DIMENSI RUH AL- TARBAWI YANG SEMAKIN TERTINGGALKAN
Oleh : Dr.Abdur Rohman.S,Ag.MEI ( Wakil Dekan III Fakultas Keislaman Universitas Trunojoyo Madaura) Fenomena Pendidkan ...

https://rohman-utm.blogspot.com/2017/04/dimensi-ruh-al-tarbawi-yang-semakin.html

Oleh : Dr.Abdur Rohman.S,Ag.MEI
( Wakil Dekan III Fakultas Keislaman Universitas Trunojoyo Madaura)
Fenomena Pendidkan
Esensi
dari sebuah lembaga pendidikan sesungguhnya adalah bagaimana dapat merasakan ‘nyawa’ pendidikan
(roh tarbawi), dan menuangkannya dalam sebuah visi dan misi lembaga serta
diaplikasikan dalam menjalankan program kerja pendidikan,” karena Roh tarbawi (roh pendidikan) merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan kehidupan manusia. Dalam alur dan proses kehidupan manusia,
tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah mewarnai jalan panjang kehidupan
manusia dari awal hingga akhir. Pendidikan menjadi pengawal sejati dan menjadi
kebutuhan asasi manusia. Pendidikan merupakan proses yang dengannya manusia
bisa ber-evolusi dari buta sama sekali menjadi bisa melihat, menilai dan
menjadi yang terbaik.
Ada fenomena cukup memprihatinkan dewasa ini, dimana
sistem pendidikan secara universal semakin lama semakin jauh dari subtansti
tujuan pendidikan itu sendiri. Lembaga pendidikan memang marak ada dimana-mana,
namun mereka jarang membawa misi pendidikan itu sendiri. Ironis memang, bahwa
arti pendidikan ( tarbiyah) sudah
mengalami distorsi dari makna yang sebenarnya. Anak didik disodori konsep-konsep
pendidikan yang jauh dari semboyan dan dasar pendidikan itu sendiri. Jangan
terkejut jika nanti akan banyak dihasilkan anak-anak cerdas dan pandai akan
tetapi tidak memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan masyarakat, karena
yang kemudian akan tercipta robot-robot hidup, mereka cerdas dan pintar akan
tetapi tidak akan memiliki jiwa sosial dengan moralitas yang rendah. Karena
pintar hasil dari indoktrinasi dari sebuah konsep. Bukan cerdas karena
pengembangan dan penggalian bakat yang didasarkan pada budi pekerti dan
kedalaman nurani dari setiap anak didik.
Disisi lain, berbagai wacana dan konsep dari banyak pihak yang notabene menjadi kontribusi dalam membangun kualitas pendidikan. Seminar, lokakarya serta studi banding tentang pendidikan tak henti-hentinya dilakukan oleh semua elemen dan strata pendidikan. Akan tetapi seringkali kegiatan dan wacana yang baik itu masih saja berhenti sebatas kegiatan rutin sekadar melaksanakan jadwal yang jauh hari telah diagendakan, bahkan ada kesan program penghabisan dana ( nauzubillah). Prilaku pendidik dengan segala macam oragansinya, tanpa didasari telah mewarnai anak didik, tidak sedikit guru atau dosen terjebak pada prilaku amoral yang benar-benar mencoreng dunia pendidikan.
Disisi lain, berbagai wacana dan konsep dari banyak pihak yang notabene menjadi kontribusi dalam membangun kualitas pendidikan. Seminar, lokakarya serta studi banding tentang pendidikan tak henti-hentinya dilakukan oleh semua elemen dan strata pendidikan. Akan tetapi seringkali kegiatan dan wacana yang baik itu masih saja berhenti sebatas kegiatan rutin sekadar melaksanakan jadwal yang jauh hari telah diagendakan, bahkan ada kesan program penghabisan dana ( nauzubillah). Prilaku pendidik dengan segala macam oragansinya, tanpa didasari telah mewarnai anak didik, tidak sedikit guru atau dosen terjebak pada prilaku amoral yang benar-benar mencoreng dunia pendidikan.
