rohmans

Pemikiran Ekonomi Islam Abu Hanifah

1.     A.     Biografi singkat Abu Hanifah Abu Hanifah bernama lengkap Nu’man Ibn  Tsabit Ibn  Zauthi al-Kufi, dilahirkan pada tahun ...

1.   
A.    Biografi singkat Abu Hanifah

Abu Hanifah bernama lengkap Nu’man Ibn  Tsabit Ibn  Zauthi al-Kufi, dilahirkan pada tahun 80 H/699 M di Kufah.
Kesungguhannya dalam beribadah sejak kecil, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa merupakan bekal hidupnya menjadi orang besar di masa keemasan Islam. Bahkan beliau termasuk orang yang mengukir prestasi keemasan zamannya. Beliau belajar fiqih dari Hammad Ibn  Abi Sulaiman seorang ulama Kuffah pada permulaan abad ke-2. Selain itu beliau juga belajar kepada beberapa ulama tabi’in, seperti Atha Ibn  Abu Rabah dan Nafi’ Maula Ibn Umar.

Sebagian besar guru Abu Hanifah berasal dari madrasah al-ra’yi. Dan ini salah satu yang melatar belakangi pemikiran hukum Islam beliau sehingga dikenal sebagai ulama fiqih rasionalis yang menjadi rujukan setiap orang yang mendalami hukum Islam.

Abu Hanifah beberapa kali pergi ke Hijaz untuk mendalami fiqh dan hadits. Abu Hanifah pernah tinggal di Makkah selama enam tahun pada saat beliau mendapat tekanan politik dari Yazid Ibn  Umar Ibn  Humairah sewaktu menjadi khalifah Bani Umayah. Sepeninggal Hammad, majlis Madrasah Kufah sepakat mengangkat Abu Hanifah sebagai kepala Madrasah. Selama itu ia mengabdi dan banyak mengeluarkan fatwa dalam masalah fiqh. Fatwa-fatwanya menjadi dasar utama dari pemikiran Madzhab Hanafi yang dikenal sekarang ini.33

B.     Karya Abu Hanifah

Kitab yang dinisbatkan kepada Abu Hanifah adalah Fiqh al-Akbar dan al-‘Alim wa al-Muta’alim. Kitab yang pertama merupakan kitab fiqih yang komprehensif, karena didalamnya tidak hanya membahas tentang ilmu fiqih ansich, tetapi juga terdapat ilmu aqidah sebagai dasar keimanan dan ilmu akhlak sebagai ilmu etika Islam.

Beliau dilahirkan pada masa Bani Umayah dibawah pemerintahan khalifah Abdul Malik Ibn  Marwan dan mengetahui pentadwinan hadits yang dilakukan oleh Khalifah Umar Ibn  Abdul Aziz, mengetahui mulai lemahnya kekhalifahan Bani Umayah dan kemenangan yang digapai oleh kekhalifahan Bani Abbasiyah.

Beliau menjalani hidup di dua lingkungan sosiopolitik yang berbeda, beliau hidup pada masa Bani Umayah selama 52 tahun. Beliau mengalami perpindahan kekuasaan Bani Umayyah ke Bani Abbasiyah dan dalam peralihan ini Kufah merupakan pusat pergerakan yang besar dalam perpindahan kekuasaan. Di kota ini pula pembai’atan Abdul Abbas al-Saffah dinobatkan sebagai khalifah pertama Bani Abasiyah. Sekalipun demikian, Abu Hanifah tidak secara langsung aktif dalam pergerakan tersebut. Secara politis beliau tidak mengikuti keduanya. Hal ini dapat dilihat dari sikap penolakan beliau terhadap khalifah Bani Umayah dan sikap beliau yang tidak turut secara aktif dalam pergerakan politik Bani Abbasiyah. Beliau lebih mendukung keluarga Ali (Ahl Bait) yang sering mendapat tekanan dari kedua kekhalifahan tadi.

Sekalipun beliau dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yi, namun beliau sangat memperhatikan hadits. Keahliannya dalam ilmu agama diakui oleh ulama-ulama pada zamannya, bahkan Imam Hammad Ibn  Abi Sulaiman mempercayakan kepada beliau untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid-muridnya.

Kondisi sosial budaya masyarakat Irak ketika itu menjadi pusat peradaban Islam yang menjadikannya sebagai kota metropolis. Sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban, masyarakat Irak menjadi lebih kritis dan subur permasalahan. Didalamnya berbagai permasalahan yang beragam dan pelik menuntut para ulama untuk berfikir lebih kreatif dan rasional. Ditambah dengan keterbatasan nash dalam mengakomodasi persoalan kontekstual telah mempengaruhi kota ini melahirkan ulama-ulama yang cenderung pada al ra’yi.

C.    Pemikiran Ekonomi Abu Hanifah

Abu Hanifah merupakan fuqaha terkenal yang juga seorang pedagang di kota Kufah yang ketika itu merupakan pusat aktivitas perdagangan dan perekonomian yang sedang maju dan berkembang. Semasa hidupnya, salah satu transaksi yang sangat populer adalah salam, yaitu menjual barang yang akan dikirimkan kemudian sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai pada waktu akad disepakati.

