rohmans

PINSIP PRINSIP ETIKA BISNIS ISLAM

A.     Pendahuluan Etika bisnis merupakan ilmu yang dibutuhkan banyak pihak tetapi masih bersifat problematis dari sisi metodologis...



A.    Pendahuluan
Etika bisnis merupakan ilmu yang dibutuhkan banyak pihak tetapi masih bersifat problematis dari sisi metodologis. Ilmu ini dibutuhkan untuk merubah performen dunia bisnis yang dipenuhi oleh praktek praktek mal bisnis. Yang dimaksud praktek mal-bisnis adalah mencakup baik business crimes maupun business tort, yakni business crimes sebagai perbuatan bisnis yang melanggar hukum pidana atau business tort sebagai perbuatan bisnis yang melanggar etika.[1] Al-Qur’an  sebagai sumber nilai, telah memberikan nilai-nilai prinsipil untuk mengenali perilaku-perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai al-Qur’an. Dalam al-Qur’an  terdapat terma-terma, al-bathil, al- fasad dan azh-zhalim yang dapat difungsikan sebagai landasan-landasan atau muara perilaku yang bertentangan dengan nilai perilaku yang dibolehkan atau dianjurkan al- Qur’an khususnya dalam dunia bisnis. Hal ini beralasan bahwa beberapa ayat yang mempunyai kandungan tentang bisnis, seringkali mengunakan terma-terma di atas ketika menjelaskan tentang perilaku bisnis yang buruk.[2]
Ketika ayat-ayat al-Qur’an dengan terma-terma, al-bathil, al- fasad dan azh-zhalim dihubungkan dengan pengertian hakikat bisnis, dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu landasan praktek mal bisnis adalah setiap praktek bisnis yang mengandung unsur kebatilan, kerusakan dan kezaliman baik sedikit maupun banyak, tersembunyi maupun terang-terangan. Dapat menimbulkan kerugian secara material maupun immateri baik bagi si pelaku, pihak lain maupun masyarakat. Dapat menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan. Menimbulkan akibat-akibat moral maupun akibat hukum yang mengikutinya, baik menurut hukum agama maupun hukum positif. Namun demikian penilaian terhadap suatu praktek mal bisnis tidak disyaratkan adanya tiga. landasan kebatilan, kerusakan dan kezhaliman sekaligus, melainkan adanya salah satu dari ketiga landasan di atas secara otomatis telah memasukan suatu aktivitas maupun entitas bisnis ke dalam kategori praktek mal bisnis.[3]

B.     Prinsip Prinsip Etika Bisnis Islam
Dengan memperhatikan al-Qur’an melalui praktek mal bisnis al-bathil, al- fasad dan azh-zhalim, maka pakar ekonomi muslim mengemukakan sejumlah prinsip (aksioma) dalam ilmu ekonomi Islam yang mesti diterapkan dalam bisnis syari’ah, antara lainn[4]

1.      Tawhid  ( Kesatuan )
Secara esensial, tawhid  dipandang sebagai paradigma Islam bagi penghambaan makhluk pada sang pencipta dan dalam melaksanakan seluruh perintahNya. Di samping keterkaitan secara vertikal Tawhid  juga menjadi perekat bagi hubungan antar manusia. Sehingga bagaikan uang logam dengan dua sisi tak terpisah. Tawhid  mengajarkan bahwa Allah adalah pencipta dan mengajarkan kebersamaan, dan persaudaraan sesama manusia.[5]
Di samping itu tawhid  juga mengandung arti bahwa alam semesta didesain dan diciptakan secara sadar oleh Allah, yang bersifat esa dan unik, dan ia tidak terjadi karena kebetulan atau aksiden.[6] Penciptaan alam baik flora maupun fauna ditundukkan Allah sebagai sumber daya ekonomis dan keindahan bagi umat manusia.[7] Sementara manusia sendiri dihadapan Allah adalah sama, hanya taqwa dan amal shaleh yang membedakannya.[8] Sehingga segala sesuatu yang diciptakan-Nya memiliki suatu tujuan. Tujuan inilah yang akan memberikan arti dan signifikansi bagi eksistensi jagat raya, di mana manusia merupakan salah satu bagiannya.[9]
Implikasi dari doktrin tawhid  adalah terbukanya kesempatan yang sama bagi manusia dalam memperoleh rizki Allah meskipun ketidakmerataan ekonomi di antara manusia tidak terlepas dari kekuasaan Allah. Namun, dalam kerangka tawhid , perbedaan kemampuan secara ekonomis ini justru mendorong pada adanya persaudaraan, saling membantu dan bekerja sama dalam bidang ekonomi melalui mekanisme shirkah, qirad, dan sebagainya.[10]
Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam sekaligus horizontal yang memadukan segi politik, sosial ekonomi kehidupan manusia menjadi kebulatan yang homogen yang konsisten dari dalam dan luas sekaligus terpadu dengan alam luas.[11]
Dari konsepsi ini, maka Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini maka pengusaha muslim dalam melakukan aktivitas bisnis harus memperhatikan tiga hal:14 (1), tidak diskriminasi terhadap pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas dasar pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama.[12] (2), Allah yang paling ditakuti dan dicintai.[13] (3), tidak menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya kekayaan merupakan amanah Allah.[14]
   Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.