Betul
apa yang disindir alm KH. Hasyim Muzadi, memberikan analogi yang sebenarnya
tanparan bagi dunia pendidikan dikatakan nilai agamanya mendapatkan nilai 8
tetapi sholat subuhnya jam 8 pagi. Hal ini mencerminkan apa yang mereka peroleh
dibangku sekolah sering kali hanya menjadi normatif tanpa ada dalam realitas
hidup. Oleh karenanya, pendidikan harus merubah perilaku dan pemahaman realitas
kehidupan bukan pengetahuan yang sifatnya normatif. Artinya dunia pendidikan
sudah mulai kehilangan roh-nya.
Mengapa bisa terjadi?
Banyak hal bisa
dijadikan alasan untuk segudang masalah ini. Paling tidak ada 3 faktor mengapa
hal demikian bisa terjadi yaitu; Gaji Guru/dosen, SDM, dan sistem pendidikan.
Untuk yang pertama sudah menjadi alasan klasik bahwa gaji guru/dosen sangat
rendah. Uang bulanan yang didapatnya tidaklah mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan selama sebulan. Sehingga wajar kalau muncul sejumlah istilah seorang guru wajib punya hutang, SK
wajib Sekolah, Gaji yang tergadaikan, Hal ini terjadi karena pengeluaran tidak
sebanding dengan pemasukan. Sudah saatnya pemerintah memperhatikan ini,
sekalipun beberapa tahun terakhir ini sudah banyak yang dilakukan oleh
pemerintah, hanya saja masih belum cukup untuk mengatakan mensejahterakan.
Kedua
adalah faktor SDM. Guru / dosen masih banyak yang memahami makna mengajar ( Ta’lim) dan mendidik (Tarbiyah), sebagian mereka menyamakan makna keduanya.
Padahal jelas berbeda, mereka terjebak pada makna mengajar sehingga belum
menyentuh makna pendidik. Dikatakan bahwa seorang guru adalah mengajar itu ya
benar tapi jiwa pendidik juga harus mampu mereka bawah. Guru harus mampu
merubah karakter siswa dari buruk menjadi baik sesuai dengan norma yang berlaku
dimasyarakat, guru harus mampu menjadi teman diskusi dengan siswa, guru harus
mampu membuat siswa memahami realitas kehidupan, guru harus mampu menanamkan
moral agar bangsa kita ini tetap utuh dan tidak kehilangan martabat. Dan inilah
sejatinya Pendidikan (Tarbiyah)..inna tarbiyata ausa’u daairatan min ta’lim”
Sungguh makna pendidikan lebih dalam dari pada sekedar mengajar”
Ketiga
sistem pendidikan kita selama ini, masih seringkali menerapkan peran ganda.
Pemerintah menuntut untuk memiliki standar lulusan yang sama dari Sabang sampai
Karaoke akan tetapi kuantitas dan kualitas sarana prasarana dan pendukung
lainnya belum terstandarkan. Jelas hal ini menarik dan mengajak para pelaku
pendidikan untuk melakukan kecurangan-kecurangan demi tercapainya standar yang
ditetapkan pemerintah.
Mengembalikan ruh tarbawi
Menjadi keniscayaan
bagi dosen dan guru untuk mereformasi
diri ( wal tandzur ma qaddamat lighod)
intropeksi diri untuk menjadi pendidik yang lebih baik. Filosofi pendidikan
harus dpahami secara kaffah, dengan
mengedapankan ruh tarbawi dalam berbagai aspek, yaitu mengembalikan pendidikan
pada ruhnya semula yaitu pendidikan watak. Moralitas sebagai ruh pendidikan,
pemahaman kebudayaan, budi pekerti, pikiran, dan perkembangan jiwa anak. Bukan
menjadikan pendidikan sebagai lembaga kursus yang mengajarkan
keterampilan-keterampilan untuk kepentingan industri tertentu atau
negara-negara maju.
