PILKADA DKI
( BENAR SALAH, BAIK BURUK DAN KALAH MENANG) Saya bukan pengamat politik, apalagi ahli politik,. Tetapi PILKADA DKI (19/4/17) cukup me...

https://rohman-utm.blogspot.com/2017/04/pilkada-dki.html
( BENAR SALAH, BAIK BURUK DAN KALAH MENANG)
Saya bukan pengamat politik, apalagi
ahli politik,. Tetapi PILKADA DKI (19/4/17) cukup menyita banyak perhatian
dihampir semua lapisan masyarakat, sehingga muncul istilah PILKADA rasa
PILRES..wow. Dari sinilah saya mencoba untuk menyimpulkan unek-unek, dari pada
hanya tersimpan di hati ( fi shudur) lebih baik otak atik otak dalam bentuk tulisan (fi suthur). Sebuah catatan
kecil, mungkin hanya bersifat over view, sambil nonton TV mendengarkan para
poltisi berkomentar tentang kemenangan dan kekalahan, kebaikan dan keburukan
serta kesalahan dan kebenaran.
Saya lebih tertarik menyikapi
sejumlah tokoh terkait fenomena kemenangan ANIS-SANDI, antara lain: Pertama
; Adanya kelompok /sejumlah asatidz ( Para ustadz dan ulama) dan
peranannya dalam dunia kemenangannya, mereka lebih banyak berbicara tentang baik dan buruk, dengan
mengedapankan etika, moral dan akhlak. Sehingga isu bela agama mulai pebruari hingga pelaksanaan PILKADA masih menarik untuk diangkat, dan cukup berhasil.
Kedua : Adanya kubu Akademisi yang selalu melihat dari teori, sehingga mereka banyak berbicara tentang salah dan benar. Artinya seorang akademisi dituntut selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kecerdasan intelektual yang dibangun melalui konstruk pemikiran ilmiah yang, naturally, menjunjung tinggi kondisi obyektivitas dan netralitas. Oleh karena itu, seorang akademisi harus menjunjung tinggi kejujuran, dilarang dan pantang berbohong dalam menyampaikan suatu keterangan. Jadi semua yang diucapkan mesti berdasarkan pada apa yang dinamakan kejujuran dan kebenaran akademik yang obyektif dan ilmiah, tanpa rekayasa tentunya.
Kedua : Adanya kubu Akademisi yang selalu melihat dari teori, sehingga mereka banyak berbicara tentang salah dan benar. Artinya seorang akademisi dituntut selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kecerdasan intelektual yang dibangun melalui konstruk pemikiran ilmiah yang, naturally, menjunjung tinggi kondisi obyektivitas dan netralitas. Oleh karena itu, seorang akademisi harus menjunjung tinggi kejujuran, dilarang dan pantang berbohong dalam menyampaikan suatu keterangan. Jadi semua yang diucapkan mesti berdasarkan pada apa yang dinamakan kejujuran dan kebenaran akademik yang obyektif dan ilmiah, tanpa rekayasa tentunya.
Ketiga : Adanya kelompok politisi
orang-orang yang berkecimpung dunia politik praktis. Dalam dunia politik amat
terkenal dengan jargon" tidak ada kawan atau lawan abadi, yang ada adalah
kepentingan abadi". Artinya, apa yang dilakukan oleh politisi itu adalah
apa yang menurut mereka sesuai dengan kepentingan mereka. Dan kepentingan pun
bermacam ragam; kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, golongan, partai,
hingga kepentingan bangsa dan negara. Celakanya, ini sesuai dengan kondisi
realitas politik yang ada, jika seorang politisi bicara, ngomong, yang
ada di benaknya pastinya adalah berdasarkan kepentingan atas siapa yang
diwakilinya. Pada kontek PILKADA DKI mereka banyak bicara menang dan
kalah berdasarkan kepentingan selama
5 tahun kedepan.
Kesimpulan
Memperhatikan tiga hal tersebut,
seorang pemimpin tidak cukup berfikir
menang dan kalah, tetapi harus dapat berfikir tentang baik
dan buruk dengan standirisasi etika moral akhlak, serta berfikir salah dan
benar dengan standirisasi logika, untuk mengukur langkah menang dan kalah. yang selama ini mungkin lepas dari pantauan politisi. Wallahu
a’lam bi al shawab