2.Khilafah (Perwakilan)
Selain Tawhid konsep khilafah dalam Islam menempatkan manusia sebagai wakil Allah di muka bumi.[15] Manusia dipandang paling mulianya ciptaan Allah dibanding makhluk lainnya, malaikat sekalipun. Dalam diri manusia terdapat kombinasi bumi dan spirit ketuhanan serta dilengkapi dengan kesadaran, kebijaksanaan dan kreativitas. Selain itu manusia mendapat sarana berupa sumber-sumber materi yang dapat membantunya dalam mengemban misinya secara efektif. Dalam konteks ini Islam menilai bahwa manusia bebas untuk mengatur kehidupannya dengan pola ekonomi yang manapun, bukan manusia yang dikendalikan hukum-hukum ekonomi, sebagaimana pernyataan Marx Weber. Pola ekonomi yang dipilih manusia dalam mengatur kehidupannya merupakan penentu bagi sifat dan gagasannya tentang dirinya sendiri. Meski bebas memilih, manusia sebagai khalifah harus tetap memandang bahwa agama merupakan sarana mengatur kehidupan di bumi.[16]
Dengan demikian, konsep khilafah itu bersifat kreatif dari sekedar status. Keberadaan manusia sebagai khalifah Allah terletak pada daya kreatifitas mereka dalam memakmurkan bumi.[17] Karenanya, sebagai upaya mewujudkan khalifah manusia, al-Faruqi menilai pentingnya membangun pemerintahan dengan sistem khilafah, bukan dawlah (negara) sebagaimana yang dipraktekkan negara-negara Barat. Sebab, sistem khilafah lebih dekat dengan tradisi Islam dan berakar pada tawhid  sementara sistem dawlah sangat jauh dari esensi konsep ummah dalam Islam.[18]
3.‘Adalah (keadilan)
Prinsip keadilan merupakan salah satu sumbangan terbesar Islam kepada umat manusia untuk dilaksanakan dalam setiap aspek kehidupan. Islam memberikan suatu aturan yang dapat dilaksanakan sebagai pengganti amalan-amalan tradisional yang amat bertentangan. Setiap anggota masyarakat didorong untuk memperbaiki kehidupan material di samping berusaha untuk memperbaiki kehidupan spiritual dan mengingatkan bahwa setiap benda di dunia ini adalah untuk diambil manfaatnya. Tetapi secara bersamaan, Islam mendidik mereka bertanggung jawab bukan saja kepada isteri dan keluarga, tetapi juga saudara-saudaranya yang miskin dan melarat, negara dan akhirnya seluruh makhluk. Setelah mendapat manfaat dari harta kekayaannya masing-masing sudah selayaknya memberikan faedah yang sama kepada masyarakat yang lain.[19]
Persaudaraan sebagaimana ungkapan di atas yang merupakan bagian integral dari konsep tawhid  dan khilafah akan tetap menjadi konsep kosong yang tidak memiliki substansi, jika tidak dibarengi dengan keadilan sosio-ekonomi. Sehingga konsep ini merupakan kunci untuk memahami ilmu ekonomi, Islam dan masyarakat Islam yang bertujuan untuk menciptakan “keseimbangan” dalam masyarakat.[20]
4. Tawazun  (Keseimbangan)
Keseimbangan  Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan prilaku yang seimbang dan adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat) dan dengan lingkungan.[21]
Keseimbangan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan. Ummatan wasathan adalah umat yang memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya serta memiliki aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai penengah atau pembenar. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemodernan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis.[22]
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa pembelanjaan harta benda harus dilakukan dalam kebaikan atau jalan Allah dan tidak pada sesuatu yang dapat membinasakan diri.[23] Harus menyempurnakan takaran dan timbangan dengan neraca yang benar.[24] Dijelaskan juga bahwa ciri-ciri orang yang mendapat kemuliaan dalam pandangan Allah adalah mereka yang membelanjakan harta bendanya tidak secara berlebihan dan tidak pula kikir, tidak melakukan kemusyrikan, tidak membunuh jiwa yang diharamkan, tidak berzina, tidak memberikan kesaksian palsu, tidak tuli dan tidak buta terhadap ayat-ayat Allah.[25]
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut: (1), produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang. (2), setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat. (3), tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.[26]
Keseimbangan) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
4.Free will  (Kehendak Bebas).
Manusia sebagai khalifah di muka bumi sampai batas-batas tertentu mempunyai kehendak bebas untuk mengarahkan kehidupannya kepada tujuan yang akan dicapainya. Manusia dianugerahi kehendak bebas (free will) untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak, melaksanakan bentuk aktivitas bisnis tertentu, berkreasi mengembangkan potensi bisnis yang ada.24
Dalam mengembangkan kreasi terhadap pilihan-pilihan, ada dua konsekuensi yang melekat. Di satu sisi ada niat dan konsekuensi buruk yang dapat dilakukan dan diraih, tetapi di sisi lain ada niat dan konsekuensi baik yang dapat dilakukan dan diraih. Konsekuensi baik dan buruk sebagai bentuk risiko dan manfaat yang bakal diterimanya yang dalam Islam berdampak pada pahala dan dosa.[27]
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat.infak dan sedekah.
5. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusia tidak lepas dari pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang dilakukan sesuai dengan apa yang ada dalam al-Qur’an” Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”.[28] Kebebasan yang dimiliki manusia dalam menggunakan potensi sumber daya mesti memiliki batas-batas tertentu, dan tidak digunakan sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah rasul yang harus dipatuhi dan dijadikan referensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai. Tidak kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang terlarang atau yang diharamkan, seperti judi, riba dan lain sebagainya. Apabila digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang jelas-jelas halal, maka cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan dengan cara-cara yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi semua komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan.[29]
Pertanggunjawaban ini secara mendasar akan mengubah perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu pada keadilan. Hal ini diimplementasikan minimal pada tiga hal, yaitu: (1), dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh masyarakat. (2), economicreturn bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan pengertian yang tegas bahwa besarnya tidak dapat diramalkan dengan probabilitas nol dan tak dapat lebih dahulu ditetapkan (seperti sistem bunga). (3), Islam melarang semua transaksi alegotoris yang dicontohkan dengan istilah gharar (penipuan).[30]
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
6     Benevolence (Kebenaran)

