KONSEP KESEJAHTERAAN
1. Kesejahteraan dalam Pandangan Dunia Definisi Kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah sebuah kondisi dimana seorang dapat...

https://rohman-utm.blogspot.com/2012/04/konsep-kesejahteraan.html
1. Kesejahteraan dalam
Pandangan Dunia
Definisi Kesejahteraan dalam konsep dunia modern
adalah sebuah kondisi dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu
kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai
yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial yang
mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya . Kalau
menurut HAM, maka definisi kesejahteraan kurang lebih berbunyi bahwa setiap
laki laki ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki hak untuk hidup
layak baik dari segi kesehatan, makanan, minuman, perumahan, dan jasa sosial,
jika tidak maka hal tersebut telah melanggar HAM.[11]
2. Kesejahteraan dalam
Pandangan Islam
Pertama, dilihat dari pengertiannya, sejahtera sebagaimana
dikemukakan dalam Kamus Besar Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur,
dan selamat (terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian “Islam” yang berarti selamat, sentosa,
aman, dan damai. Dari pengertiannya ini dapat dipahami bahwa masalah
kesejahteraan sosial sejalan dengan misi Islam itu sendiri. Misi inilah yang
sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dinyatakan
dalam ayat yang berbunyi :
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. al-anbiyâ’ [21]: 107).
Kedua, dilihat dari segi kandungannya, terlihat bahwa seluruh aspek
ajaran Islam ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial.
Hubungan dengan Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama
manusia (habl min Allâh wa habl min an-nâs). Demikian pula anjuran beriman
selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang di dalamnya termasuk
mewujudkan kesejahteraan sosial. Selanjutnya, ajaran Islam yang pokok (Rukun
Islam), seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan
haji, sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial.
Ketiga, upaya mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan misi kekhalifahan
yang dilakukan sejak Nabi Adam As. Sebagian pakar, sebegaimana dikemukakan H.M.
Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran, menyatakan bahwa kesejahteraan
sosial yang didambakan al-Quran tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan
isterinya sesaat sebelum mereka turun melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi.[12]
Kesejahateraan sosial dalam islam adalah pilar
terpenting dalam keyakinan seorang muslim adalah kepercayaan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah SWT. Ia tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada Allah
SWT. (Q.S. Ar-Ra’du:36) dan (Q.S. Luqman: 32). Ini merupakan dasar bagi piagam
kebebasan sosial Islam dari segala bentuk perbudakan. Menyangkut hal ini, Al-Qur’an
dengan tegas menyatakan bahwa tujuan utama dari misi kenabian Muhammad SAW.
adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunnya (Q.S.
Al-A’raaf:157)[13].
Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan
indiviu merupakan bagian dari kesejahteraan yang sangat tinggi. Menyangkut
masalah kesejahteraan individu dalam kaitannya dengan masyarakat.
B. Prinsip dan Faktor Kesejahteraan
Maka dapat diambil sebuah kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa
prinsip-prinsip kesejahteraan adalah:
1.
Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus didahulukan dari
kepentingan individu.
2.
Melepas kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat.
3.
Kerugian yang besar tidak dapat diterima untuk menghilangkan yang
lebih kecil. Manfaat yang lebih besar tidak dapat dikorbankan untuk manfaat
yang lebih kecil. Sebaliknya, hanya yang lebih kecil harus dapat diterima atau
diambil untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar, sedangkan manfaat yang
lebih kecil dapat dikorbankan untuk mandapatkan manfaat yang lebih besar.
Kesejahteraan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama
tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang
individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain. Jadi menurut Al-Qur’an
kesejahteraan meliputi faktor:
1.
Keadilan dan Persaudaraan Menyeluruh.
2.
Nilai-Nilai Sistem Perekonomian.
3.
Keadilan Distribusi Pendapatan.
