MENYSIKAPI BERITA HOAX/BOHONG
Khutbah jumat, 5 Oktober 2018 di Masjid al-Kautar Kamal Bangkalan) Hadirin Sidang Sholat jumat yang dimulyakan Allah Dewasa ini...

https://rohman-utm.blogspot.com/2018/10/menysikapi-berita-hoaxbohong.html
Khutbah jumat, 5 Oktober 2018 di Masjid al-Kautar
Kamal Bangkalan)
Hadirin Sidang Sholat jumat yang dimulyakan Allah
Dewasa ini perkembangan teknologi dan
informasi terus menerus semakin pesat membuat media sosial menjadi pilihan
utama masyarakat dalam berkomunikasi. Media sosial adalah sesuatu yang tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari, dunia seakan akan ada digengaman
tangan.
Dampak kemajuan teknologi ini, sangat kita
rasakan baik posistif maupun negatif. Salah satu diantaranya adalah kebebasan
setiap orang dalam membuat serta menyebarkan sebuah informasi. Terlebih
akhir-akhir ini Indonesia dihadapkan dengan maraknya berita hoax di media
sosial. Hal ini dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk
kepentingan pribadi atau kelompok.
Hadirin Sidang Sholat jumat yang dimulyakan Allah
Kita sering mendengar berita ( dalam bahasa
Arab disebut khabar) yang tidak jelas
asal-usulnya. Kadang dari suatu peristiwa kecil, tetapi dalam pemberitaannya,
peristiwa itu begitu besar atau sebaliknya. Terkadang juga berita itu
menyangkut kehormatan seorang muslim. Bahkan tidak jarang, sebuah rumah tangga
menjadi retak, hanya karena sebuah berita yang belum tentu benar. Bagaimanakah
sikap kita terhadap berita yang bersumber dari orang yang belum kita ketahui
kejujurannya?
Dalam kajian balaghah berita berarti Khabar, sesungguhnya
memang memuat berita baik dan buruk (yahtamilu
al-shidq wa al-kidz) , dan seorang yang menerima khabar hukumnya adalah
Jaiz, artinya boleh percaya dan tidak percaya. Lantas yang menjadi pertanyaan
adalah Kapan khabar itu menjadi benar atau sebaliknya? Jawabanya adalah jika
kabar itu sesuai dengan fakta, maka dipastikan kabar/berita itu adalah benar,
jika tidak sesuai dengan fakta berarti khbar itu adalah bohong.
Allah Ta’ala berfirman,

“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu”. [QS. Al-Hujurat : 6].
Dalam ayat ini, Allah benar-benar melarang hambanya
yang beriman berjalan mengikut desas-desus. Allah menyuruh kaum mukminin
memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka. Tidak semua berita yang
didapat itu benar dan sesuai dengan fakta. Ingatlah, musuh-musuh kita
senantiasa mencari kesempatan untuk menguasai. Maka wajib atas kita untuk
selalu waspada, hingga kita bisa mengetahui orang yang hendak menebarkan berita
yang tidak benar.
Jika Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ
فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti”
Maksudnya, janganlah kalian menerima (begitu
saja) berita dari orang fasik, sampai kalian mengadakan pemeriksaan, penelitian
dan mendapatkan bukti kebenaran berita itu.
(Dalam ayat ini) Allah memberitahukan, bahwa
orang-orang fasik itu pada dasarnya (jika berbicara) dia dusta, akan tetapi
kadang ia juga benar. Karenanya, berita yang disampaikan tidak boleh diterima
dan juga tidak ditolak begitu saja, kecuali setelah diteliti. Jika benar sesuai
dengan bukti, maka diterima dan jika tidak, maka ditolak.
Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan illat
(sebab) perintah untuk meneliti dan larangan untuk mengikuti berita-berita
tersebut dengan lanjutan firman-Nya,
أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
“Agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya”.
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” [QS. Al-Hujurat : 6]
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Sungguh, betapa semua kaum muslimin memerlukan
ayat ini, untuk mereka baca, renungi, lalu beradab dengan adab yang ada
padanya. Betapa banyak fitnah yang terjadi akibat berita bohong yang disebarkan
orang fasiq yang jahat! Betapa banyak darah yang tertumpah, jiwa yang terbunuh,
harta yang terampas, kehormatan yang terkoyakkan, akibat berita yang tidak
benar! Berita yang dibuat oleh para musuh Islam dan musuh umat ini. Dengan
berita itu, mereka hendak menghancurkan persatuan umat ini, mencabik-cabiknya
dan mengobarkan api permusuhan diantara umat Islam.
Betapa banyak dua saudara berpisah disebabkan
berita bohong! Betapa banyak suami-istri berpisah karena berita yang tidak
benar! Betapa banyak kabilah-kabilah, dan kelompok-kelompok saling memerangi,
karena terpicu berita bohong!
Wajib atas kaum muslimin untuk waspada dan
mewaspadai musuh-musuh mereka. Dan hendaklah kaum muslimin mengetahui, bahwa
para musuh mereka tidak pernah tidur (tidak pernah berhenti) membuat rencana
dan tipu daya terhadap kaum muslimin. Maka wajiblah atas mereka untuk
senantiasa waspada, sehingga bisa mengetahui sumber kebencian, dan bagaimana
rasa saling bermusuhan dikobarkan oleh para musuh.
Sesungguhnya keberadaan orang-orang munafiq di
tengah kaum muslimin dapat menimbulkan bahaya yang sangat besar. Akan tetapi
yang lebih berbahaya, ialah keberadaan orang-orang mukmin berhati baik yang
selalu menerima berita yang dibawakan orang-orang munafiq. Mereka membuka
telinga lebar-lebar mendengarkan semua ucapan orang munafiq, lalu mereka
berkata dan bertindak sesuai berita itu. Mereka tidak peduli dengan bencana
yang ditimpakan kepada kaum muslimin akibat mengekor orang munafiq.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Al Qur’an telah mencatatkan buat kita satu
bencana yang pernah menimpa kaum muslimin, akibat dari sebagian kaum muslimin
yang mengekor kepada orang-orang munafiq yang dengki, sehingga bisa mengambil
pelajaran dari pengalaman orang-orang sebelum kita.
Dalam Lintasan Sejarah Islam, Hoax pernah
terjadi dalam banyak peristiwa, antara lain:
1. Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam
dan keluarganya pernah menjadi korban hoax, ketika istri beliau, Aisyah
Radliyallahu ‘anha, dituduh selingkuh, dan beritanya menjadi ‘viral’ di
Madinah. Peristiwa itu dalam sejarah dinamakan hadits al-Ifki (berita dusta). Berita
bohong ini menimpa istri Rasulullah Shallalahu Alaihi Wasallam ‘Aisyah
Radliyallahu Anha. Ummul Mu’minin, setelah perang dengan Bani Mushtaliq pada
bulan Sya’ban 5 H. Peperangan ini diikuti kaum munafik, dan turut pula ‘Aisyah
dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. Dalam
perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat.
‘Aisyah keluar dari sekedupnya (tempat duduk dari kayu biasa dipakaikan unta) tempatnya
untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang,
lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan
persangkaan bahwa ‘Aisyah masih ada dalam sekedup. Setelah ‘Aisyah mengetahui,
sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya dan mengharapkan sekedup itu
akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat Nabi,
Shafwan bin Mu’aththal,
diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan:
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,
isteri Rasul!” ‘Aisyah terbangun. Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan
mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di
Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat
masing-masing. Mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik
membesarkannya, maka fitnahan atas ‘Aisyah Radliyallahu Anha. itu pun bertambah
luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum Muslimin.
Akhirnya Allah Ta’ala mengklarifikasi berita
itu, dengan menurunkan firman-Nya dalam Al-Quran Surat Al-Nur,


