BENARKAH AR-RAYYAH DAN AL-LIWA ADALAH PANJI DAN BENDERA RASULULLAH ? ( Jawaban Atas Kasus Berkibarnya Bendera Ta...
BENARKAH AR-RAYYAH DAN AL-LIWA
ADALAH
PANJI DAN BENDERA RASULULLAH ?
( Jawaban Atas Kasus Berkibarnya Bendera Tauhid Di Kampus UTM)
Hari ini
senin,17/9/18, saya kebanjiran mendapatkan WA dan SMS, terkait dengan berkibarnya berndera warna hitam bertuliskan kalimat Tauhid di
kampus tercinta Universitas Trunojoyo Madura, yang di klaim sebagai organisasi terlarang. Bagaimana menurut Jenengan bapak ? Sejenak
saya terdiam, sambil tarik nafas dalam-dalam, dengan
perlahan saya sampaikan ”Sebaiknya dipanggil saja, apakah mereka kelompok HTI
atau bukan ? “ dan saya tidak
mungkin membalas satu persatu WA atau SMS.
Sungguhpun
demikian, menarik untuk dijelaskan tentang bendera yang bertuliskan kalimat tauhid
tersebut, sudah terlanjur mendapatkan stigma negatif (yang disematkan pada HTI,ISIS atau
apapunlah namanya), padahal kalimat Tauhid adalah panji pemersatu ummat Islam.
Artikel ini tidak
bermaksud untuk mendukung HTI atau organisasi apapun. Setidaknya tulisan ini
diharapkan dapat dijadikan wawasan serta gambaran penjelasan tentang bendera
bertuliskan kalimat Tauhid, dengan satu harapan semoga ummat islam selalu dalam
panji ukhwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah tidak mudah terpecah
belah, terombang ambingkan seperti
buih ditengah laut. Sehingga jangan sampai seperti yang disabdakan Rasulullah
Rasulullah bersabda “Akan datang suatu masa, dalam waktu
dekat, ketika bangsa-bangsa (musuh-musuh Islam) bersatu-padu mengalahkan
(memperebutkan) kalian. Mereka seperti gerombolan orang rakus yang berkerumun
untuk berebut hidangan makanan yang ada di sekitar mereka”. Salah seorang
shahabat bertanya: “Apakah karena kami (kaum Muslimin) ketika itu sedikit?”
Rasulullah menjawab: “Tidak! Bahkan kalian waktu itu sangat banyak jumlahnya.
Tetapi kalian bagaikan buih di atas lautan (yang terombang-ambing). (Ketika itu)
Allah telah mencabut rasa takut kepadamu dari hati musuh-musuh kalian, dan
Allah telah menancapkan di dalam hati kalian ‘wahn’”. Seorang shahabat
Rasulullah bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ‘wahn’ itu?”
Dijawab oleh Rasulullah saw.: “Cinta kepada dunia dan takut (benci) kepada
mati”. (dalam at-Tarikh al-Kabir, Imam Bukhari; Tartib Musnad Imam Ahmad
XXIV/31-32; “Sunan Abu Daud”, hadis No. 4279)
Bendera dalam Kajian Turats
Semenjak masa
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, umat Islam sudah mempunyai bendera.
Dalam bahasa Arab, bendera sebut dengan liwa’ atau alwiyah (dalam
bentuk jamak). Istilah liwa’ sering ditemui dalam beberapa riwayat hadis
tentang peperangan. Jadi, istilah liwa’ sering digandengkan pemakaiannya dengan
rayah (panji perang).
Bahwa
terdapat banyak hadits shahih atau minimal hasan yang menyebutkan bahwa rayah (panji) Rasul berwarna hitam dan liwa (bendera) nya berwarna putih, seperti
hadits riwayat Imam Tirmidzi,
عن
ابن عباس قال كانت راية رسول الله -صلى الله عليه وسلم- سوداء ولواؤه أبيض
عن
جابر أن النبى -صلى الله عليه وسلم- دخل مكة ولواؤه أبيض
Hadits
riwayat Imam Nasa’i dengan redaksi yang berbeda,
عن
جابر رضي الله عنه : أن النبي صلى الله عليه و سلم دخل مكة ولواؤه أبيض
Hadits di atas selain
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Nasa’i dari Jabir, juga diriwayatkan oleh Abu
Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi, Thabarani, Ibnu Abi Syaibah, dan Abu
Ya’la. Hadits ini shahih. Secara jelas dikatakan bahwa warna rayah adalah hitam dan liwa adalah
putih.
Hadits-hadits
tersebut diriwayatkan oleh banyak kitab hadits, dimana semuanya berujung pada
rawi shahabat Jabir dan Ibnu Abbas ra.
Para
ulama sudah membahas hal ini ketika mereka semua menjelaskan hadits-hadits
diatas dalam kitab syarah dan takhrijnya. Sebut saja seperti shahib Kanz
al-Ummal, Majma’ al-Zawa’id, Fath al-Bari li Ibni Hajar, Tuhfah al-Ahwadzi,
Umdah al-Qari, Faidh al-Qadir, dll.
