KAIDAH FIQIH TENTANG EKONOMI
( Menelusuri Kaidah Fiqh tentang Ekonomi ) Qawaid fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqih) terdiri dari kaidah umum dan kaidah khusus, kaidah khus...

https://rohman-utm.blogspot.com/2015/12/kisi-kisi-soal-manajemen-investasi_21.html
( Menelusuri Kaidah Fiqh tentang Ekonomi )
Qawaid fiqhiyah
(kaidah-kaidah fiqih) terdiri dari kaidah umum dan kaidah khusus, kaidah khusus
terbagi lagi kepada beberapa bidang, salah satunya adalah di bidang Ekonomi (Muamalah)
Kaidah yang khusus di bidang Ekonomi (Muamalah) menjadi sangat
penting karena perhatian sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan Hadis
terkait ibadah mahdhoh dan hukum keluarga islam lebih dominan dibanding dengan
fikih-fikih yang lain. Akibatnya, di bidang fikih-fikih selain ibadah mahdhoh
dan hukum keluarga islam, ruang lingkup ijtihad menjadi sangat luas dan
materi-materi fikih sebagai hasil ijtihad menjadi sangat banyak.
Al-Qur’an dan Hadis
untuk bidang selain ibadah mahdhoh dan hukum keluarga islam hanya menentukan
garis-garis besarnya saja yang tercermin dalam dalil-dalil yang bersifat umum.
Hal ini tampaknya erat kaitannya dengan fungsi manusia yang selain sebagai
hamba Allah juga sebagai khalifah fi al-ardh.Oleh karena itu, dalam makalah ini
pemakalah hanya membahas kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Ekonomi (Muamalah)
saja.
A. Kaidah-Kaidah Fiqih
Yang Berhubungan dengan Masalah Ekonomi
Kaidah-kaidah fiqih
terdiri dari kaidah fiqih yang umum dan kaidah fiqih yang khusus, salah satu
kaidah fiqih yang khusus yaitu kaidah yang berhubungan dengan masalah ekonomi (muamalah),
kaidah-kaidah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. الأصل في المعاملة
الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Hukum asal
dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya”
2. الأصل في العقد رضى
المتعاقدين ونتيجته ما التزماه بالتعاقد
“Hukum asal
dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya
adalah berlaku sahnya yang diakadkan”
3. لا يجوز لأحد أن يصرف في ملك غيره بلا إذنه
“Tiada
seorangpun boleh melakukan tindakan hukum atas milik orang lain tanpa izin si pemilik
harta”
4. الباكل لا يقبل الإجازة
“Akad yang
batal tidak menjadi sah karena dibolehkan”
5. الإجازة اللاحقة
كالوكالة السابقة
“Izin yang
datang kemudian sama kedudukannya dengan perwakilan yang telah dilakukan lebih
dahulu”
6. الأجر والضمان لا
يجتمعان
“Pemberian upah dan tanggung jawab
untuk mengganti kerugian tidak berjalan bersamaan”
7. الخراج بالضمان
“Manfaat suatu benda merupakan fakor
pengganti kerugian”
8. الغرم بالغمن
“Risiko itu
menyertai manfaat”
9. إذا بطل شيئ بطل ما في ضمنه
“Apabila
sesuatu akad batal, maka batal pula yang ada dalam tanggungannya”
10. العقد على الأعيان
كالعقد على منافعها
“Akad yang objeknya suatu
benda tertentu adalah seperti akad terhadap manfaat benda tersebut”
11. كل ما يصح تأبيده من
العقود المعاوضات فلا يصح توقيته
“Setiap akad mu’awadhah
yang sah diberlakukan selamanya, maka tidak sah diberlakukan sementara”
12. الأمر بالتصرف في ملك
الغير باطل
“Setiap
perintah untuk bertindak hukum terhadap hak milik orang lain adalah batal”
13. لا يتم التبرع إلا بالقبض
“Tidak
sempurna akad tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang”
14. الجواز السرعي ينافي
الضمان
“Suatu hal
yang dibolehkan oleh syara’ tidak dapat dijadikan objek tuntutan ganti rugi”
15. كل قبول جائز أن يكون قبلت
“Setiap kabul/penerimaan
boleh dengan ungkapan saya telah terima”
16. كل شرط كان من مضلحة العقد أو من مقتضاه فهو
جائز
“Setiap
syarat untuk kemaslahatan akad atau diperlukan oleh akad tersebut, maka syarat
tersebut dibolehkan”
17. ما جاز بيعه جاز رهنه
“Apa yang
boleh dijual boleh pula digadaikan”
18. كل قرض جر منفعة فهو ربا
“Setiap pinjaman dengan
menarik manfaat (oleh kreditor) adalah sama dengan riba”
19. الضَرَرُيُزَالُ
“Kemadharatan
harus dihilangkan”[1]
20. الحَاجَةُ تَنْزِلُ
مَنْزِلَةَ الضَرُورَةِعَامَةً كَانَ أَوْ خَاصَةً
“Kedudukan
kebutuhan itu menempati kedudukan darurat baik umum maupun khusus”
21. الاجرو واضمانل
لايجتمعان
“Sewa dan membayar kerusakan, tidaklah berkumpul”
B. Penerapan Kaidah Fiqih dalam Ekonomi
Penerapan Kaidah-kaidah fikih dalam ekonomi adalah sebagai berikut:
1. Kaidah pertama:
الأصل في المعاملة
الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Hukum asal dalam semua bentuk
muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Maksud kaidah ini
adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti
jual beli, sewa menyewa, gadai kerjasama (mudharabah dan musyarakah)
perwakilan, dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti
mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi, dan riba.
