Pemikiran Ekonomi Islam Abu Hanifah
1. A. Biografi singkat Abu Hanifah Abu Hanifah bernama lengkap Nu’man Ibn Tsabit Ibn Zauthi al-Kufi, dilahirkan pada tahun ...

https://rohman-utm.blogspot.com/2011/12/pemikiran-ekonomi-islam-abu-hanifah.html
1.
A. Biografi singkat Abu Hanifah
Abu Hanifah
bernama lengkap Nu’man Ibn Tsabit Ibn Zauthi al-Kufi, dilahirkan pada tahun 80 H/699
M di Kufah.
Kesungguhannya
dalam beribadah sejak kecil, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa
merupakan bekal hidupnya menjadi orang besar di masa keemasan Islam. Bahkan
beliau termasuk orang yang mengukir prestasi keemasan zamannya. Beliau belajar
fiqih dari Hammad Ibn Abi Sulaiman
seorang ulama Kuffah pada permulaan abad ke-2. Selain itu beliau juga belajar
kepada beberapa ulama tabi’in, seperti Atha Ibn Abu Rabah dan Nafi’ Maula Ibn Umar.
Sebagian besar
guru Abu Hanifah berasal dari madrasah
al-ra’yi. Dan ini salah satu yang melatar belakangi pemikiran hukum Islam
beliau sehingga dikenal sebagai ulama fiqih rasionalis yang menjadi rujukan
setiap orang yang mendalami hukum Islam.
Abu Hanifah
beberapa kali pergi ke Hijaz untuk mendalami fiqh dan hadits. Abu Hanifah
pernah tinggal di Makkah selama enam tahun pada saat beliau mendapat tekanan
politik dari Yazid Ibn Umar Ibn Humairah sewaktu menjadi khalifah Bani Umayah.
Sepeninggal Hammad, majlis Madrasah Kufah sepakat mengangkat Abu Hanifah
sebagai kepala Madrasah. Selama itu ia mengabdi dan banyak mengeluarkan fatwa
dalam masalah fiqh. Fatwa-fatwanya menjadi dasar utama dari pemikiran Madzhab
Hanafi yang dikenal sekarang ini.33
B. Karya Abu Hanifah
Kitab yang dinisbatkan kepada Abu Hanifah
adalah Fiqh al-Akbar dan al-‘Alim wa al-Muta’alim. Kitab yang
pertama merupakan kitab fiqih yang komprehensif, karena didalamnya
tidak hanya membahas tentang ilmu fiqih ansich,
tetapi juga terdapat ilmu aqidah sebagai dasar keimanan dan ilmu akhlak sebagai ilmu etika Islam.
Beliau dilahirkan pada masa Bani Umayah dibawah
pemerintahan khalifah Abdul Malik Ibn Marwan dan mengetahui pentadwinan hadits yang
dilakukan oleh Khalifah Umar Ibn Abdul
Aziz, mengetahui mulai lemahnya kekhalifahan Bani Umayah dan kemenangan yang
digapai oleh kekhalifahan Bani Abbasiyah.
Beliau menjalani hidup di dua lingkungan
sosiopolitik yang berbeda, beliau hidup pada masa Bani Umayah selama 52 tahun.
Beliau mengalami perpindahan kekuasaan Bani Umayyah ke Bani Abbasiyah dan dalam
peralihan ini Kufah merupakan pusat pergerakan yang besar dalam perpindahan
kekuasaan. Di kota ini pula pembai’atan Abdul Abbas al-Saffah dinobatkan
sebagai khalifah pertama Bani Abasiyah. Sekalipun demikian, Abu Hanifah tidak
secara langsung aktif dalam pergerakan tersebut. Secara politis beliau tidak
mengikuti keduanya. Hal ini dapat dilihat dari sikap penolakan beliau terhadap
khalifah Bani Umayah dan sikap beliau yang tidak turut secara aktif dalam
pergerakan politik Bani Abbasiyah. Beliau lebih mendukung keluarga Ali (Ahl Bait) yang sering mendapat tekanan
dari kedua kekhalifahan tadi.
Sekalipun beliau dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yi, namun beliau sangat
memperhatikan hadits. Keahliannya dalam ilmu agama diakui oleh ulama-ulama pada
zamannya, bahkan Imam Hammad Ibn Abi
Sulaiman mempercayakan kepada beliau untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh
kepada murid-muridnya.
Kondisi sosial budaya masyarakat Irak ketika
itu menjadi pusat peradaban Islam yang menjadikannya sebagai kota metropolis.
Sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban, masyarakat Irak menjadi lebih
kritis dan subur permasalahan. Didalamnya berbagai permasalahan yang beragam
dan pelik menuntut para ulama untuk berfikir lebih kreatif dan rasional.
Ditambah dengan keterbatasan nash dalam mengakomodasi persoalan kontekstual
telah mempengaruhi kota ini melahirkan ulama-ulama yang cenderung pada al ra’yi.
C. Pemikiran Ekonomi Abu Hanifah
Abu Hanifah merupakan fuqaha terkenal yang juga
seorang pedagang di kota Kufah yang ketika itu merupakan pusat aktivitas
perdagangan dan perekonomian yang sedang maju dan berkembang. Semasa hidupnya,
salah satu transaksi yang sangat populer adalah salam, yaitu menjual barang
yang akan dikirimkan kemudian sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai pada
waktu akad disepakati.