 Kebenaran disini juga meliputi kebajikan dan kejujuran. Maksud dari kebenaran adalah niat, sikap dan perilaku benar dalam melakukan berbagai proses baik itu proses transaksi, proses memperoleh komoditas, proses pengembangan produk maupun proses perolehan keuntungan.
Adapun prinsip-prinsip etika bisnis menurut Al-Qur’an  dapat dijelaskan sebagai berkut:
1.    Melarang bisnis yang dilakukan dengan proses kebatilan (QS. 4:29). Bisnis harus didasari kerelaan dan keterbukaan antara kedua belah pihak dan tanpa ada pihak yang dirugikan. Orang yang berbuat batil termasuk perbuatan aniaya, melanggar hak dan berdosa besar (QS.4:30). Sedangkan orang yang menghindarinya akan selamat dan mendapat kemuliaan (QS.4:31).
2.    Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba (QS. 2:275). 
3.    Kegiatan bisnis juga memiliki fungsi sosial baik melalui zakat dan sedekah (QS.9:34). Pengembangan harta tidak akan terwujud kecuali melalui interaksi antar sesama dalam berbagai bentuknya. 
4.  Melarang pengurangan hak atas suatu barang atau komoditas yang didapat atau diproses dengan media takaran atau timbangan karena merupakan bentuk kezaliman (QS. 11:85), sehingga dalam praktek bisnis, timbangan harus disempurnakan (QS. 7:85, QS. 2:205).
5.  Menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan baik ekonomi maupun sosial, keselamatan dan kebaikan serta tidak menyetujui kerusakan dan ketidakadilan.
6.  Pelaku bisnis dilarang berbuat zalim (curang) baik bagi dirinya sendiri maupun kepada pelaku bisnis yang lain (QS. 7:85, QS.2:205).
Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Muhammad SAW saat menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi Muhammad SAW sebagai pedagang adalah, selain dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-ciri itu masih ditambah Istiqamah, yang semuanya beliau lakukan atas pedoman al-Qur’an  diantaranya :
1.    Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam.
2.    Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukakan berbagai macam inovasi yang bermanfaat.
3.    Amanah berarti tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal.
4.    Tablig mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
5.    Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal.[31]