2. Kaidah kedua:
الأصل في العقد رضى
المتعاقدين ونتيجته ما التزماه بالتعاقد
“Hukum asal dalam transaksi adalah
keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang
diakadkan”
Keridhaan dalam
transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah
apabila didasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak. Artinya, tidak sah suatu
akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau dipakasa atau juga
merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi
kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya, maka
akad tersebut bisa batal. Contohnya seperti pembeli yang merasa tertipu karena
dirugikan oleh penjual karena barangnya terdapat cacat.
3. Kaidah ketiga:
لا يجوز لأحد أن يصرف
في ملك غيره بلا إذنه
“Tiada seorangpun boleh melakukan
tindakan hukum atas milik orang lain tanpa izin si pemilik harta”
Atas dasar kaidah ini,
maka si penjual haruslah pemilik barang yang dijual atau wakil dari pemilik
barang atau yang diberi wasiat atau wakilnya. Tidak ada hak orang lain pada
barang yang dijual.
4. Kaidah keempat:
الباكل لا يقبل الإجازة
“Akad yang batal tidak menjadi sah
karena dibolehkan”
Akad yang batal dalam
hukum Islam dianggap tidak ada atau tidak pernah terjadi. Oleh karena itu, akad
yang batal tetap tidak sah walaupun diterima salah satu pihak. Contohnya, Bank
syariah tidak boleh melakukan akad dengan lembaga keuangan lain yang
menggunakan sistem bunga, meskipun sistem bunga dibolehkan oleh pihak lain,
karena sistem bunga sudah dinyatakan haram oleh Dewan Syariah Nasional. Akad
baru sah apabila lembaga keuangan lain itu mau menggunakan akad-akad yang
diberlakukan pada perbankan syariah, yaitu akad-akad atau transaksi tanpa
menggunakan sistem bunga.
5. Kaidah kelima:
الإجازة اللاحقة
كالوكالة السابقة
“Izin yang datang kemudian sama
kedudukannya dengan perwakilan yang telah dilakukan lebih dahulu”
Seperti telah
dikemukakan pada kaidah ketiga bahwa pada dasarnya seseorang tidak boleh
bertindak hukum terhadap harta milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Tetapi, berdasarkan kaidah di atas, apabila seseorang bertindak hukum pada
harta milik orang lain, dan kemudian si pemilik harta memberikan izin
kepadanya, maka tindakan hukum itu menjadi sah, dan orang tadi dianggap sebagai
perwakilan dari si pemilik harta. Contohnya adalah akad wakalah yang
diberlakukan di Bank Syariah.
6. Kaidah keenam:
الأجر والضمان لا
يجتمعان
“Pemberian upah dan tanggung jawab
untuk mengganti kerugian tidak berjalan bersamaan”
Yang disebut dengan
dhaman atau ganti rugi dalam kaidah tersebut adalah mengganti dengan barang
yang sama. Apabila barang tersebut ada di pasaran atau membayar seharga barang
tersebut apabila barangnya tidak ada di pasaran.
Contoh, seseorang
menyewa kendaraan penumpang untuk membawa keluarganya, tetapi si penyewa
menggunakannya untuk membawa barang-barang yang berat yang mengakibatkan
kendaraan tersebut rusak berat. Maka, si penyewa harus mengganti kerusakan
tersebut dan tidak perlu membawa sewaannya.
7. Kaidah ketujuh:
الخراج بالضمان
“Manfaat suatu benda merupakan fakor
pengganti kerugian”
Arti asal al-kharaj
adalah sesuatu yang dikeluarkan baik manfaat benda maupun pekerjaan, seperti
pohon mengeluarkan buah atau binatang mengeluarkan susu. Sedangkan al-dhaman
adalah ganti rugi.
Contohnya, seekor
binatang dikembalikan oleh pembelinya dengan alasan cacat. Si penjual tidak
boleh meminta bayaran atas penggunaan binatang tadi. Sebab, penggunaan binatang
tadi sudah menjadi hak pembeli.