Belum
lagi ada banyak hadits shahih lain yang berbicara terkait rayah dan liwa,
قال
النبي صلى الله عليه و سلم يوم خيبر ( لأعطين الراية غدا رجلا يفتح على يديه يحب
الله ورسوله ويحبه الله ورسوله )
Hadits diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim, tentu saja dengan status shahih. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hiban, Baihaqi, Abu Dawud Thayalisi, Abu
Ya’la, Nasa’i, Thabarani, dll.
Untuk hadis
yang dipertentangkan sengaja tidak dihadirkan disini.
Lafazh Laa ilaha illa Allah
Muhammad Rasulullah
Apakah
hadits مكتوب عليه : لا إله إلا الله محمد رسول الله semuanya
dha’if? Kita
harus kaji dari semua jalur periwayatan., sebagai berikut:
(1)
hadits riwayat Imam Thabarani dari Ibnu Abbas ra. statusnya dha’if karena ada
rawi yang bernama أحمد بن محمد بن الحجاج بن رشدين tertuduh dusta (متهم بالوضع);
(2)
hadits riwayat Abu Syaikh al-Ashbahaniy dari Abu Hurairah ra. statusnya dha’if
karena ada rawi yang bernama Muhammad bin Abi Humaid statusnya munkar oleh Imam
Bukhari, tidak tsiqah menurut Imam Nasa’i, dan tidak ditulis haditsnya menurut
Ibnu Ma’in:
(3)
hadits riwayat Abu Syaikh al-Ashbahaniy dari Ibnu Abbas ra. diperselisihkan,
dan saya -atas dasar pengetahuan yang sedikit ini- memilih pendapat yang
mengatakan shahih
Jadi
dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Abu Syaikh al-Ashbahaniy dalam Akhlaq al-Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
dari Ibnu Abbas statusnya shahih. Jalur Ibnu Abbas ini, semua rawinya dapat
diterima, sebagai berikut:
أحمد
بن زنجوية بن مسى : قال الخطيب كان ثقة وقال الذهبي كان موثقا معروفا
محمد
بن أبي السري العسقلاني : قال ابن معين ثقة وقال الذهبي ثقة
عباس
بن طالب البصري : قال ابن عدي صدوق وذكره ابن حبان في “الثقات” وقال ابن حجر بصري
صدوق
حيان
بن عبيد الله بن حيان : قال أبو حاتم صدوق وذكره ابن حبان في “الثقات” وقال أبو
بكر البزار ليس به باس
أبو
مجلز لاحق بن حميد: تابعي ثقة
Dari semua rawi tersebut yang
diperdebatkan adalah Hayyan bin Ubaidillah. Sebagian mengatakan dha’if karena
tafarrud (seperti pendapat Ibnu Ady), tetapi Ibnu Hibban menempatkan dalam
“al-Tsiqqat’, Abu Hatim mengatakan shaduq, Abu Bakar al-Bazar mengatakan
masyhur dan “laisa bihi ba’sa”. Tafarrudnya Hayyan bin Ubaidillah tidak
memadharatkan hadits karena keadaannya tsiqah atau shaduq (lihat Muqaddimah Ibn
Shalah). Demikian juga ikhtilath nama antara Hayyan bin Ubaidillah (حيان) dan
Haban bin Yassar (حبان) sudah dijelaskan oleh para ulama, semisal dalam Tarikh
al-Kabir, Tahdzib al-kamal, al-Kamil fi al-Dhu’afa, Mizan al-I’tidal, dll.
Penjelasan terkait dengan tafarrud dan ikhtilath Hayyan bin Ubaidillah bisa
dijelaskan dalam tulisan khusus. Kesimpulannya, hadits dari Abu Syaikh dari
jalur Ibnu Abbas selamat.
Terlebih
lagi lafazh “لا إله إلا الله محمد رسول الله” merupakan ‘alamah atau ciri khusus dalam
Islam. Ciri keagungan Islam kalau bukan kalimat tauhid, lantas apa lagi? Karena
misi Islam dalam dakwah dan jihad adalah dalam rangka meninggikan kalimat Allah
Azza Wa Jalla.
Warna
Terkait
warna, hadits-hadits shahih menyebutkan bahwa warna rayah adalah hitam dan
liwa’nya adalah putih. Adapun hadits-hadits yang menyebutkan warna lain seperti
kuning dan merah, memang ada, tetapi kualitasnya dha’if dan ada yang sifatnya
sementara.
Hadits
riwayat Imam Abu Dawud, yang juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Ibnu Adi,
menyebutkan bahwa rayah Nabi adalah kuning.
حَدَّثَنَا
عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ الشَّعِيرِىُّ عَنْ
شُعْبَةَ عَنْ سِمَاكٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ عَنْ آخَرَ مِنْهُمْ قَالَ
رَأَيْتُ رَايَةَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَفْرَاءَ.
