KEBOHONGAN YANG DIPERBOLEHKAN
Beberapa hari terakhir ini public dikejutkan dengan berita “ Kebohongan Ratna Sirompet” publikpun dibuat terkesima, benarkah figure yang ...

https://rohman-utm.blogspot.com/2018/10/kebohongan-yang-diperbolehkan.html
Beberapa hari terakhir ini public dikejutkan dengan berita “ Kebohongan Ratna Sirompet” publikpun dibuat terkesima, benarkah figure
yang dianggap getol memperjuangan keadilan dan kebenaran, benar-benar bohong?
Tulisan ini tidak bermaksud untuk men-just sebuah kebohongan…Kita serahkan saja
kepada yang berwajib, bagaimana dibuktikan.
Mumpung sedang hangat membicarakan kebohongan,
menarik untuk dicermati sekaligus sebagai wawasan keislaman, bahwa ternyata ada
“ Kebohongan yang diperbolehkan”
Para ahli fiqih menetapkan bahwa hukum asal dari
berbohong itu adalah haram, tetapi
pada kasus-kasus tertentu ada dalil yang memperbolehkan untuk berbohong.
Hadits-hadits shahih pengecualian bolehnya
berbohong pada kasus-kasus tertentu
أَنَّ أُمَّهُ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عُقْبَةَ
بْنِ أَبِى مُعَيْطٍ وَكَانَتْ مِنَ الْمُهَاجِرَاتِ الأُوَلِ اللاَّتِى بَايَعْنَ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ يَقُولُ « لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِى يُصْلِحُ
بَيْنَ النَّاسِ وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِى خَيْرًا ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ
وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِى شَىْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلاَّ فِى
ثَلاَثٍ الْحَرْبُ وَالإِصْلاَحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ
وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا.
Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin ‘Abi Mu’aythin, ia di antara para
wanita yang berhijrah pertama kali yang telah membaiat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Ia mengabarkan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak disebut pembohong jika bertujuan untuk mendamaikan dia
antara pihak yang berselisih di mana ia berkata yang baik atau mengatakan yang
baik (demi mendamaikan pihak yang berselisih, -pen).”
Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi
keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih,
dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk
membawa kebaikan rumah tangga).” (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605,
lafazh Muslim).
Dari hadis diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga
kebohongan yang diperbolehkan:
Pertama : Kebohongan
dalam peperangan
Perang
dijalan Allah sangat banyak terjadi dalam sejarah Islam, baik pada masa
Rasulullah maupun setelah beliau wafat. Dalam peperangan pasti memerlukan
siasat perang, dan dalam siasat perang harus memiliki banyak kebohongan.
Misalnya: mengatakan bahwa jumlah tentara 300.000 orang padahal
sebenarnya cuma 100.000 orang, agar musuh mulai gentar dan ragu.
Kedua : Kebohongan untuk
menyatukan dua orang yang bertikai
Kita
diperbolehkan berbohong dengan maksud menyatukan dua orang yang bertikai (atau
bermusuhan). Contohnya, Si A dan si B sudah lama tidak bercakapan oleh karena
sesuatu hal. Si C bermaksud mendamaikan keduanya. Si C mendatangi si A dan
mengatakan, “Hai, A, sebenarnya si A itu kepingin sekali berteman dengan kamu,
namun ia segan” (padahal si B tidak pernah berkata seperti itu). Kemudian ia
mendatangi si B dan mengatakan, “Hai, B, si A itu sudah sejak dua tahun yang
lalu ingin berbaikan denganmu, ia merasa ibadahnya kurang mustajab kalo masih
bermusuhan sama kamu” (padahal si A tak pernah mengatakan seperti itu. Tapi
karena maksudnya baik, kebohongan seperti ini diperbolehkan dalam Islam
Ketiga. Kebohongan antara suami dan istri
Kebohongan
ketiga yang diperbolahkan dalam Islam biasa dilakukan dalam rumah tangga antara
suami dan istri. Namun kebohongan ini bertujuan untuk menjaga keutuhan rumah
tangga. Contohnya adalah, suatu saat istri yang telah berumur 60 tahun datang
kepada suami, dan berkata, “Bang, masih cantikkah aku?”. Si suami menjawab iya,
“kamulah paling cantik di dunia ini, awet muda”. Dalam hal ini si suami pasti
berbohong, karena tidak mungkin usia 60 masih cantik. Dulu kala masih muda
selalu harum minyak kesturi, sekarang selalu harum balsem….
Namun
demi keutuhan rumah tangga, kebohongan seperti itu sangat dianjurkan. Contoh
kedua adalah, tidak perlu menceritakan masa lalu kepada suami atau istri.
Misalnya, jika suami suatu waktu bertanya, “Pernah gak kamu pacaran (mohon maaf
bagi yang pacaran dan tidak dianjurkan) sebelum kita menikah dulu?” dianjurkan
menjawab tidak, karena kalau di jawab ya, pasti akan muncul
pertanyaan-pertanyaan berikutnya, siapa, kapan dimana… dst.
Demikian
juga sebaliknya jika istri bertanya pada suami. Jadi lebih baik sedikit
berdusta, demi menjaga keutuhan pernikahan dan agar tidak terjadi cekcok,
mungkin seperti ungkapan Pak Habibi kali ya:
“Masa
lalu mu adalah milikmu
Masa
lalu ku adalah milikku
Masa
depan adalah milik kita”
Wallahu
a’lam, Astagfirullah, Mohon maaf apabila ada kesalahan ( amans_utm)