8. Kaidah kedelapan:
الغرم بالغمن
“Risiko itu menyertai manfaat”
Maksud dari
kaidah al ghurmu bi al ghunmi ialah bahwa seseorang yang
memanfaatkan sesuatu harus menanggung risiko. Sedangkan menurut Umar Abdullah
al-Kamil, makna yang tersirat dari kaidah ini adalah bahwa barang siapa yang
memperoleh manfaat dari sesuatu yang dimanfaatkannya maka ia harus bertanggung
jawab atas dhoror atau ghurmu serta dhomān yang
akan terjadi.
Contohnya Biaya
notaris adalah tanggung jawab pembeli kecuali ada keridhaan dari penjual atau
ditanggung bersama. Demikian pula halnya, seseorang yang meminjam barang, maka
dia wajib mengembalikan barang dan risiko ongkos-ongkos pengembaliannya.
Berbeda dengan ongkos mengangkut dan memelihara barang, dibebankan pada pemilik
barang.
9. Kaidah kesembilan:
إذا بطل شيئ بطل ما في
ضمنه
“Apabila sesuatu akad batal, maka
batal pula yang ada dalam tanggungannya”
Contohnya, penjual dan
pembeli telah melaksanakan akad jual beli. Si pembeli telah menerima barang dan
si penjual telah menerima uang. Kemudian kedua belah pihak membatalkan jual
beli tadi. Maka, hak pembeli terhadap barang menjadi batal dan hak penjual
terhadap harga barang menjadi batal. Artinya, si pembeli harus mengembalikan
barangnya dan si penjual harus mengembalikan harga barangnya.
10. Kaidah kesepuluh:
العقد على الأعيان
كالعقد على منافعها
“Akad yang objeknya suatu benda tertentu
adalah seperti akad terhadap manfaat benda tersebut”
Objek suatu akad bisa
berupa barang tertentu, misalnya jual beli, dan nnisa pula berupa manfaat suatu
barang seperti sewa menyewa. Bahkan sekaran, objeknya bisa berupa jasa seperti
jasa broker. Maka, pengaruh hukum dari akad yang objeknya barang atau manfaat
dari barang adalah sama, dalam arti rukun dan syaratnya sama.
11. Kaidah kesebelas:
كل ما يصح تأبيده من
العقود المعاوضات فلا يصح توقيته
“Setiap akad mu’awadhah yang sah
diberlakukan selamanya, maka tidak sah diberlakukan sementara”
Akad mu’awadhah adalah
akad yang dilakukan oleh dua pihak yang masing-masing memiliki hak dan
kewajiban, seperti jual beli. Satu pihak (penjual) berkewajiban menyerahkan
barang dan berhak terhadap harga barang. Di pihak lain yaitu pembeli
berkewajiban menyerahkan harga barang dan berhak terhadap barang yang
dibelinnya. Dalam akad yang semacam ini tidak sah apabila dibatasi waktunya,
sebab akad jual beli tidak dibatasi waktunya. Apabila waktuya dibatasi, maka
bukan jial beli tapi sewa menyewa.
12. Kaidah kedua belas:
الأمر
بالتصرف في ملك الغير باطل
“Setiap perintah untuk bertindak
hukum terhadap hak milik orang lain adalah batal”
Maksud kaidah ini
adalah apabila seseorang memerintahkan untuk bertransaksi terhadap milik orang
lain yang dilakukannya seperti terhadap miliknya sendiri, maka hukumnya batal.
Contohnya, seorang kepala penjaga keamanan memerintahkan kepada bawahannya untuk
menjual barang yang dititipkan kepadanya, maka perintah tersebut adalah
batal.
13. Kaidah ketiga belas:
لا
يتم التبرع إلا بالقبض
“Tidak sempurna akad tabarru’ kecuali
dengan penyerahan barang”
Akad tabarru adalah
akad yang dilakukan demi untuk kebajikan semata seperti hibah atau hadiah.
Hibah tersebut belum mengikat sampai penyerahan barangnya dilaksanakan.
14. Kaidah keempat belas:
الجواز السرعي ينافي
الضمان
“Suatu hal yang dibolehkan oleh
syara’ tidak dapat dijadikan objek tuntutan ganti rugi”
Maksud kaidah ini
adalah sesuatu yang dibolehkan oleh syariah baik melakukan atau
meninggalkannya, tidak dapat dijadikan tuntutan ganti rugi. Contohnya, si A
menggali sumur di tempat miliknya sendiri. Kemudian binatang tetangganya jatuh
kedalam sumur tersebut dan mati. Maka, tetangga tadi tidak bisa menuntut ganti
rugi kepada si A, sebab menggali sumur ditempatnya sendiri dibolehkan oleh
syariah.