Menurut
shahib al-Badr al-Munir, dalam isnadnya majhul.
Demikian
juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabarani dan Abu Nu’aim al-Ashbahani,
عن
جدته مزيدة العصرية ، « أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عقد رايات الأنصار وجعلهن
صفراء »
Hadits
ini dha’if karena ada rawi bernama Hudu bin Abdullah bin Sa’d yang dinyatakan
tidak tsiqah oleh Ibnu Hibban dan nyaris tidak dikenal menurut al-Dzahabi.
Demikian
juga hadits dalam riwayat Thabarani menyebutkan bahwa warna rayah Nabi adalah
merah,
“أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَقَدَ رَايَةً لِبَنِي سُلَيْمٍ حَمْرَاءَ”.
Hadits
ini dha’if karena ada rawi yang tidak dikenal menurut al-Haitsami dan Ibnu
Hajar.
Terakhir,
hadits riwayat Imam Ibnu Hibban, Ahmad, dan Abu Ya’la yang juga menyebutkan
rayah berwarna merah daan statusnya shahih, kasusnya sementara di awal-awal
urusan ini ketika di masa jahiliyah juga awalnya menggunakan rayah warna hitam,
وكان
أمام هوازن رجل ضخم ، على جمل أحمر ، في يده راية سوداء ، إذا أدرك طعن بها ، وإذا
فاته شيء بين يديه ، دفعها من خلفه ، فرصد له علي بن أبي طالب رضوان الله عليه ،
ورجل من الأنصار كلاهما يريده
Fungsi Bendera Kalimat Tauhid
Apakah
fungsinya hanya untuk perang? Memang awalnya begitu, rayah adalah panji-panji
perang, dan liwa simbol kepemimpinan umum. Hal ini bertolak dari fakta bahwa
liwa` dan rayah itu selalu dibawa oleh komandan perang di jaman Rasulullah dan
para Khulafa` Rasyidin. Misalnya pada saat Perang Khaibar. Demikian juga, rayah
dan liwa sebagai pemersatu umat Islam. Imam Abdul Hayyi Al-Kattani menjelaskan
rahasia (sirr) tertentu yang ada di balik suatu bendera, yaitu jika suatu kaum
berhimpun di bawah satu bendera, artinya bendera itu menjadi tanda persamaan
pendapat kaum tersebut (ijtima’i
kalimatihim) dan juga tanda persatuan hati mereka (ittihadi quluubihim).
Tulisan dan Khat
Terkait
tulisan dan khat, dan ukuran itu hanyalah perkara teknis, yang dalam sejarahnya
hal tersebut tidak diatur secara rinci. Tentu saja tidak bijak kalau persoalan
teknis ini dijadikan argumetasi untuk menggugurkan syariat terkait rayah dan
liwa’.
Sependek
pengetahuan saya, saya belum menemukan khabar tentang kepastian khat dan
bentuk. Seperti halnya ketika ada dalil umum yang tidak dijelaskan wasilahnya,
maka berarti wasilah tersebut mubah. Jadi ini bukan isu utama. Saya kira
persoalannya sederhana, tidak malah menjadi rumit pada perkara yang memang
mubah. Yang paling penting itu bahwa rayah (hitam) dan liwa (putih) dengan
tulisan لا إله إلا الله محمد رسول الله adalah perkara yang masyru’.
Selanjutnya
bagaimana dengan kelompok dan ormas yang menggunakan simbol tersebut sebagai
lambang organisasinya. Namun, apakah hal ini diperkenankan? Sebenarnya tidak ada larangan
bagi satu kelompok untuk memakai simbol rayah
dan liwa’. Namun, jika tujuannya
untuk menipu atau mengecoh umat Islam, tentu itu jelas haram, jelas tidak diperbolehkan.
Sikap Bendera
Kalimat Tauhid di Kampus UTM
Setidaknya ada dua
yang ingin saya sampaikan
1. .Merujuk pada Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum)
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Soedarmo menyatakan ““Yang kami larang
itu adalah bendera dengan simbol HTI, bukan bendera tauhid. Keduanya berbeda, kalau HTI ini mencantumkan tulisan Hizbut Tahrir Indonesia dibawah kalimat Laailaha illallah. http://www.tribunnews.com/nasional/2017/07/23/kemendagri-yang-dilarang- bendera-hti-bukan-bendera-tauhid. Artinya
sebenarnya tidak ada larangan
secara khusus pengibaran bendera Tauhid.
2. Pihak kampus memanggil yang bersangkutan, dengan memberikan
pengarahan, terlebih pada situasi bangsa Indonesia yang masih belum stabil.
Jika dimemang tidak diperbolehkan, harus langkah pembinaan secara serius.
Misalnya dengan jika memang niat mereka adalah berdakwah, maka banyak cara
(thariqah) dalam berdakwah. Bukankah “al-Tariqotu ahammu min al-maddah” Cara
itu lebih baik dari pada materi...
Semoga bermanfaat Wallahu a'lamu bi as-showabi.