KAIFA TAKUN THALIB Al-JAMI'AH Tulisan Kedua
MENJAGA SEMANGAT MAHASISWA BARU ( Upaya Integritas Nilai-NIlai Keislaman pada pribadi MABA) Salam semangat wahai mahasiswa baru...
https://rohman-utm.blogspot.com/2017/08/menjaga-semangat-mahasiswa-baru.html
MENJAGA SEMANGAT MAHASISWA BARU
(Upaya Integritas Nilai-NIlai Keislaman pada pribadi MABA)
(Upaya Integritas Nilai-NIlai Keislaman pada pribadi MABA)
Salam semangat wahai mahasiswa baru Universitas
Trunojoyo Madura 2017..Pada kesempatan kali ini, saya mencoba menghadirkan
sebuah hadis, agar mahasiswa baru senantiasa memiliki dan menjaga semangat
dalam menjejak jalan di dunia kampus, dengan mengedapankan nilai-nilai ke
Islaman. Berikut sebuah dari Abu Hurairah, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ
إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا
يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ
تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ
وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki
kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah
pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka
janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan
tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang
telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat
membuka pintu syaithon.”
(HR. Muslim)
Ada sejumlah pelajaran berharga dapat dipetik dari hadits ini, untuk
dijadikan bekal kehidupan yang sedang anda jalani :
Mukmin yang Kuat
Lebih Baik daripada Mukmin yang Lemah
Mukimin yang kuat di sini bukanlah yang dimaksudkan adalah mukmin yang
kekar badannya, perkasa dan sehat. Semacam ini yang sering dipahami sebagian
orang tatkala mendengar hadits ini.
Yang dimaksud dengan mukmin yang kuat di
sini adalah mukmin yang kuat imannya. Bukan
yang dimaksudkan dengan kuat di sini adalah mukmin yang kuat badannya. Karena
kuatnya badan biasanya akan menimbulkan bahaya jika kekuatan tersebut digunakan
dalam hal maksiat. Namun pada asalnya, kuat badan tidak mesti terpuji dan juga
tidak mesti tercela. Jika kekuatan tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat
untuk urusan dunia dan akhirat, maka pada saat ini terpuji. Namun jika
sebaliknya, digunakan dalam perbuatan maksiat kepada Allah, maka pada saat
inilah tercela.
Yang dimaksud dengan kuatnya iman di sini
adalah seseorang mampu melaksanakan kewajiban dan dia menyempurnakannya pula
dengan amalan sunnah. Sedangkan seorang mukmin yang lemah imannya
kadangkala tidak melaksanakan kewajiban dan enggan meninggalkan yang
haram. Orang seperti inilah yang memiliki kekurangan.
Bersemangat
berorientasi manfaat
Inilah wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada umatnya. Wasiat beliau ini adalah perintah untuk bersemangat
dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat. Lawan dari hal ini adalah melakukan
hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya (dhoror), juga
melakukan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat atau pun bahaya.
Karena yang namanya perbuatan itu ada tiga
macam: [1] perbuatan yang mendatangkan manfaat, [2] perbuatan yang menimbulkan
bahaya, dan [3] perbuatan yang tidak mendatangkan manfaat maupun bahaya.
Sedangkan yang diperintahkan adalah melakukan macam yang pertama yaitu hal yang
bermanfaat. Sedang hal yang manfaat dalam agama kembali pada dua perkara
yaitu ilmu nafi’ (yang bermanfaat) dan amalan sholeh.
Dahulukanlah
Maslahat Agama
Hadits ini begitu baik untuk direnungkan
oleh setiap insan, bahkan hadits ini bisa dijadikan pelita baginya dalam
melakukan amalan dalam masalah agama maupun dunianya. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan, “Bersemangatlah kamu dalam melakukan hal yang
bermanfaat bagimu”. Perkataan beliau ini mencakup segala sesuatu
yang bermanfaat baik dalam masalah agama maupun
dunia. Namun, apabila maslahat dunia dan agama itu bertabrakan, yang
lebih didahulukan adalah maslahat agama. Karena jika maslahat agama tercapai,
maka dunia pun akan diperoleh. Adapun jika maslahat dunia tercapai, namun agama
malah menjadi rusak, maka nantinya maslahat tersebut akan sirna.
Semoga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut bisa menjadi
renungan bagi kita semua.
مَنْ
كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ
شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا
هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ
وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ
“Barangsiapa
yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan
kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai,
dunia pun akan dia peroleh dan tunduk padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah
untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa
cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali
yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Perlu Ada Skala
Prioritas: Dahulukan Yang Memiliki Manfaat Lebih
Hadits ini juga menunjukkan bahwa jika bertentangan antara dua hal yang
sama-sama manfaat, maka pilihlah perkata yang memiliki nilai manfaat yang
lebih.
Misalnya adalah jika kita ingin bersilaturahmi dan kita punya dua pilihan
yaitu bersilaturahmi ke saudara kandung dan paman. Keduanya sama-sama mendesak
pada saat itu dan tidak mungkin kita berkunjung ke tempat keduanya sekaligus.
Dari penjelasan di atas, kita haruslah mendahulukan silaturahmi kepada saudara
kandung daripada paman karena berkunjung ke tempatnya tentu lebih utama dan
lebih mendatangkan manfaat.
