rohmans

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM Al MAGHRIZI

A. Biografi Singkat Al Maghrizi Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu al-Abbas Ahmad Ibn  Ali Ibn  Abdul Qadir al-Husaini...



A. Biografi Singkat Al Maghrizi

Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu al-Abbas Ahmad Ibn  Ali Ibn  Abdul Qadir al-Husaini. Ia lahir di desa Barjuwan, Kairo pada 766 H (1364-1365 M). Keluarganya berasal dari Maqarizah, sebuah desa yang terletak di kota Ba’labak. Oleh karena itu, ia cenderung dikenal sebagai Al-Maqrizi. Kondisi ekonomi ayahnya yang lemah menyebabkan pendidikan masa kecil dan remaja Al-Maqrizi berada di bawah tanggungan kakeknya dari pihak ibu, Hanafi ibn Sa’igh, seorang penganut mazhab Hanafi.[1]

Al-Maqrizi muda pun tumbuh berdasarkan pendidikan mazhab ini. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H (1384 M), Al-Maqriziberalih ke mazhab Syafi’i. Bahkan, dalam perkembangan pemikirannya, ia terlihat cenderung menganut mazhab Zhahiri. Di antara tokoh terkenal yang sangat memengaruhi pemikirannya adalah Ibnu Khaldun, seorang ulama besar dan pengasas ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu ekonomi. Ketika berusia 22 tahun, Al-Maqrizi mulai terlibat dalam berbagai tugas pemerintahan Dinasti Mamluk. Pada 788 H (1386 M), Al-Maqrizi memulainya kiprahnya sebagai pegawai di Diwan al-Insya, semacam sekretariat negara. Kemudian, ia diangkat menjadi wakil qadi pada kantor hakim agung mazhab Syafi’i, khatib di Masjid Jami ‘Amr dan Madrasah al-Sultan Hasan, Imam MasjidJami al-Hakim, dan guru hadis di Madrasah al-Muayyadah.


Pada tahun 791 H (1389 M), Sultan Barquq mengangkat Al-Maqrizi sebagai muhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama dua tahun. Pada masa ini, Al-Maqrizi mulai banyak bersentuhan dengan berbagai permasalahan pasar, perdagangan, dan mudharabah, sehingga perhatiannya terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal-usul uang, dan kaidah-kaidah timbangan.

Pada 811 H (1408 M), Al-Maqrizi diangkat sebagai pelaksana administrasi wakaf di Qalanisiyah, sambil bekerja di Rumah Sakit an-Nuri, Damaskus. Pada tahun yang sama, ia menjadi guru hadis di Madrasah Asyrafiyyah dan Madrasah Iqbaliyyah. Kemudian, Sultan al-Malik al-Nashir Faraj Ibn  Barquq (1399-1412 M) menawarinya jabatan wakil pemerintah dinasti Mamluk di Damaskus. Namun, tawaran ini ditolak Al-Maqrizi. Setelah sekitar 10 tahun menetap di Damaskus, Al-Maqrizi kembali ke Kairo. Sejak itu, ia mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah dan menghabiskan waktunya untuk ilmu.

Pada tahun 834 H (1430 M), ia bersama keluarganya menunaikan ibadah haji dan bermukim di Mekkah selama beberapa waktu untuk menuntut ilmu serta mengajarkan hadis dan menulis sejarah. Lima tahun kemudian, Al-Maqrizi kembali ke kampung halamannya, Barjuwan, Kairo. Di sini, ia juga aktif mengajar dan menulis, terutama sejarah Islam hingga terkenal sebagai seorang sejarahwan besar pada abad ke-9 Hijriyah. Al-Maqrizi meninggal dunia di Kairo pada 27 Ramadhan 845 H atau bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1442 M.