“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita
bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita
bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang
dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam
penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu
mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka
baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah
suatu berita bohong yang nyata.” (QS. An-Nuur : 11-12)
2.
Khalifah Utsman bin Affan tewas ditikam seorang penghafal Al-Quran yang
termakan hoax (fitnah) bahwa sang khalifah melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Peristiwa penikaman ini terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun 35
H./656 M. Nama pelakunya Al-Ghafiqi.
3. Khalifah Ali bin Abi Thalib dibunuh
Abdurrahman bin Muljam seorang Khawarij, yang memfitnahnya sebagai penista
hukum Al-Quran karena ingin damai dengan Muawiyah bin Abi Sufyan, mereka
menuduh beliau telah meninggalkan hukum Allah.
Dan di era demokrasi sekarang ini, banyaknya
hoax di medsos, mengancam pilar persatuan dan kerukunan umat islam dan
masyarakat Indonesia khususnya. Bahkan The Arab Spring; الثورات العربية, demo,
perang saudara, dan pertumpahan darah yang berujung tumbangnya beberapa negara
di kawasan Timur Tengah, adalah (diduga) akibat virus hoax yang disebarkan
melalui medsos.
Hadirin
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Pada dasarnya ucapan itu diterima dengan
telinga, bukan dengan lisan. Akan tetapi Allah ungkapkan tentang cepatnya
berita itu tersebar di tengah masyarakat. Seakan-akan kata-kata itu keluar dari
mulut ke mulut tanpa melalui telinga, dilanjutkan ke hati yang memikirkan apa
yang didengar, selanjutnya memutuskan boleh atau tidak berita itu disebar
luaskan. Allah Ta’ala berfirman,

““(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita
bohong itu dari mulut ke mulut dan
Kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar”. [QS. An-Nur : 15].
Kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar”. [QS. An-Nur : 15].
Allah mendidik kaum mukminin dengan adab ini.
Mengajarkan kepada mereka cara menghadapi berita serta cara memberantasnya,
sehingga tidak tersebar di masyarakat. Setelah itu Allah mengingatkan kaum
mukminin, agar tidak membicarakan sesuatu yang tidak mereka diketahui. Allah
juga mengingatkan mereka, agar tidak mengekor kepada para pendusta penebar
berita bohong.

“Cukuplah
seseorang dikatakan pendusta tatkala menceritakan semua yang ia dengarkan
(tanpa tabayun/klarifikasi).” (HR. Muslim).
Hadirin
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Majelis Ulama Indonesia atau MUI telah merilis
fatwa tentang haramnya menyebar berita hoax. Hukum haram ini terdapat pada
Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui
Media Sosial.
Memproduksi, menyebar dan atau membuat dapat
diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib,
bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada
orang lain dan atau khalayak hukumnya haram, demikian salah satu poin dari
Fatwa MUI.
Jadi, apabila kita menerima berita atau konten
di media sosial hendaklah kita teliti dahulu jangan langsung percaya apalagi
mengshare kemana-mana. Karena bila kita tidak teliti terhadap hoax, maka kita
bisa jadi salah satu penyebar dosa kebohongan. Cerdaslah dalam bermedia sosial
dan semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita ke jalan yang diridhoi-Nya.
Aamiin
Khutbah Kedua