15. Kaidah kelima belas:
كل
قبول جائز أن يكون قبلت
“Setiap kabul/penerimaan boleh dengan
ungkapan saya telah terima”
Sesungguhnya
berdasarkan kaidah ini, adalah sah dalam setiap akad jual beli, sewa menyewa
dan lain-lainnya, akad untuk menyebut “qabiltu” (saya telah terima) dengan
tidak mengulangi rincian dari ijab. Rincian ijab itu, seperti saya jual barang
ini dengan harga sekian dibayar tunai, cukup dijawab dengan “saya terima”.
16. Kaidah keenam belas:
كل شرط
كان من مضلحة العقد أو من مقتضاه فهو جائز
“Setiap syarat untuk kemaslahatan
akad atau diperlukan oleh akad tersebut, maka syarat tersebut dibolehkan”
Contohnya seperti
dalam hal gadai emas kemudian ada syarat bahwa apabila barang gadai tidak
ditebus dalam waktu sekian bulan, maka penerima gadai berhak untuk menjualnya.
Atau syarat kebolehan memilih, syarat tercatat di notaris.
17. Kaidah ketujuh belas:
ما جاز
بيعه جاز رهنه
“Apa yang boleh dijual boleh pula
digadaikan”
Sudah tentu barang yang boleh dijual
boleh pula digadaikan namun, ada pengecualiannya, seperti manfaat barang boleh
disewakan tapi tidak boleh digadaikan karena tidak bisa diserah terimakan
18. Kaidah kedelapan belas:
كل قرض جر منفعة فهو
ربا
“setiap pinjaman dengan menarik
manfaat (oleh kreditor) adalah sama dengan riba”[2]
Riba adalah
penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada
orang yang meminjam hartanya (uang), karena pengunduran janji pembayaran oleh
peminjam dari waktu yang telah ditentukan.[3] dalam perbankan syariah dilarang menggunakan transaksi
yang menimbulkan riba, oleh sebab itu sistem bunga diganti menjadi sistem bagi
hasil.
19. Kaidah Sembilan
belas:
الضَرَرُيُزَالُ
“Kemadharatan harus dihilangkan”[4]
Konsepsi kaidah ini
memberikan pengertian bahwa manusia harus dijauhkan dari idhrar (tindakan
menyakiti) baik oleh dirinya maupun orang lain, dan tidak semestinya ia
menimbulkan bahaya (menyakiti orang lain). Contohnya larangan menimbun
barang-barang kebutuhan pokok masyarakat karena perbuatan tersebut
mengakibatkan kemadharatan bagi rakyat.
20. Kaidah kedua
puluh:
الحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَرُورَةِعَامَةً كَانَ أَوْ خَاصَةً
“Kedudukan kebutuhan itu menempati
kedudukan darurat baik umum maupun khusus”
Contohnya dalam jual
beli, objek yang di jual telah wujud. Akan tetapi, demi untuk kelancaran
transaksi, boleh menjual barang yang belum berwujud asal sifat-sifatnya atau
contohnya telah ada.
21. Kaidah kedua
puluh satu:
الاجرو واضمانل
لايجتمعان
“Sewa dan
membayar kerusakan, tidaklah berkumpul”
Maksud dari kaidah ini ialah, bahwa upah tanggungan
(ganti rugi) dari suatu barang, KAIDAH FIQIH TENTANG EKONOMI
Qawaid fiqhiyah
(kaidah-kaidah fiqih) terdiri dari kaidah umum dan kaidah khusus, kaidah khusus
terbagi lagi kepada beberapa bidang, salah satunya adalah di bidang Ekonomi (Muamalah)
Kaidah yang khusus di bidang Ekonomi (Muamalah) menjadi sangat
penting karena perhatian sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan Hadis
terkait ibadah mahdhoh dan hukum keluarga islam lebih dominan dibanding dengan
fikih-fikih yang lain. Akibatnya, di bidang fikih-fikih selain ibadah mahdhoh
dan hukum keluarga islam, ruang lingkup ijtihad menjadi sangat luas dan
materi-materi fikih sebagai hasil ijtihad menjadi sangat banyak.
Al-Qur’an dan Hadis
untuk bidang selain ibadah mahdhoh dan hukum keluarga islam hanya menentukan
garis-garis besarnya saja yang tercermin dalam dalil-dalil yang bersifat umum.
Hal ini tampaknya erat kaitannya dengan fungsi manusia yang selain sebagai
hamba Allah juga sebagai khalifah fi al-ardh.Oleh karena itu, dalam makalah ini
pemakalah hanya membahas kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Ekonomi (Muamalah)
saja.