Dalam upaya mengembalikan Ruh tarbawi, selain diperlukan
nilai-nailai agama sebagai landasan utama, mempertahankan nilai-nilai
tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti nilai
kesederhanaan, kejujuran dan kewajiban untuk mematuhi norma-norma yang berlaku,
jiwa semangat berkorban, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, rela berbagi dan
sebagainya. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk mengembangkan wawasan
anak terhadap nilai, sosial dan budaya secara tepat dan benar, sehingga membawa
kemajuan pada individu masyarakat dan negara
Penutup
Tokoh pendidikan Jhon Dewey pernah mengatakan “Education is a social process. Education is growth. Education is, not a preparation for life; education is life itself. Pendidikan adalah proses sosial. Pendidikan adalah perkembangan. Pendidikan, bukan persiapan untuk hidup,pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.
Tokoh pendidikan Jhon Dewey pernah mengatakan “Education is a social process. Education is growth. Education is, not a preparation for life; education is life itself. Pendidikan adalah proses sosial. Pendidikan adalah perkembangan. Pendidikan, bukan persiapan untuk hidup,pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.
Pendidikan berproses disemua unit kehidupan dan di dalam setiap situasi dan
kondisi sosial. Maka proses pendidikan tidak dibatasi oleh waktu dan tempat
serta profesi formal. Artinya setiap orang dewasa apapun profesinya dia juga
memiliki peran utama sebagai pendidik (contoh/teladan) bagi orang yang dianggap
belum dewasa sekaligus memiliki peran sebagai peserta didik untuk senantiasa
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai luhur keagamaannya dari perilaku
orang-orang dewasa lainnya yang lebih tinggi derajat pengetahuan dan
keimanannya.
Pendidikan mengarahkan pada tercapainya kemampuan manusia bergaul dengan manusia lainnya (kehidupan sosial) secara fitrah/ikhlas. Dengan makna dan proses pendidikan dan pengajaran sebagaimana di atas pada ahirnya manusia bisa menjalankan peran sebagai Khalifatullah fil ard yang memiliki peluang besar mampu mewujudkan situasi dan kondisi kehidupan dunia yang seimbang yang menjadi kebutuhan manusia sebagai mahluk mulia.
Sudah barang tentu jika kita berkeinginan untuk menjadikan pendidikan benar-benar bermanfaat bagi anak dan keberadaan bangsa ini kedepan, tentunya harus dikembalikan “roh” dari pendidikan itu sendiri, pendidikan tidak boleh lepas dari fundamental bangsa ini yaitu Pancasila, dan tentunya Guru tidak hanya sebatas mendidik karena guru harus mampu menjadi teladan dan mampu mendorong anak didiknya untuk terus maju dan berkembang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Pendidikan mengarahkan pada tercapainya kemampuan manusia bergaul dengan manusia lainnya (kehidupan sosial) secara fitrah/ikhlas. Dengan makna dan proses pendidikan dan pengajaran sebagaimana di atas pada ahirnya manusia bisa menjalankan peran sebagai Khalifatullah fil ard yang memiliki peluang besar mampu mewujudkan situasi dan kondisi kehidupan dunia yang seimbang yang menjadi kebutuhan manusia sebagai mahluk mulia.
Sudah barang tentu jika kita berkeinginan untuk menjadikan pendidikan benar-benar bermanfaat bagi anak dan keberadaan bangsa ini kedepan, tentunya harus dikembalikan “roh” dari pendidikan itu sendiri, pendidikan tidak boleh lepas dari fundamental bangsa ini yaitu Pancasila, dan tentunya Guru tidak hanya sebatas mendidik karena guru harus mampu menjadi teladan dan mampu mendorong anak didiknya untuk terus maju dan berkembang sesuai dengan kemampuan masing-masing.