Abu Hanifah meragukan keabsahan akad salam tersebut yang dapat mengarah kepada perselisihan. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci lebih khusus apa yang harus diketahui dan dinyatakan dengan jelas di dalam akad, seperti jenis komoditi, mutu, kuantitas serta waktu dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi tersebut harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan tanggal pengiriman sehingga kedua belah pihak mengetahui bahwa pengiriman tersebut merupakan sesuatu yang mungkin dapat dilakukan.

Pengalaman dan pengetahuan tentang dunia perdagangan yang didapat langsung Abu Hanifah sangat membantunya dalam menganalisis masalah tersebut. Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi. Hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam hubungannya dengan jual beli. Pengalamannya di bidang perdagangan memungkinkan Abu Hanifah dapat menentukan aturan-aturan yang adil dalam transaksi ini dan transaksi yang sejenis.

Di samping itu, Abu Hanifah mempunyai perhatian yang besar terhadap orang-orang yang lemah. Ia tidak akan membebaskan kewajiban zakat terhadap perhiasan. Sebaliknya, beliau membebaskan pemilik harta yang dililit utang dan tidak sanggup menebusnya dari kewajiban membayar zakat. Beliau juga tidak memperkenankan pembagian hasil panen (muzara’ah) dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan apa pun. Hal ini ilakukan untuk melindungi para penggarap yang umumnya adalah orang-orang yang lemah. 34

1.                        Pemikiran tentang Harta

Secara literal harta (al-mal) berarti sesuatu, dimana naluri manusia condong kepadanya. Dalam terminologi fiqh, para imam mazhab memiliki pandangan yang berbeda tentang harta. Abu Hanifah menekankan batasan harta pada term ”dapat disimpan”. Hal ini mengisyaratkan pengecualian aspek manfaat. Manfaat bukan merupakan bagian dari konsep harta, melainkan konsep milkiyah. Berdasarkan pendapat ini, harta diartikan sebagai sesuatu yang manusia mempunyai keperluan terhadapnya dan dapat disimpan untuk ditasharufkan (digunakan pada saat diperlukan).

2.                        Pemikiran tentang Pengelolaan Usaha Mudarabah

Salah satu jenis transaksi bagi hasil adalah aqad Mudarabah. Menurut Abu Hanifah, di dalam aqad Mudarabah tersebut, pemilik modal boleh ikut bekerja. Kerugian dan keuntungan yang diakibatkan adalah tanggung jawabnya sendiri, pengelola tidak ikut menanggung kerugian dan tetap mendapat bagian hasil atas kerjanya.
Selain dikenal sebagai seorang imam mazhab Ḥanafī, Abū Hanīfah merupakan pakar yang telah memberikan pemikiran dalam perkembangan ekonomi Islam. Salah satu pemikirannya adalah tentang salam, yaitu bentuk transaksi dimana pihak penjual dan pembeli setuju bila barang akan dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati[1].8 Abū Ḥanīfah juga memberikan perbaikan atas konsep salam karena sering terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli. Beliau mencoba menghilangkan pertikaian dengan memberikan penjelasan mengenai kontrak ini, seperti menjelaskan jenis komoditi, kualiti, kuantiti, waktu dan tempat pengiriman, dan dia juga mewajibkan untuk memenuhi persyaratan bahwa komoditi harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman[2].

Siddiqi[3] menambahkan hasil pemikiran Abū Ḥanīfah yaitu murābaḥah (penjualan dengan margin dari harga beli yang disepakati dengan beberapa tambahan demi menciptakan keadilan. Pemikiran Abu Hanifah terhadap zakat membawa konsep yang masih digunakan sehingga saat ini, yaitu mewajibkan zakat pada perhiasan emas dan perak. Orang yang berhutang tidak diwajibkan membayar zakat jika hutangnya lebih banyak daripada harta yang dimiliki[4] Dalam kerjasama hasil pertanian (Muzāraʻah), kebijakan Abū Ḥanīfah meninggikan nilai kemanusiaan dengan melindungi pekerja lemah[5],12 apabila tanah tidak dapat menghasilkan apapun maka petani dibebaskan dari pembagian kerugian. Dalam isu wakaf, Abu Hanifah berpendapat bahwa benda wakaf masih tetap milik wāqif. Wakaf dan pinjam meminjam memiliki kedudukan yang sama, jadi benda wakaf dapat dijual, diwariskan dan di hadiahkan kepada pihak lain, kecuali wakaf untuk masjid dan wakaf yang ditetapkan berdasarkan keputusan hakim, wakaf wasiat dan wakaf yang di ikrarkan[6]


[1] Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan di muka, dengan syarat-syarat tertentu.

[3] Siddiqi, Islamic Economic Thought:......5.
[4] ibid
[5] Muhammad Yusuf Musa, Abu Hanifa wa’l Qiyam a1-Insaniyah fi Madhhabih (Cairo, Maktabah Nahgah, Misr, 1957), 182.
[6] Tariq Suwaidan , Biografi Imam Abu Hanifah, (Jakarta: Zaman, 2003).

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Profile

About Me
Dr. Abdurrohman S.Ag. M.EI
Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ilmu Keislaman, Universitas Trunojoyo Madura. . Selengkapnya

Total Pageviews

Recent Posts

Random

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *

Populer

item