A. Kaidah-Kaidah Fiqih
Yang Berhubungan dengan Masalah Ekonomi
Kaidah-kaidah fiqih
terdiri dari kaidah fiqih yang umum dan kaidah fiqih yang khusus, salah satu
kaidah fiqih yang khusus yaitu kaidah yang berhubungan dengan masalah ekonomi (muamalah),
kaidah-kaidah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. الأصل في المعاملة
الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Hukum asal
dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya”
2. الأصل في العقد رضى
المتعاقدين ونتيجته ما التزماه بالتعاقد
“Hukum asal
dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya
adalah berlaku sahnya yang diakadkan”
3. لا يجوز لأحد أن يصرف في ملك غيره بلا إذنه
“Tiada
seorangpun boleh melakukan tindakan hukum atas milik orang lain tanpa izin si pemilik
harta”
4. الباكل لا يقبل الإجازة
“Akad yang
batal tidak menjadi sah karena dibolehkan”
5. الإجازة اللاحقة
كالوكالة السابقة
“Izin yang
datang kemudian sama kedudukannya dengan perwakilan yang telah dilakukan lebih
dahulu”
6. الأجر والضمان لا
يجتمعان
“Pemberian upah dan tanggung jawab
untuk mengganti kerugian tidak berjalan bersamaan”
7. الخراج بالضمان
“Manfaat suatu benda merupakan fakor
pengganti kerugian”
8. الغرم بالغمن
“Risiko itu
menyertai manfaat”
9. إذا بطل شيئ بطل ما في ضمنه
“Apabila
sesuatu akad batal, maka batal pula yang ada dalam tanggungannya”
10. العقد على الأعيان
كالعقد على منافعها
“Akad yang objeknya suatu
benda tertentu adalah seperti akad terhadap manfaat benda tersebut”
11. كل ما يصح تأبيده من
العقود المعاوضات فلا يصح توقيته
“Setiap akad mu’awadhah
yang sah diberlakukan selamanya, maka tidak sah diberlakukan sementara”
12. الأمر بالتصرف في ملك
الغير باطل
“Setiap
perintah untuk bertindak hukum terhadap hak milik orang lain adalah batal”
13. لا يتم التبرع إلا بالقبض
“Tidak
sempurna akad tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang”
14. الجواز السرعي ينافي
الضمان
“Suatu hal
yang dibolehkan oleh syara’ tidak dapat dijadikan objek tuntutan ganti rugi”
15. كل قبول جائز أن يكون قبلت
“Setiap kabul/penerimaan
boleh dengan ungkapan saya telah terima”
16. كل شرط كان من مضلحة العقد أو من مقتضاه فهو
جائز
“Setiap
syarat untuk kemaslahatan akad atau diperlukan oleh akad tersebut, maka syarat
tersebut dibolehkan”
17. ما جاز بيعه جاز رهنه
“Apa yang
boleh dijual boleh pula digadaikan”
18. كل قرض جر منفعة فهو ربا
“Setiap pinjaman dengan
menarik manfaat (oleh kreditor) adalah sama dengan riba”
19. الضَرَرُيُزَالُ
“Kemadharatan
harus dihilangkan”[1]
20. الحَاجَةُ تَنْزِلُ
مَنْزِلَةَ الضَرُورَةِعَامَةً كَانَ أَوْ خَاصَةً
“Kedudukan
kebutuhan itu menempati kedudukan darurat baik umum maupun khusus”
21. الاجرو واضمانل
لايجتمعان
“Sewa dan membayar kerusakan, tidaklah berkumpul”
B. Penerapan Kaidah Fiqih dalam Ekonomi
Penerapan Kaidah-kaidah fikih dalam ekonomi adalah sebagai berikut:
1. Kaidah pertama:
الأصل في المعاملة
الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Hukum asal dalam semua bentuk
muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Maksud kaidah ini
adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti
jual beli, sewa menyewa, gadai kerjasama (mudharabah dan musyarakah)
perwakilan, dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti
mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi, dan riba.
2. Kaidah kedua:
الأصل في العقد رضى
المتعاقدين ونتيجته ما التزماه بالتعاقد
“Hukum asal dalam transaksi adalah
keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang
diakadkan”
Keridhaan dalam
transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah
apabila didasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak. Artinya, tidak sah suatu
akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau dipakasa atau juga
merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi
kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya, maka
akad tersebut bisa batal. Contohnya seperti pembeli yang merasa tertipu karena
dirugikan oleh penjual karena barangnya terdapat cacat.
3. Kaidah ketiga:
لا يجوز لأحد أن يصرف
في ملك غيره بلا إذنه
“Tiada seorangpun boleh melakukan
tindakan hukum atas milik orang lain tanpa izin si pemilik harta”
Atas dasar kaidah ini,
maka si penjual haruslah pemilik barang yang dijual atau wakil dari pemilik
barang atau yang diberi wasiat atau wakilnya. Tidak ada hak orang lain pada
barang yang dijual.