B.     Karya-karya Al Maqrizi

Semasa hidupnya, Al-Maqrizi sangat produktif menulis berbagai ilmu, terutama sejarah islam. Lebih dari seratus buah karya tulis telah dihasilkannya, baik berbentuk buku kecil maupun besar. Buku-buku kecilnya memiliki urgensi yang khas serta menguraikan berbagai macam ilmu yang tidak terbatas pada tulisan saja. Asy-Syayyal mengelompokkan buku-buku kecil tersebut menjadi empat katagori. Pertama, buku yang membahas beberapa peristiwa sejarah islam umum, seperti kitab Al-Niza’ waal-Takhashum fi ma baina Bani Umayyah wa Bani Hasyim. Kedua, bukuyang berisi ringkasan sejarah beberapa penjuru dunia Islam yang belum terbahas oleh para sejarawan lainnya, seperti kitab Al-ilmam bil Akhbar manbi Ardh al-habasyah min Muluk al Islam. Ketiga, buku yang menguraikanbiografi singkat para raja, seperti kitab Tarajin Muluk Al-Gharb dan kitab al-Dzahab al-Masbuk bi Dzikr Man Hajja min al-Khulafa wa al-Muluk. Keempat, buku yang mempelajari beberapa aspek ilmu murni atau sejarahbeberapa aspek sosial dan ekonomi didunia islam pada umumnya, dan di Mesir pada umumnya. Seperti kitab Syudzur al-‘Uqud fi Dzikr al-Nuqud,kitab al-Akyal wa al-Auzan al-Syar’iyah, kitab Risalah fi al-Nuqud Islamiyah dan kitab Ighatsah al-Ummah bi Kasyf al-Ghummah.


Sedangkan terhadap karya-karya al-Maqrizi yang berbentuk buku besar, as-Syayyal membagi menjadi tiga kategori. Pertama, buku yang membahas tentang sejarah dunia, seperti kitab al-Khabar ‘an al-Basyr.Kedua, buku yang menjelaskan sejarah islam umum, seperti kitab al-Durar al-Madhi’ah fi Tarikh al-Daulah al-Islamiyyah. Ketiga, buku yangmenguraikan sejarah Mesir pada masa islam, seperti kitab al-Mawa’izh waal-I’tibar bi Dzikr al-Khothbath wa al-Atsar, kitab I’ttiazh al-Hunafa bi Dzikr al-Aimmah al-Fatimiyyah al-Khulafa, dan Kitab al-Suluk li Makrifah Duwal al-Muluk[2].

C.     Pemikiran Ekonomi Al-Maqrizi
Latar belakang kehidupan Al-Maqrizi yang bukan seorang sufi atau filosof dan relatif didominasi oleh aktivitasnya sebagai sejarahwan Muslim sangat memengaruhi corak pemikirannya tentang ekonomi. Ia senantiasa melihat setiap persoalan dengan flash back dan mencoba memotret apa adanya mengenai fenomena ekonomi suatu negara dengan memfokuskan perhatiannya pada beberapa hal yang memengaruhi naik-turunnya suatu pemerintahan.[3]

Hal ini berarti bahwa pemikiran-pemikiran ekonomi Al-Maqrizi cenderung positif, satu hal yang unik dan menarik pada fase kedua yang notabene didominasi oleh pemikiran yang normatif. Dalam pada itu, Al-Maqrizi merupakan pemikir ekonomi Islam yang melakukan studi khusus tentang uang dan inflasi. Fokus perhatian Al-Maqrizi terhadap dua aspek yang pada masapemerintahan Rasulullah dan al-Khulafa al-Rasyidun tidak menimbulkan masalah ini, tampaknya, dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya penyimpangan nilai-nilai Islam, terutama dalam kedua aspek tersebut, yang dilakukan oleh para kepala pemerintahan Bani Umayyah dan selanjutnya.

Situasi tersebut menginspirasi Al-Maqrizi untuk mempresentasikan berbagai pandangannya terhadap sebab-sebab krisis dalam sebuah karyanya, Ighatsah al-Ummah bi Kasyf al-Ghummah. Dengan berbekal pengalamanyang memadai sebagai seorang muhtasib (pengawas pasar), Al-Maqrizi membahas permasalahan inflasi dan peranan uang di dalamnya, sebuah pembahasan yang sangat menakjubkan pada masa itu karena mengorelasikan dua hal yang sangat jarang dilakukan oleh para pemikir Muslim maupun Barat.

Dalam karyanya tersebut, Al-Maqrizi ingin membuktikan bahwa inflasi yang terjadi pada periode 806-808 H adalah berbeda dari inflasi yang terjadi pada periode-periode sebelumnya sepanjang sejarah Mesir. Dari perspektif objek pembahasan, apabila kita telusuri kembali berbagai literatur Islam klasik, pemikiran terhadap uang merupakan fenomena yang jarang diamati para cendekiawan Muslim, baik pada periode klasik maupun pertengahan.


