rohmans

UTM, GARAM DAN SUNAH RASULULLAH – Tulisan keempat

( GARAM DAN INDAHNYA PERSAHABATAN) Terimakasih atas respon kawan-kawan dosen dan mahasisiwa termasuk bapak rektor Universitas Trunojo...

( GARAM DAN INDAHNYA PERSAHABATAN)
Hasil gambar untuk garam persahabatan

Terimakasih atas respon kawan-kawan dosen dan mahasisiwa termasuk bapak rektor Universitas Trunojoyo Madura pada tulisan 1-3 tentang GARAM. Tulisan kali ini  berjudul “GARAM dan Indahnya Persahabatan” tentunya masih tetap menggali lebih dalam lagi makna filosofi GARAM.

Selain Garam merupakan salah satu zat dasar terpenting bagi organisme. Bagi manusia, garam, “bukan hanya merangsang selera, tetapi juga kebutuhan biologis. Bahkan tanpa garam terasa hambar ( baca tulisan sebelumnya)
Seringkali garam dijadikan lambang kesetiaan, keabadian, dan persahabatan. Orang Ibrani kuno –diikuti orang-orang Yahudi hingga kini– menganggap garam sebagai simbol sifat kekal perjanjian Allah dengan bangsa Israel. Taurat, Kitab Bilangan, menulis, “Ini adalah perjanjian garam selamanya, di hadapan Tuhan.” Lalu dalam Chronicles, “Tuhan Allah Israel memberi kerajaan Israel kepada Daud selamanya, bahkan untuk dia, dan anak-anaknya, dengan sebuah perjanjian garam.” Plato mengibaratkannya sebagai “zat utama yang mewakili rasa sayang kepada dewa”, sementara Homerus menyebutnya “zat Ilahiah.” Pasukan India menyatakan janji setianya kepada Inggris juga dengan garam.
Kristen mengidentikkan garam dengan kebenaran dan kebijaksanaan. Gereja Katolik tak hanya membagi-bagikan air suci tapi juga garam suci, Sal Sapientia (Garam Kebijaksanaan).
Di banyak peradaban kuno, garam dijadikan alat tukar/uang. Para serdadu ataupun pekerja diupah dengan garam. Saking berharganya, di Karibia garam ditimbun di bawah tanah rumah-rumah pedagang. Adam Smith dalam The Wealth of Nations (1776), juga menyinggung hal ini. “Selama ribuan tahun, garam mewakili kekayaan,”
Lantas bagaimana GARAM bisa dijadikan simbol persahabatan ? Setidaknya ada sejumlah hadis berikut ini yang bisa diajdikan referensi yaitu :

مثلُ أصحابي مثلُ الملح في الطعام، لا يصلحُ الطعامُ إلاَّ به

“Perumpamaan sahabatku adalah seperti garam dalam makanan. Tidak akan elok makanan itu kecuali dengannya.”

Dalam lafadz yang lain:

إِنَّ مَثَلَ أَصْحَابِي فِي أُمَّتِي كَالْمِلْحِ فِي الطَّعَامِ، لَا يَصْلُحُ الطَّعَامُ إِلَّا بِالْمِلْحِ

“Sesungguhnya perumpamaan sahabatku di kalangan umatku adalah seperti garam dalam makanan. Tidak akan elok makanan itu kecuali dengannya.”

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnad (6698) dan Abu Ya’la dalam Musnad (2762), Ibnu al-Mubarak dalam al-Zuhd (572), al-Ajuri dalam al-Syari’ah (1157), al-Qudha’ie dalamMusnad al-Syihab (1347), Ibnu Abd al-Barr dalam al-Isti’ab (1/16) dan al-Baghawi dalamSyarh al-Sunnah (3863) daripada Anas secara marfu’.

Sedang Penilaian hadis adalah sebagai berikut

a. Al-Haithami dalam Majma’ al-Zawaid (10/18): “Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan al-Bazzar. Dalam sanadnya terdapat Isma’il bin Muslim, dia adalah daif.”

b. Ahmad al-Ghumari dalam Fath al-Wahhab (2/335): “Ismail bersendirian meriwayatkannya daripada al-Hasan dan dia adalah daif.”

c. AL-Busiri dalam Ithaf al-Khairah al-Maharah (7/341): “Dan baginya sokongan (syahid) daripada hadis[2] Samurah bin Jundub yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Thabrani.”

سَتُوشِكُونَ أَنْ تَكُونُوا فِي النَّاسِ كَالْمِلْحِ فِي الطَّعَامِ، وَلَا يَصْلُحُ الطَّعَامُ إلَّا بِالْمِلْحِ

“Sudah hampir masanya kamu (sahabat) akan diperlukan oleh orang ramai sebagaimana garam diperlukan dalam makanan dan tidak akan elok makan itu kecuali dengan garam.”

Dalam lafaz yang lain:

إنكم توشكون أن تكونوا في الناس كالملح في الطعام، ولا يصلحُ الطعامُ إلاَّ بالملح

“Sesungguhnya sudah hampir masanya kamu (sahabat) akan diperlukan oleh orang ramai sebagaimana garam diperlukan dalam makanan dan tidak akan elok makan itu kecuali dengan garam.”

Dalam lafaz yang lain:

يُوشِكُ أَنْ تَكُونُوا فِي النَّاسِ كَالْمِلْحِ فِي الطَّعَامِ، لَا يَصْلُحُ الطَّعَامُ إِلَّا بِالْمِلْحِ

Terjemahan

“Sudah hampir masanya kamu (sahabat) akan diperlukan oleh orang ramai sebagaimana garam diperlukan dalam makanan dan tidak akan baik  makan itu kecuali dengan garam.”

Hadis ini diriwayatkan al-Bazzar dalam Musnad (4630) dan al-Thabarani dalam Mu’jam al-Kabir(7/323) daripada Samurah bin Jundub secara marfu’. Sedang penilaian hadis adalah  Al-Haithami dalam Majma’ al-Zawaid (10/18): “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Thabarani dan sanad al-Thabarani hasan.”

Sealipun redaksi bahasa berbeda, namun secara subtantif hadis tersebut diatas memiliki makna yang sama yaitu pentingnya persahatan dalam kehidupan. Maka tak salah kalau Bung Hatta pernah bilang
"...supaya memakai ilmu garam: terasa tapi tidak kelihatan. Bukanya ilmu gincu, kelihatan tapi tak terasa!"
Artinya  gagasan Bung Hatta ini sangat jelas, tujuannya mendidik umat Islam agar pandai-pandai membawakan diri jika  ingin memperjuangkan ajaran Islam di Indonesia,  yaitu bagaimana merekatkan hubungan Islam dan keindonesiaan., terlebih pada kondisi hari ini, ummat Islam sedang diuji di bumi nusantara ini. Jika ummat Islam tidak mau hancur  harus menjaga persatuan dan kesatuan agar tidak terpecah belah. Wallahu a’lam bi al-showab ( Abdur Rohman, FKIS UTM)

>>>>>>>Berlanjut pada tulisan kelima..Insya Allah


Related

Artikel 2679926382516424062

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Profile

About Me
Dr. Abdurrohman S.Ag. M.EI
Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ilmu Keislaman, Universitas Trunojoyo Madura. . Selengkapnya

Total Pageviews

Recent Posts

Random

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *

Populer

item