Selain dari pada itu Rasululah Saw, sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, Ciri-ciri Rasulullah Saw berbisnis diantaranya adalah:

1)        Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas
2)        Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3)        Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
4)        Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw  mengatakan, “Allah merahmati  seseorang yang ramah  dan toleran  dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5)        Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6)        Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7)        Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8)        Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (QS. 83: 112).
9)        Bisnis tidak boleh mengganggu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.
10)     Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditundatunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakuan.
11)     Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
12)     Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13)     Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dan sebagainya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
14)     Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orangorang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
15)     Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16)     Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17)     Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
Dengan ciri-ciri etika bisnis Islam yang tersebut diatas, kita dapat mengetahui perbedaan bagaimana etika bisnis dalam Islam dengan etika bisnis kebanyakan budaya barat. Perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut:

C.      Upaya Membangun Bisnis yang Sesuai dengan Al-Qur’an

Selama ini dalam pemikiran kita telah didominasi oleh pandangan hidup Materialisme pada satu sisi dan pandangan keterpisahan antara kehidupan dunia dan kehidupan agama. Kedua sisi ini harus disadari telah membenamkan kesadaran kita kepada keyakinan bahwa bisnis merupakan aktivitas duniawi yang hanya diperuntukan bagi pemenuhan kebutuhan hidup yang bersifat jasmaniah semata. Karena itu upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun bisnis yang sesuai dengan al-Qur’an  dapat di lakukan beberapa hal, 
pertama, suatu rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis. Pandangan bahwa etika bisnis sebagai bagian tak terpisahkan atau menyatu merupakanstruktur fundamental sebagai perubah terhadap anggapan dan pemahaman tentangkesadaran sistem bisnis amoral yang telah memasyarakat. Bisnis dalam al-Qur’an  disebut sebagai aktivitas yang bersifat material sekaligus immaterial. Sehingga suatu bisnis dapat disebut bernilai, apabila kedua tujuannya yaitu pemenuhan kebutuhan material dan spiritual telah dapat terpenuhi secara seimbang. Dengan pandangan kesatuan bisnis dan etika, pemahaman atas prinsip-prinsip etika Suatu bisnis bernilai, apabila memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran. Dengan demikian etika bisnis dapat dilaksanakan oleh siapapun. 
Kedua, yang patut dipertimbangkan dalam upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu diperlukan suatu cara pandang baru dalam melakukan kajian-kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatifetik sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai al-Qur’an , agar dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat. Atau dalam kategori pengembangan ilmu pengetahuan modern harus dikembangkan dalam pola pikir abductive pluralistic.[32] Dengan pola pikir ini pengembangan ilmu-ilmu keislaman akan menjadi tajam dan proaktif terhadap persoalan-persoalan kontemporer dan dapat mentransformasikannorma-norma dan nilai-nilai agama ke dalam bingkai keilmuan sebagai cultural force.


