rohmans

PUNGLI DALAM KAJIAN TURATS

Upaya Pemahaman dan Penyadaran Masyarakat Belakangan ini banyak diberitakan tentang Pungutan liar ( pungli ), sudah mengakar dan membud...

Upaya Pemahaman dan Penyadaran Masyarakat

Belakangan ini banyak diberitakan tentang Pungutan liar (pungli), sudah mengakar dan membudaya dari tingkat eselon tertinggi sampai tingkat eselon masyarakat  kecil. Praktek Pungli di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Rejim Orde Baru atau lebih kurang setelah tahun 1975. Perubahan prilaku pemegang kekuasaan (birokrasi) ini terjadi karena ulah dari pengusaha tidak jujur untuk mendapatkan proyek (pengadaan barang, pekerjaan konstrusi dan pekerjaan pembangunan jalan raya) dengan segala cara termasuk memberi sejumlah uang kepada pejabat Negara (KKN). Cara pengusaha yang tidak terpuji itu, dimanfaatkan oleh pejabat tingkat bawah sampai pelaksana di birokrasi dan BUMN/BUMD untuk mendapatkan tambahan (pungutan liar) uang dari gaji yang diterima relative kecil pada waktu itu. Perilaku menyimpang dari tingkat pejabat menengah bawah sampai pelaksana ini dibiarkan menjalar kemanamana mulai dari kantor camat, kantor lurah, kantor wilayah Dep. Perdagangan, Kantor Dep. Kehakiman, Kantor Dirjen Perla, Kantor Adpel dan lain-lain dan berkembang sampai sekarang dengan berbagai macam modus.
Oleh karenanya penulis tertarik untuk mencermati praktek pungli yang berada pada bangsa yang mayoritas muslim ini, dengan menghadirkan penelusuran praktek pungli dalam kajian turats.

Pungli Dalam Kajian Turats

Turats merupakan segala sesuatu yang sampai kepada kita dari masa lalu dalam peradaban yang dominan, sehingga merupakan masalah yang diwarisi sekaligus masalah penerima yang hadir dalam berbagai tingkatan Sementara pembaharuan merupakan penafsiran ulang atas tradisi sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan zaman, karena yang lama mendahului yang baru. Turats  merupakan pijakan awal sebagai upaya pembaharuan dengan merubah tatanan sosial menuju kemodernan. Karena Turats  merupakan bagian identitas suatu bangsa, maka ia menjadi tanggung jawab nasional. Meski demikian, bukan berarti bahwa seluruh identitas umat berada dalam Turats . Identitas juga terkait dengan kemodernan. Menurut Hasan Hanafi, jika insan muslim hanya terpaku pada Turats, berarti ia menjadi manusia tertutup yang hanya memiliki identitas semu.
           Sekalipun dalam kajian kitab klasik tidak ditemukan istilah PUNGLI, namun dapat disepadankan dengan istilah hadiah dan risywah  (suap).  Pertama: Pungli dimaknai sebagai hadiah dapat ditemukan pada hadis Rasulullah “al-hadaya ila al-‘ummaali Ghululun Artinya  Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat). Karena uang seperti ini termasuk pengkhianatan dalam pekerjaan dan amanah. Oleh karena itu, dalam hadits di atas disebutkan mengenai hukuman yaitu pekerja seperti ini akan memikul hadiah yang dia peroleh pada hari kiamat nanti, sebagaimana hal ini juga disebutkan pada masalah khianat. Menurut pendapat ulama Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan hal ini dalam fatwanya. “Hadiah bagi pekerja termasuk ghulul (pengkhianatan) yaitu jika seseorang sebagai pegawai pemerintahan, dia diberi hadiah oleh seseorang yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hadiah semacam ini termasuk pengkhianatan (ghulul). Hadiah seperti ini tidak boleh diambil sedikit pun oleh pekerja tadi walaupun dia menganggapnya baik.”
 Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah disebutkan, “Para ulama tidak berselisih pendapat mengenai terlarangnya hadiah bagi pejabat.” Ibnu Habib menjelaskan, “Para ulama tidaklah berselisih pendapat tentang terlarangnya hadiah yang diberikan kepada penguasa, hakim, pekerja (bawahan) dan penarik pajak.” Demikianlah pendapat Imam Malik dan ulama Ahlus Sunnah sebelumnya. Imam  Nawawi rahimahullah mengatakan, bahwa hadayal ‘ummal (hadiah untuk pekerja) adalah haram dan ghulul (khianat).  Karena uang seperti ini termasuk pengkhianatan dalam pekerjaan dan amanah. Oleh karena itu, dalam hadits di atas disebutkan mengenai hukuman yaitu pekerja seperti ini akan memikul hadiah yang dia peroleh pada hari kiamat nanti, sebagaimana hal ini juga disebutkan pada masalah khianat.
Kedua: Pungli dimaknai Risywah (Suap) ditemukan pada hadis ‘ Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”.[HR At-Tirmidzi, 1/250; Ibnu Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190. Dalam riwayat Tsauban, terdapat tambahan hadits: “Arrosy” (…dan perantara transaksi suap)”. [HR Ahmad, 5/279 dalam sanadnya ada Laits bin Abi Salim, hafalannya bercampur, dan Syaikhnya, Abul Khattab majhul].  Hadits ini menunjukkan, bahwa suap termasuk dosa besar, karena ancamannya adalah Laknat. Yaitu terjauhkan dari rahmat Allah.  Sedangkan menurut Ijma’, telah tenjadi kesepakatan umat tentang haramnya suap secara global. Bahkan ancaman adalah masuk neraka “al-Rosy wa al-mustasy fi al-annar”  Penyuap dan yang disuap bersama-sama masuk neraka.
Solusi:  Mengembalikan Ke Baitul Maal

Hadiah atau risywah yang dikategorikan pungli, maka harus dilakukan adalah wajib memulangkan hadiah kepada orang yang memberikannya. Jika hadiah tersebut telah dikomsumsi maka wajib diganti dengan barang yang serupa.  Jika yang memberi hadiah tidak diketahui keberadaannya atau diketahui namun memulangkan hadiah adalah suatu yang tidak mungkin karena posisinya yang terlalu jauh, maka barang tersebut hendaknya dinilai sebagai barang temuan (luqothoh) dan diletakkan di Baitul maal. Karena baitul maal yang memang dimaksudkan untuk kepentingan umum. Jika barang tersebut diketahui pemiliknya, maka baitul maal maka wajib diserahkan kepada pemiliknya.  Wallahu a’lamu bi showabi





Related

Semua 1051938028879256186

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Profile

About Me
Dr. Abdurrohman S.Ag. M.EI
Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ilmu Keislaman, Universitas Trunojoyo Madura. . Selengkapnya

Total Pageviews

Recent Posts

Random

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *

Populer

item