C. Konsep Kesejahteraan Menurut Umer Chapra
Umer Chapra menggambarkan secara jelas bagaimana eratnya hubungan
antara Syariat Islam dengan kemaslahatan. Ekonomi Islam yang merupakan salah
satu bagian dari Syariat Islam, tujuannya tentu tidak lepas dari tujuan utama
Syariat Islam. Tujuan utama ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik
dan terhormat (al-hayah al-tayyibah).[14]
Ini merupakan definisi kesejahteraan dalam pandangan Islam, yang tentu saja
berbeda secara mendasar dengan pengertian kesejahteraan dalam ekonomi
konvensional yang sekuler dan materialistik.
Secara terperinci,
tujuan ekonomi Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Kesejahteraan ekonomi adalah tujuan ekonomi yang terpenting.
Kesejahteraan ini mencakup kesejahteraan individu, masyarakat dan negara.
2.
Tercukupinya kebutuhan dasar manusia, meliputi makan, minum,
pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, keamanan serta system negara
yang menjamin terlaksananya kecukupan kebutuhan dasar secara adil dibidang
ekonomi.[15]
3.
Penggunaansum berdaya secara optimal, efisien, efektif, hemat dan
tidak mubazir.
4.
Distribusi harta, kekayaan, pendapatan dan hasil pembangunan secara
adil dan merata.
5.
Menjamin kebebasan individu.
6.
Kesamaanhak dan peluang.
7.
Kerjasama dan keadilan.
Chapra ingin menegaskan (dengan membuat pemaparan cukup
komprehensif terutama atas dasar dan dengan landasan filosofis dan teoritis),
bahwa umat Islam tidak usah berpaling ke Timur atau ke Barat dalam mewujudkan
kesejahteraan, khususnya dalam bidang ekonomi tetapi berpaling pada Islam. Dia
mengamati bahwa banyak negara-negara Islam atau yang berpenduduk mayoritas
Islam telah mengambil pendekatan pembangunan ekonomi dari Barat dan Timur,
dengan menerapkan system kapitalis, sosialis atau Negara kesejahteraan.
Chapra menekankan bahwa selama negara-negara Muslim terus
menggunakan strategi kapitalis dan sosialis, mereka tidak akan mampu, berbuat
melebihi negara-negara kapitalis dan sosialis, mencegah penggunaan
sumber-sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dengan demikian akan
ditekan secara otomatis, menjadikannya sulit untuk merealisasikan maqashid
meskipun terjadi pertumbuhan kekayaan.[16]
Sementara itu konsep Negara Sejahtera, yang mencoba menggabungkan
mekanisme harga dengan sejumlah perangkat lainnya. Terutama pembiayaan
kesejahteraan oleh negara untuk menjamin keadilan, pada mulanya menimbulkan
sebuah euphoria[17],
tetapi yang ternyata tidak. Penambahan pengeluaran untuk sektor publik tidak
dibarengi dengan suatu pengurangan ganti rugi dalam klaim-klaim lain atas
sumber-sumber, dengan defisit anggaran yang membengkak meskipun telah
ditetapkan beban pajak yang berat. Keadaan itu menimbulkan pemakaian
sumber-sumber daya semakin memburuk, meningkatkan ketidakseim-bangan internal
dan eksternal. Masalah kemiskinan dan ketercabutan tetap ber-lanjut dan bahkan
semakin dalam. Kebutuhan-kebutuhan tetap tak terpenuhi. Ketidak adilan justru
semakin bertambah. Problem yang dihadapi Negara Sejahtera adalah bagaimana
menghapuskan ketidakseimbangan yang diciptakannya. Sistem ini tidak memiliki
mekanisme filter yang disepakati selain harga untuk mengatur permintaan secara
agregat, dunia hanya bersandar sepenuhnya kepada mekanisme pasar untuk
menghapuskan ketidakseimbangan yang ada.[18]
Out Line
Bab
I Pendahuluan:
1.
Latar belakang
2.
Rumusan masalah
3.
Tujuan
4.
Manfaat
Bab
II Kajian Pustaka dan Landasan Teori
1.
Kajian pustaka
2.
Landasan teori
Bab
III Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
2.
Sumber Data
3.
Teknik Pengumpulan Data
Bab
IV Tinjauan Umum tentang Konsep Kejahteraan Ekonomi
Dalam Perspektif Islam Menurut Umer Chapra
1.