4. Kaidah keempat:
الباكل لا يقبل الإجازة
“Akad yang batal tidak menjadi sah
karena dibolehkan”
Akad yang batal dalam
hukum Islam dianggap tidak ada atau tidak pernah terjadi. Oleh karena itu, akad
yang batal tetap tidak sah walaupun diterima salah satu pihak. Contohnya, Bank
syariah tidak boleh melakukan akad dengan lembaga keuangan lain yang
menggunakan sistem bunga, meskipun sistem bunga dibolehkan oleh pihak lain,
karena sistem bunga sudah dinyatakan haram oleh Dewan Syariah Nasional. Akad
baru sah apabila lembaga keuangan lain itu mau menggunakan akad-akad yang
diberlakukan pada perbankan syariah, yaitu akad-akad atau transaksi tanpa
menggunakan sistem bunga.
5. Kaidah kelima:
الإجازة اللاحقة
كالوكالة السابقة
“Izin yang datang kemudian sama
kedudukannya dengan perwakilan yang telah dilakukan lebih dahulu”
Seperti telah
dikemukakan pada kaidah ketiga bahwa pada dasarnya seseorang tidak boleh
bertindak hukum terhadap harta milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Tetapi, berdasarkan kaidah di atas, apabila seseorang bertindak hukum pada
harta milik orang lain, dan kemudian si pemilik harta memberikan izin
kepadanya, maka tindakan hukum itu menjadi sah, dan orang tadi dianggap sebagai
perwakilan dari si pemilik harta. Contohnya adalah akad wakalah yang
diberlakukan di Bank Syariah.
6. Kaidah keenam:
الأجر والضمان لا
يجتمعان
“Pemberian upah dan tanggung jawab
untuk mengganti kerugian tidak berjalan bersamaan”
Yang disebut dengan
dhaman atau ganti rugi dalam kaidah tersebut adalah mengganti dengan barang
yang sama. Apabila barang tersebut ada di pasaran atau membayar seharga barang
tersebut apabila barangnya tidak ada di pasaran.
Contoh, seseorang
menyewa kendaraan penumpang untuk membawa keluarganya, tetapi si penyewa
menggunakannya untuk membawa barang-barang yang berat yang mengakibatkan
kendaraan tersebut rusak berat. Maka, si penyewa harus mengganti kerusakan
tersebut dan tidak perlu membawa sewaannya.
7. Kaidah ketujuh:
الخراج بالضمان
“Manfaat suatu benda merupakan fakor
pengganti kerugian”
Arti asal al-kharaj
adalah sesuatu yang dikeluarkan baik manfaat benda maupun pekerjaan, seperti
pohon mengeluarkan buah atau binatang mengeluarkan susu. Sedangkan al-dhaman
adalah ganti rugi.
Contohnya, seekor
binatang dikembalikan oleh pembelinya dengan alasan cacat. Si penjual tidak
boleh meminta bayaran atas penggunaan binatang tadi. Sebab, penggunaan binatang
tadi sudah menjadi hak pembeli.
8. Kaidah kedelapan:
الغرم بالغمن
“Risiko itu menyertai manfaat”
Maksud dari
kaidah al ghurmu bi al ghunmi ialah bahwa seseorang yang
memanfaatkan sesuatu harus menanggung risiko. Sedangkan menurut Umar Abdullah
al-Kamil, makna yang tersirat dari kaidah ini adalah bahwa barang siapa yang
memperoleh manfaat dari sesuatu yang dimanfaatkannya maka ia harus bertanggung
jawab atas dhoror atau ghurmu serta dhomān yang
akan terjadi.
Contohnya Biaya
notaris adalah tanggung jawab pembeli kecuali ada keridhaan dari penjual atau
ditanggung bersama. Demikian pula halnya, seseorang yang meminjam barang, maka
dia wajib mengembalikan barang dan risiko ongkos-ongkos pengembaliannya.
Berbeda dengan ongkos mengangkut dan memelihara barang, dibebankan pada pemilik
barang.
9. Kaidah kesembilan:
إذا بطل شيئ بطل ما في
ضمنه
“Apabila sesuatu akad batal, maka
batal pula yang ada dalam tanggungannya”
Contohnya, penjual dan
pembeli telah melaksanakan akad jual beli. Si pembeli telah menerima barang dan
si penjual telah menerima uang. Kemudian kedua belah pihak membatalkan jual
beli tadi. Maka, hak pembeli terhadap barang menjadi batal dan hak penjual
terhadap harga barang menjadi batal. Artinya, si pembeli harus mengembalikan
barangnya dan si penjual harus mengembalikan harga barangnya.