[1] Suwantoro,.Aspek-aspek Pidana di Bidang Ekonomi, (Jakarta: Ghalia1990), 20-21
[2]R. Lukman FauroniRekonstruksi Etika Bisnis: Perspektif Al-Qur’an , (Iqtisad Journal Of Islamic Economics Vol. 4, No. 1, 2003), 96
[3] Beekun, Rafiq Issa, Islamic Business Ethict(Virginia: International In- titute ofIslamic Thought1997) dan lihat juga Naqvi, Syed Nawab, 1993. Ethict and Eco- nomics: An Islamic Syntesis,diterjemahkan oleh Husin Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, Bandung: Mizan. 1993), 50
[4] Sri Nawatmi, Etika Bisnis Prespektif Islam, Fokus Ekonomi (FE), April 2010 Vol. 9, No.1, (Semarang Unisversitas Stikubank, 2010) , 54-55
[5] M. Nejatullah Shiddiqi, Muslim Economic Thingking, (Leicester: The Islamic Foundation, 1981), 5
[6] al- Qur’an, 3: 191: 38: 27; 23: 15
[7] Ibid, 6: 142 – 145; 16: 10 – 16
[8] Ibid, 2: 213; 40: 13
[9] Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi..., 204
[10] Ahmad Muflih Syaifuddin, “Perbandingan Sistem Ekonomi Islam dengan Kapitalisme dan Marxisme” dalam Wawasan Islam dan Ekonomi, ed. Mustofa Kamal, (Jakarta: FEUI, 1997), 128
[11] Syed Nawab Naqvi, Ethics and Economics. An Islamic Synthesis, telah diterjemahkan oleh Husin Anis, Etika dan Ilmu Ekonomi. Suatu Sintesis Islami ( Bandung: Mizan,  1993), 50-51. 14 Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics (Virginia: International Institute of Islamic Thought, 1997), 20-23.
[12] QS. al-Hujurat (49): 13.
[13] QS. al-An’am (6): 163.
[14] QS.al-Kahfi(18):46.
[15] al-Qur'an, 2: 30; 6: 165; 38: 28
[16] Ismail Raji al-Faruqi, “Is the Muslim Definable in Term of his Economic Pursuits?” dalam Islamic Perspectives, ed. Khursyid Ahmad M dan Zafar Ishaq Anshari, (London: The Islamic Foundation, tt), 192
[17] Saefuddin dan Marasbessy, Desekularisasi Pemikiran, 87
[18] Ismail Raji al-Faruqi, Tawhid......, 143
[19]Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Vol I, Terj. Soeroyo, Nastangin (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995), 74
[20] Akbar S. Ahmad, Discovering Islam : Making Sence Moslem History and Society, Terj. Nurding Ram dan Ramli Yakub dalam Citra Muslim : Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (Jakarta : Erlangga, 1992), 235
[21] Muslich,Etika Bisnis Islam,......37.
[22] Muhammad dan Lukman Fauroni, Visi al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis,  (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), 13.
[23] QS. al-Baqarah (2):195.
[24] QS. al-Isra (17):35.
[25] QS. al-Furqan (25):67-68,72-73.
[26] Syed Nawab Naqvi, Etika dan Ilmu Ekonomi,....99 dan Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics,..... 24
[27] Muslich, Etika Bisnis Islam,.....42, Lihat juga  QS. An-Nisa (4):85, QS.al-Kahfi (18):29.
[28] QS. al Mudassir (74): 38.
[29] Muslich, Etika bisnis Islam., 43.
[30] Syed Nawab Naqvi, Etika dan Ilmu Ekonomi,...103.
[31]Suyanto, M., Muhammad Business Strategy and Ethics, (Yogyakarta: Andi Offset,2008)

[32]Lukman FauroniRekonstruksi Etika Bisnis: Perspektif Al-Qur’an, (Iqtisad Journal Of Islamic Economics Vol. 4, No. 1, 2003), 104

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Profile

About Me
Dr. Abdurrohman S.Ag. M.EI
Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ilmu Keislaman, Universitas Trunojoyo Madura. . Selengkapnya

Total Pageviews

Recent Posts

Random

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *

Populer

item