Pengertian Kesejahteraan Menurut Pandangan Dunia
2.
Pengertian Kesejahteraan Menurut Pandangan Islam
3.
Faktor-faktor Terjadinya Kesejahteraan
4.
Prinsip dan Faktor Kesejahteraan
5.
Pemahaman Konsep Kesejahteraan dalam Islam
6.
Gambaran
Umum Masyarakat Islam dengan Jalannya Konsep Kesejahteraan Islam
7.
Hubungan antara Konsep Kesejahteraan Islam dan
Ekonomi dalam Masyarakat
8.
Analisa Konsep Kesejahteraan Ekonomi Menurut Umer
Chapra
9.
Analisis Pengaruh Kesejahteraan/ Maslahah
terhadap Ekonomi dan Kehidupan Sosial Masyarakat Menurut Umer Chapra
Bab
V Penutup
1.
Kesimpulan
2.
Saran-saran
3.
Penutup
[1] Dr. Irfan
Syauqi Beik. “Ekonomi Maslahah”, dalam Jurnal Ekonomi
Islam, (Volume IV, No. 1, Juli 2010), p. 33
[2] Agil Bahsoan. “Mashlahah Sebagai Maqashid As-syariah”, dalam Jurnal Ekonomi Islam:
Inovasi, (Volume 8, Nomor 1, Maret 2011), p. 115.
[3] Ridzwan Ahmad,
Azizi Che Seman. “Pemakaian Maslahah Terhadap Konsep Nilai Masa Uang dalam
Sistem Perbankan Islam di Malaysia”, dalam Journal of Fiqh, (No. 6,
2009), p. 105-106.
[4] Dogarawa Ahmad Bello. “Islamic Social Welfare
and the Role of Zakah in the Family System” dalam Journal of Islamic Law (Volume
10, Nomer 1, Oktober 2010), p. 1.
[5] Hartley Dean and Zafar
Khan. “Muslim Perspectives on Welfare” dalam Journal of Social Policy
(Volume 26, Nomer 2, April 1997), p. 193-209
[6] Muhammad Erfan Zainudin. “Pelaksanaan
Bai' Bissaman Ajil di BMT Mitra Lohjinawi Bantul dan Jual Beli pada Mindring
(Studi Tentang Al maslahah Al iqtisodiyah)”, Skripsi S1, Yogyakarta: Universitas
Islam Negri Sunan Kalijaga 2008.
[7] Wardatul Asriyah. “Strategi Peningkatan
Kesejahteraan Ekonomi msyarakat Melaluai Usaha Tambak di Desa Babalan Demak”,
Skripsi S1,Yogyakarta: Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Fakultas Dakwah
2007.
[8] Nina Sartika. “Analisis Pertumbuhan
Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Menurut Islam di Propinsi Jawa Timur”, Skripsi
S1, Jawa Timur: Universitas Pembangunan Nasional (Veteran) 2011.
[9] Hadiratush solihah. “Penerapan Konsep Maslahah Mursalah dalam Wakaf
(Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf)”, Skripsi
S1, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Syariah
2010.
[10] Siti Musrofah. “Konsep Maslahah Mursalah dalam Dunia Bisnis dengan
Sistem Franchise (Waralaba)”, Skripsi S1, Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Fakultas Syariah 2008.
[11] Ikhwan Abidin Basri. Islam
dan Pembngunan Ekonomi. (Jakarta: Gema Insani Press 2005), p.24
[12] Ibid, p. 85-87
[13] Ibid,
p. 89
[14] M. B. Hendrie Anto. Pengantar Ekonomika
Mikro Islami. (Yogyakarta: Ekonisia 2003), p. 7
[15] Warkum Sumito. Asas-asas Perbankan Islam
& Lembaga-lembaga Terkait. Cet keempat, (Jakarta: Raja grafindo
Persada), p.17.
[16] Umer Chapra. Islam dan Tantangan Ekonomi,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2000), p. 304.
[17] sebuah rasa bahwa masalah alokasi dan
distribusi telah diatasi secara ideal
[18] Ibid, p. 373-374.