Pada masa Al-Maqrizi, Mesir tengah mengalami masa surut. Perekonomiannya secara umum sangat parah, produksi bahan makanan dan cadangannya tidak mencukupi kebutuhan penduduk yang terus meningkat. Hal ini menimbulkan kelangkaan bahan-bahan kebutuhan pokok sehingga menimbulkan kelaparan massal di Mesir, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penyebab tak lain karena administrasi pemerintahan yang tidak efisien dan sangat korup. Praktik suap menyuap, komersialisasi jabatan, korupsi, kolusi dan nepotisme tumbuh subur didalamnya dan pada saat yang sama diberlakukan pajak represif oleh pmerintah yang tidak accountable terhadap rakyat, sehingga menjadi kontra-produktif bagi petani. Inilah yang menyebabkan kemerosotan yang sangat tajam dalam produksi pertanian sebagai sektor kehidupan yang paling dominan saat itu.


Ternyata dimasa hidupnya, Al-Maqrizi menjumpai situasi yang sama seperti yang dialami Ibnu Khaldun. Dalam bukunya, Iqhatsah, ia meminjam analisis gurunya untuk mengidentifikasi bahwa admistrasi politik menjadi sangat lemah dan uruk pada saaat itu. Pegawai pemerintah bisa menduduki jabatannya karena memberikan suap. Akibatnya ketika menjabat, orang yang meyuap tadi kemudian menerapkan pajak yang menindas untuk menutup ongkos yang telah dikeluarkan untuk menyuap. Dorongan untuk bekerja dan berproduksi menjadi bertolak belakang dan hasil produksi menurun. Krisis diperburuk dengan oleh penurunan mata uang, karena pengeluaran mata uang tembaga (fulus) yang berlebihan untuk menutupi defisit anggaran negara. Fakto-faktor tersebut ditambah dengan paceklik mendorong kepada tingginya tingkat inflasi, penderitaan rakyat kecil, dan kemiskinan negara.

Karena itu Al-Maqrizi membentangkan variabel-variabel sosioekonomi dan politik dengan menunjukkan sejumlah persoalan seperti korupsi, kebijakan pemerintah yang buruk dan tidak populer dan aministrasi yang lemah sebagai determin utamanya. Ini semua berperan penting dalam memperburuk dampak kemerosotan produksi nasional terutama bahan-bahan kebutuhan pokok.

Yang hendak dikemukanan Al-Maqrizi adalah bahwa kondisi perekonomian yang begitu buruk sebenarnya dapat dipulihkan tanpa harus

melakukan hal-hal yang sering kali jusru merugikan kepetingan masyarakat dan menurangi tingkat kesejahtraan secara umum. Kesimpulannya, kesalahan dalam mengatur perekonomian ditambah pemerintah tidak memiliki legitimasi, bertanggungjawab pada penderitaan rakyat miskin selama musim paceklik dan bencana alam lainnya.[4]

1.      Konsep Uang

Sebagai seorang sejarawan, al-Maqrizi mengemukakan beberapa pemikiran tentang uang melalui penelaahan sejarah mata uang yang digunakan oleh umat manusia. Pemikirnnya ini meliputi sejarah dan fungsi uang, implikasi penciptaan mata uang buruk, dan daya beli uang.

a. Sejarah dan Fungsi Uang

Bagi al-Maqrizi mata uang mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehiduapan umat manusia, karena dengan mengguanakan uang manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup serta memperlancar aktivitas kehidupannya. Menurut al-Maqrizi baik pada masa sebelum maupun setelah kedatangan islam, mata uang digunakan oleh umat manusia untuk menentukan berbagai harga barang dan biaya tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan ini mata uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan perak.[5]

Dalam pandangan Al-Maqrizi kekacauan mulai terlihat ketika pengaruh kaum mamluk semakin kuat dikalangan istana, termasuk terhadap kebijakan percetakan mata uang dirham campuran. Percetakan fulus, mata uang yang terbuat dari tembaga dimulai pada masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyyah. Sultan Muhammad Al-Kamil ibn Al-Adil Al-Ayyubi yang dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnnya.[6]

Bernagai fakta sejarah tersebut menurut Al-Maqrizi mengindikasikan bahwa mata uang yang dapat diterima sebagai standar nilai baik menurut hukum, logika, maupun tradisi hanya yang terdiri dari emas


dan perak. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa keberadaan fulus tetap diperlukan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dan untuk berbagai biaya kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

Sementara itu walaupun menakankan urgensi penggunaan kembali mata uang yang terdiri dari emas dan perak, Al-Maqdizi menyadari bahwa uang bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kenaikan harga-harga. Inflasi juga dapat terjadi akibat faktor alam dan tindakan sewenang-wenang dari penguasa.[7]


2.      Implikasi Penciptaan Mata Uang Buruk

Al-Maqrizi menyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik. Hal ini terlihat jelas ketika ia menguraikan situasi moneter pada tahun 569 H. Pada masa pemerintahan sultan Shalahuddin al-Ayyubi, mata uang yang dicetak mempunyai kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan mata uang yang telah beredar. Dalam mnghadapi kenyataan tersebut masyarakat akan lebih memilih untuk menyimpan mata uang yang berkualitas baik dan meleburnya menjadi perhiasan serta melepaskan mata uang yang berkualiatas buruk kedalam peredaran. Akibatnya mata uang lama yang baik keluar dari perdaran. Konsekuensinya terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan ekonomi ketika persediaan logam bahan mata uang tidak mencukupi untuk memproduksi sejumlah unit mata uang. Begitupula halnya ketika harga emas atau perak mengalami penurunan.