Begitu pula jika di dekat rumah kita ada dua masjid, yang jaraknya hampir
sama. Akan tetapi salah satu dari dua masjid tersebut memiliki jama’ah lebih
banyak. Dalam kondisi semacam ini, lebih utama shalat di masjid yang lebih
banyak jama’ahnya.
Jadi
ingatlah baik-baik kaedah yang sangat bermanfaat ini: Jika bertentangan dua hal
yang sama-sama bermanfaat, yang satu memiliki nilai lebih dari yang lainnya,
maka kita mendahulukan yang memiliki nilai lebih tersebut.
Namun
sebaliknya, jika seseorang terpaksa harus melakukan hal yang terlarang dan dia
punya dua pilihan. Di antara dua pilihan tersebut ada yang lebih berbahaya.
Dalam kondisi semacam ini, dia harus memilih larangan yang lebih ringan.
Jadi,
jika ada beberapa perkara yang terlarang dan kita harus menerjanginya, maka
pilihlah yang paling ringan. Namun dalam beberapa perkara yang diperintahkan
dan kita harus memilih salah satu, maka pilihlah yang paling bermanfaat.
Jangan Lupa
Meminta Pertolongan pada Allah
Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kita untuk semangat
dalam melakukan hal yang bermanfaat, kemudian beliau menyampaikan wasiat pula
agar kita jangan sampai lupa minta pertolongan pada Allah Yang Berada di atas
sana.
Seorang yang berakal dan cerdas pasti akan melakukan hal yang bermanfaat
dan akan memilih melakukan yang lebih manfaat. Namun terkadang hati ini
berubah, sampai-sampai kita bersandar pada diri sendiri dan lupa meminta tolong
pada Allah ‘azza wa jalla. Inilah yang terjadi
pada kebanyakan orang, mungkin juga kita. Kita terkadang merasa takjub dengan
diri sendiri, seraya dalam benak hati ini mengatakan: Saya pasti bisa menyelesaikannya sendiri. Dalam
kondisi ini, Rabb tempat kita bergantung dan tempat kita memohon segala macam
hajat, posisi-Nya terpinggirkan. Ketika kita sudah bersemangat dalam melakukan
suatu amalan sholeh dan yang bermanfaat, terkadang kita terlena dengan
kemampuan kita sendiri, merasa takjub dan lupa meminta tolong pada Rabb kita.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada
kita: Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu dan minta
tolonglah pada Allah. Maksudnya adalah janganlah kita melupakan
meminta tolong pada-Nya walaupun itu adalah dalam perkara yang sepele.
Misalnya dalam hadits:
لِيَسْأَلْ
أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى يَسْأَلَ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا
انْقَطَعَ
“Hendaklah salah seorang di antara kalian meminta seluruh hajatnya
pada Rabbnya, walaupun itu adalah meminta dalam hal tali sendal yang terputus.”
(Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya. Husain Salim Asad mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih berdasarkan
syarat Muslim). Yaitu mintalah pada Allah walaupun dalam perkara sepele
sekalipun, jangan sampai engkau melupakan-Nya. Misalnya: ketika engkau ingin
berwudhu atau melaksanakan shalat, bergerak ke kanan dan ke kiri, atau mungkin
ingin meletakkan sesuatu, maka pada saat itu jangan lupa untuk meminta tolong
pada Allah. Karena seandainya tanpa pertolongan-Nya, niscaya sedikit pun tidak
akan engkau raih.
Teruslah Melakukan
Suatu Amalan Hingga Usai
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lagi: Wa laa ta’jiz, yakni janganlah engkau lemah.
Yang dimaksudkan di sini adalah hendaknya seseorang terus melakukan amalan
tersebut hingga selesai, janganlah menunda-nundanya, dan janganlah biarkan
pekerjaan terlalaikan begitu saja. Janganlah mengatakan bahwa waktu masih
panjang. Selama engkau bertekad melakukan sesuatu, yakin bahwa yang dilakukan
bermanfaat, lalu engkau meminta pertolongan pada Allah, maka janganlah
menunda-nunda melakukannya.
Betapa banyak kita lihat para penuntut ilmu dalam mengkaji agamanya, dia
semangat mempelajari satu kitab. Setelah seminggu atau sebulan, dia pun
berpindah mempelajari kitab lainnya, padahal kitab yang pertama tadi belum
dipelajari hingga usai. Dia mungkin telah melakukan yang bermanfaat dan meminta
pertolongan pada Allah, akan tetapi dia begitu ‘ajz (lemah).
Apa ‘ajz-nya (lemahnya)? Yaitu dia tidak mampu ajeg dalam
mempelajari kitab hingga usai. Karena makna dari hadits: “Janganlah engkau lemah” adalah: Janganlah engkau
meninggalkan amalan. Namun setelah engkau tahu bahwa perkara tersebut bermanfaat,
hendaklah engkau terus melakukannya hingga usai.
Perbuatan seperti yang dilakukan di atas cuma berpindah dari satu kitab ke
kitab lain, namun tidak mendapatkan faedah apa-apa dan hanya menyia-nyiakan
waktu semata.
-bersambung insya Allah, pada posting: Jangan Berkata Seandainya …–