada sisi yang lain.
Dan berbagai kemunduran umat Islam
dewasa ini bisa dipastikan karena tradisi menulis setelah membaca yang pernah
dipopulerkan oleh para ulama masa lalu telah ditinggalkan. Umat Islam malas
”membaca dan menulis”. Melalui tulisan diyakini peradaban impian akan bisa
diraih. Melalui tulisan fakta mengatakan sebuah kemajuan akan bisa dicapai.
Melalui tulisan jelas kebenaran akan mudah tersampaikan.
Sampai disini, kita bisa membayangkan
bagaimana dahsyatnya kekuatan sebuah tulisan. Ia bisa menjadi senjata melawan
kezaliman ketika meriam telah dihancurkan, ketika senapan dan mesiu telah
tenggelam dalam lautan. Maka, adalah wajar jika di era ”Orde Baru” Soeharto
yang mantan presiden kita itu begitu gencar memberangus dan mengejar-ngejar para
penulis. Sebab, Soeharto meyakini kekuatan pena lebih dahsyat daripada senapan,
lebih tajam daripada ujung pedang. Maka, ketika kita ”malas menulis” yang akan
terjadi adalah berbagai ketimpangan dan bahkan penjajahan. Wallahu a’lam
bisshawab.