3.      Inflasi

Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor penyebabnya kedalam dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah dan faktor kesalahan manusia.

a. Inflasi alamiah

Sesuai dengan namanya inflasi jenis ini disebabkan oleh berbagai faktor alamiyah yang tidak bisa dihindari umat manusia. Menurut Al-Maqrizi ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan danhasil bumi lainnya mengalami gagal panen. Sehingga persedian barang-barang tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis dan terjadi kelangkaan.

Dilain pihak karena sifatnya yang signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang itu mengalami peningkatan. Harga-harga semakin membumbung tinggi jauh melebihi daya beli masyarakat. Hal ini sangat berimplikasi terhadap kenaikan harga berbagai barang dan jasa lainnya, termasuk upah dan gaji para pekerja.[8]


C = T = P
Dimana :

C = Konsumsi
T = Jumlah barang dan jasa

P = Tingkat harga

Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian. Misal C tetap sedangkan T menurun maka konsekuensinya P meningkat.

b. Inflansi karena kesalahan manusia (Human error inflasion).

Selain faktor alam, Al-Maqrizi menyatakan bahwa inflasi dapat menajdi akibat kesalahn manusia. Ia telah mengidentifikasikan tiga hal yang baik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama menyebabkan terjadinya inflansi ini. Ketiga hal tersebut adalah korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan, dan peningkatan sirkulasi mata uang fulus.

Al-Maqrizi mengatakan bahwa pengankatan para pejabat yang berdasarkan pemberian suap dan bukan kapabilitas akan menempatkan orang-orang yang tidak mempunyai kredibilitas pada berbagai jabatan penting dan terhormat, baik dikalangan legislatif maupun yudikatif. Ketika berkuasa para pejabat tersebut mamulai menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk memenuhi kewajiban finansialnya maupun kemewahan hidup. Mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara.

Menurut Al-Maqrizi akibat dominasi para pejabat bermental korup dalam suatu pemerintahan, pengeluaran negara mengalami peningkatan yang sangat drastis. Sebagai konpensasinya mereka menerapkan sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak baru serta menaikkan tingkat pajak yang telah ada. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi para petani yang merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat. Konsenkuensinya biaya-biaya untuk penggarapan tanah, benih, pemungutan hasil panen, dan sebagainya meningkat. Dan pada akhirnya menimbulkan kelangkaan bahan makanan serta meningkatkan harga-harga.


Karena terjadi defisit anggaran sebagai akibat dari perilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang negara untuk berbagai kepentingan pribadi dan kelompoknya, pemerintah melakukan pencetakan mata uang fulus secara besar-besaran. Kebijakan pencetakan fulus secara besar-besaran menurut Al-Maqrizi sangat mempengaruhi penurunan nilai mata uang secar drastis. Akibatnya, uang tidak lagi bernilai dan harga-harga membumbung tinggi yang pada gilirannya menimbulkan kelangkaan bahan makanan.

[2]Jamaluddin Asy-Syayal. Itti’az al-Hunafa bi Akhbar al-Aimmah al-Fatimiyyah al-Khulafa. (Lajnah ihya’ at-Turats al-Islamy. Kairo , 1967), 18.
[3]Sarah Stroumsa. Pemikir Bebas Islam.(LKis, Yogayakarta, 2006). 262.
         [4] Musafa Edwin Nasution,. Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam.(Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2001), 172
         [5] al-Maqrizi. Al-Nuqud Al-Qadimah Al-Islamiyah, (Maktabah Al-Tsaqofah Al-Diniyah, Kairo, 1986), 73
         [6] Ibid,  70.
         [7]Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Depok, Gramata. 2010). 266-267.
[8]Ibid. Hal 269.

        [9]Ibid. Hal 272.

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Profile

About Me
Dr. Abdurrohman S.Ag. M.EI
Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ilmu Keislaman, Universitas Trunojoyo Madura. . Selengkapnya

Total Pageviews

Recent Posts

Random

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *

Populer

item