10. Kaidah kesepuluh:
العقد على الأعيان
كالعقد على منافعها
“Akad yang objeknya suatu benda tertentu
adalah seperti akad terhadap manfaat benda tersebut”
Objek suatu akad bisa
berupa barang tertentu, misalnya jual beli, dan nnisa pula berupa manfaat suatu
barang seperti sewa menyewa. Bahkan sekaran, objeknya bisa berupa jasa seperti
jasa broker. Maka, pengaruh hukum dari akad yang objeknya barang atau manfaat
dari barang adalah sama, dalam arti rukun dan syaratnya sama.
11. Kaidah kesebelas:
كل ما يصح تأبيده من
العقود المعاوضات فلا يصح توقيته
“Setiap akad mu’awadhah yang sah
diberlakukan selamanya, maka tidak sah diberlakukan sementara”
Akad mu’awadhah adalah
akad yang dilakukan oleh dua pihak yang masing-masing memiliki hak dan
kewajiban, seperti jual beli. Satu pihak (penjual) berkewajiban menyerahkan
barang dan berhak terhadap harga barang. Di pihak lain yaitu pembeli
berkewajiban menyerahkan harga barang dan berhak terhadap barang yang
dibelinnya. Dalam akad yang semacam ini tidak sah apabila dibatasi waktunya,
sebab akad jual beli tidak dibatasi waktunya. Apabila waktuya dibatasi, maka
bukan jial beli tapi sewa menyewa.
12. Kaidah kedua belas:
الأمر
بالتصرف في ملك الغير باطل
“Setiap perintah untuk bertindak
hukum terhadap hak milik orang lain adalah batal”
Maksud kaidah ini
adalah apabila seseorang memerintahkan untuk bertransaksi terhadap milik orang
lain yang dilakukannya seperti terhadap miliknya sendiri, maka hukumnya batal.
Contohnya, seorang kepala penjaga keamanan memerintahkan kepada bawahannya untuk
menjual barang yang dititipkan kepadanya, maka perintah tersebut adalah
batal.
13. Kaidah ketiga belas:
لا
يتم التبرع إلا بالقبض
“Tidak sempurna akad tabarru’ kecuali
dengan penyerahan barang”
Akad tabarru adalah
akad yang dilakukan demi untuk kebajikan semata seperti hibah atau hadiah.
Hibah tersebut belum mengikat sampai penyerahan barangnya dilaksanakan.
14. Kaidah keempat belas:
الجواز السرعي ينافي
الضمان
“Suatu hal yang dibolehkan oleh
syara’ tidak dapat dijadikan objek tuntutan ganti rugi”
Maksud kaidah ini
adalah sesuatu yang dibolehkan oleh syariah baik melakukan atau
meninggalkannya, tidak dapat dijadikan tuntutan ganti rugi. Contohnya, si A
menggali sumur di tempat miliknya sendiri. Kemudian binatang tetangganya jatuh
kedalam sumur tersebut dan mati. Maka, tetangga tadi tidak bisa menuntut ganti
rugi kepada si A, sebab menggali sumur ditempatnya sendiri dibolehkan oleh
syariah.
15. Kaidah kelima belas:
كل
قبول جائز أن يكون قبلت
“Setiap kabul/penerimaan boleh dengan
ungkapan saya telah terima”
Sesungguhnya
berdasarkan kaidah ini, adalah sah dalam setiap akad jual beli, sewa menyewa
dan lain-lainnya, akad untuk menyebut “qabiltu” (saya telah terima) dengan
tidak mengulangi rincian dari ijab. Rincian ijab itu, seperti saya jual barang
ini dengan harga sekian dibayar tunai, cukup dijawab dengan “saya terima”.
16. Kaidah keenam belas:
كل شرط
كان من مضلحة العقد أو من مقتضاه فهو جائز
“Setiap syarat untuk kemaslahatan
akad atau diperlukan oleh akad tersebut, maka syarat tersebut dibolehkan”
Contohnya seperti
dalam hal gadai emas kemudian ada syarat bahwa apabila barang gadai tidak
ditebus dalam waktu sekian bulan, maka penerima gadai berhak untuk menjualnya.
Atau syarat kebolehan memilih, syarat tercatat di notaris.
17. Kaidah ketujuh belas:
ما جاز
بيعه جاز رهنه
“Apa yang boleh dijual boleh pula
digadaikan”
Sudah tentu barang yang boleh dijual
boleh pula digadaikan namun, ada pengecualiannya, seperti manfaat barang boleh
disewakan tapi tidak boleh digadaikan karena tidak bisa diserah terimakan
18. Kaidah kedelapan belas:
كل قرض جر منفعة فهو
ربا
“setiap pinjaman dengan menarik
manfaat (oleh kreditor) adalah sama dengan riba”[2]
Riba adalah
penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada
orang yang meminjam hartanya (uang), karena pengunduran janji pembayaran oleh
peminjam dari waktu yang telah ditentukan.[3] dalam perbankan syariah dilarang menggunakan transaksi
yang menimbulkan riba, oleh sebab itu sistem bunga diganti menjadi sistem bagi
hasil.