Abu Hanifah meragukan keabsahan akad salam
tersebut yang dapat mengarah kepada perselisihan. Beliau mencoba menghilangkan
perselisihan ini dengan merinci lebih khusus apa yang harus diketahui dan
dinyatakan dengan jelas di dalam akad, seperti jenis komoditi, mutu, kuantitas
serta waktu dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi
tersebut harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan tanggal pengiriman
sehingga kedua belah pihak mengetahui bahwa pengiriman tersebut merupakan
sesuatu yang mungkin dapat dilakukan.
Pengalaman dan pengetahuan tentang dunia
perdagangan yang didapat langsung Abu Hanifah sangat membantunya dalam
menganalisis masalah tersebut. Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan
ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi. Hal ini merupakan salah
satu tujuan syariah dalam hubungannya dengan jual beli. Pengalamannya di bidang
perdagangan memungkinkan Abu Hanifah dapat menentukan aturan-aturan yang adil
dalam transaksi ini dan transaksi yang sejenis.
Di samping itu, Abu Hanifah mempunyai perhatian
yang besar terhadap orang-orang yang lemah. Ia tidak akan membebaskan kewajiban
zakat terhadap perhiasan. Sebaliknya, beliau membebaskan pemilik harta yang
dililit utang dan tidak sanggup menebusnya dari kewajiban membayar zakat.
Beliau juga tidak memperkenankan pembagian hasil panen (muzara’ah) dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan apa pun. Hal
ini ilakukan untuk melindungi para penggarap yang umumnya adalah orang-orang
yang lemah. 34
1.
Pemikiran
tentang Harta
Secara literal harta (al-mal) berarti sesuatu, dimana naluri manusia condong kepadanya.
Dalam terminologi fiqh, para imam mazhab memiliki pandangan yang berbeda
tentang harta. Abu Hanifah menekankan batasan harta pada term ”dapat disimpan”.
Hal ini mengisyaratkan pengecualian aspek manfaat. Manfaat bukan merupakan
bagian dari konsep harta, melainkan konsep milkiyah.
Berdasarkan pendapat ini, harta diartikan sebagai sesuatu yang manusia
mempunyai keperluan terhadapnya dan dapat disimpan untuk ditasharufkan
(digunakan pada saat diperlukan).
2.
Pemikiran
tentang Pengelolaan Usaha Mudarabah
Salah satu jenis transaksi bagi hasil adalah
aqad Mudarabah. Menurut Abu Hanifah, di dalam aqad Mudarabah tersebut, pemilik
modal boleh ikut bekerja. Kerugian dan keuntungan yang diakibatkan adalah
tanggung jawabnya sendiri, pengelola tidak ikut menanggung kerugian dan tetap
mendapat bagian hasil atas kerjanya.
Selain
dikenal sebagai seorang imam mazhab Ḥanafī, Abū Hanīfah merupakan pakar yang
telah memberikan pemikiran dalam perkembangan ekonomi Islam. Salah satu
pemikirannya adalah tentang salam, yaitu bentuk transaksi dimana pihak penjual
dan pembeli setuju bila barang akan dikirimkan setelah dibayar secara tunai
pada waktu kontrak disepakati[1].8
Abū Ḥanīfah juga memberikan perbaikan atas konsep salam karena sering terjadi
perselisihan antara penjual dan pembeli. Beliau mencoba menghilangkan
pertikaian dengan memberikan penjelasan mengenai kontrak ini, seperti
menjelaskan jenis komoditi, kualiti, kuantiti, waktu dan tempat pengiriman, dan
dia juga mewajibkan untuk memenuhi persyaratan bahwa komoditi harus tersedia di
pasar selama waktu kontrak dan pengiriman[2].
Siddiqi[3]
menambahkan
hasil pemikiran Abū Ḥanīfah yaitu murābaḥah (penjualan dengan margin dari harga
beli yang disepakati dengan beberapa tambahan demi menciptakan keadilan.
Pemikiran Abu Hanifah terhadap zakat membawa konsep yang masih digunakan
sehingga saat ini, yaitu mewajibkan zakat pada perhiasan emas dan perak. Orang
yang berhutang tidak diwajibkan membayar zakat jika hutangnya lebih banyak
daripada harta yang dimiliki[4]
Dalam kerjasama hasil pertanian (Muzāraʻah), kebijakan Abū Ḥanīfah
meninggikan nilai kemanusiaan dengan melindungi pekerja lemah[5],12
apabila tanah tidak dapat menghasilkan apapun maka petani dibebaskan dari
pembagian kerugian. Dalam isu wakaf, Abu Hanifah berpendapat bahwa benda wakaf
masih tetap milik wāqif. Wakaf dan pinjam meminjam memiliki kedudukan yang
sama, jadi benda wakaf dapat dijual, diwariskan dan di hadiahkan kepada pihak
lain, kecuali wakaf untuk masjid dan wakaf yang ditetapkan berdasarkan
keputusan hakim, wakaf wasiat dan wakaf yang di ikrarkan[6]
[1] Salam adalah
jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan di muka, dengan
syarat-syarat tertentu.
[3] Siddiqi, Islamic
Economic Thought:......5.
[4] ibid
[5] Muhammad Yusuf
Musa, Abu Hanifa wa’l Qiyam a1-Insaniyah fi Madhhabih (Cairo, Maktabah
Nahgah, Misr, 1957), 182.
[6] Tariq Suwaidan
, Biografi Imam Abu Hanifah, (Jakarta: Zaman, 2003).