19. Kaidah Sembilan
belas:
الضَرَرُيُزَالُ
“Kemadharatan harus dihilangkan”[4]
Konsepsi kaidah ini
memberikan pengertian bahwa manusia harus dijauhkan dari idhrar (tindakan
menyakiti) baik oleh dirinya maupun orang lain, dan tidak semestinya ia
menimbulkan bahaya (menyakiti orang lain). Contohnya larangan menimbun
barang-barang kebutuhan pokok masyarakat karena perbuatan tersebut
mengakibatkan kemadharatan bagi rakyat.
20. Kaidah kedua
puluh:
الحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَرُورَةِعَامَةً كَانَ أَوْ خَاصَةً
“Kedudukan kebutuhan itu menempati
kedudukan darurat baik umum maupun khusus”
Contohnya dalam jual
beli, objek yang di jual telah wujud. Akan tetapi, demi untuk kelancaran
transaksi, boleh menjual barang yang belum berwujud asal sifat-sifatnya atau
contohnya telah ada.
21. Kaidah kedua
puluh satu:
الاجرو واضمانل
لايجتمعان
“Sewa dan
membayar kerusakan, tidaklah berkumpul”
Maksud dari kaidah ini ialah, bahwa upah tanggungan
(ganti rugi) dari suatu barang, tidak dapat dikumpulkan pada seorang dalam
kejadian peristiwa yang sama. Sewa Yang dimaksud dalam kaidah ini adalah ganti
terhadap manfaat barang, sedangkan tanggungan (ganti rugi) adalah
kewajiban mengganti kerugian dari suatu barang yang dimanfaatkan.
Misalnya seorang
tukang sol sepatu (penjahit sepatu), ia boleh menahan jahitan atau sepatu yang
dipesan sampai dilunasi upah yang akan diberikan, jika tidak ada syarat adanya
penundaan pembayaran. Dengan cara ini
apabila seseorang menahan barang tersebut dan kemudian rusak, ia tidak
mengganti karena kerusakan itu dan ia tetap masih berhak atas upah. [5]
[1] Nash Farid
Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam,Qawa’id Fiqhiyyah.(Jakarta:Hamzah.2009).
17.
[4] A. Djazuli, Kaidah-Kaidah
Fiqh kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah praktis,(Jakarta:
Kencana.2006). hal. 67.
tidak dapat dikumpulkan pada seorang dalam
kejadian peristiwa yang sama. Sewa Yang dimaksud dalam kaidah ini adalah ganti
terhadap manfaat barang, sedangkan tanggungan (ganti rugi) adalah
kewajiban mengganti kerugian dari suatu barang yang dimanfaatkan.
Misalnya seorang
tukang sol sepatu (penjahit sepatu), ia boleh menahan jahitan atau sepatu yang
dipesan sampai dilunasi upah yang akan diberikan, jika tidak ada syarat adanya
penundaan pembayaran. Dengan cara ini
apabila seseorang menahan barang tersebut dan kemudian rusak, ia tidak
mengganti karena kerusakan itu dan ia tetap masih berhak atas upah. [5]
[1] Nash Farid
Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam,Qawa’id Fiqhiyyah.(Jakarta:Hamzah.2009).
17.
[4] A. Djazuli, Kaidah-Kaidah
Fiqh kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah praktis,(Jakarta:
Kencana.2006). hal. 67.
Baik pak. Terima kasih bapak
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteBaik pak.Terimakasih Bapak..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletebaik pak. terima kasih
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteNama:Muhayyanah
ReplyDeleteEmail: Muhayyanah5@gmail.com
Alamat: Bangkalan
NO HP: 085231600390
Klas : V.A
jurusan : Ekonomi Syariah.
ekonomi syariah V A
ReplyDeleteKamila Rosyada ekonomi syariah V-A
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMuzdhalifah
ReplyDeleteNim: 130721100024
Ekonomi syariah V-A
Muzdhalifah
ReplyDeleteNim: 130721100024
Ekonomi syariah V-A
nama : fajar wijaksono
ReplyDeletekelas : A
semester : 5
nim : 130721100017
prodi : ekonomi syariah
Nama : Feti Arisah
ReplyDeleteNIM : 130721100009
Kelas: ES A V
Nama : Feti Arisah
ReplyDeleteNIM : 130721100009
Kelas: ES A V
Sri wahyuni
ReplyDeleteEs V A
130721100139
Ita purnama sari
ReplyDeleteEs V A
130721100141
Suhriyah
ReplyDeleteES V A
130721100128
Farisul Haq
ReplyDeleteES VA
130721100134