Konsep Dasar Ekonomi Islam
A. Pendahuluan Umat manusia hidup di dunia ini lahir senantiasa memiliki tujuan. Banyak tujuan manusia yang diharapkan da...

https://rohman-utm.blogspot.com/2011/03/konsep-dasar-ekonomi-islam.html
A. Pendahuluan
Umat manusia hidup di dunia ini lahir senantiasa memiliki tujuan.
Banyak tujuan manusia yang diharapkan dapat tercapai dengan daya upaya
dan ihktiar yang dijalankannya. Allah pun memiliki tujuan menciptakan
manusia, yakni untuk menyembah dan beribadah kepadaNya. Proses beribadah
inilah yang mendorong umat manusia khusunya umat Islam menbutuhkan
berbagai media yang memudahkan pencapaiannya. Dalam hal pemenuhan
materi, ekonomi menjadi satu bagian yang penting baik sebagai aturan
hukum maupun etika yang mengarahkan pada pencapaian kesejahteraan hidup.
Secara filosofis individu memang merupakan pribadi yang utuh yang
keseluruhan hidupnya didukung oleh kemauan baik pada kebutuhan sisi
duniawi maupun spiritual. Dalam filsafat Islam tidak ditekankan adanya
dikotomi pada dua aspek ini, baik pada ranah individual maupun sosial
kemasyarakatan. Pada prinsip yang demikian terkandung nilai adanya unsur
kebebasan namun tetap dapat dipertanggungjawabkan bagi umat Islam
ketika ia berikhtiar untuk mencapai kemenangan hidupnya, termasuk
kebutuhan ekonominya.
Ekonomi Islam sebagai salah satu cabang ilmu menuntun pelaku ekonomi
pada pencapaian kesejahteran hidup melalui dan distribusi sumber
daya yang didasarkan pada maqosid syari`ah (Chapra, 2001).
Aturan ini juga merupakan perangkat nilai, moral etis dalam
beraktifitas lainnya yang memberikan daya kontrol bagi setiap muslim
dalam menjalankan perilaku kehidupan ekonominya. Pada era kekinian
tampaknya ekonomi Islam telah hadir sebagai solusi alternatif di tengah
pertarungan antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialisme sebagai
sistem yang sedang mengalami kebuntuhan karena belum mampu memecahkan
segenap permasalahan ekonomi.
Sehingga makalah ini dihadirkan untuk menjadi bahan pengantar diskusi
seputar konsep dasar ekonomi Islam. Didalamnya akan terkemukakan
deskripsi pemaknaan basis tujuan hidup umat Islam, makna ilmu ekonomi
Islam, dasar-dasar ekonomi Islam, tujuan serta ciri ekonomi Islam,
metodologi ekonomi Islam dengan beberapa ulasan tambahan dan analisa
lainnya dari beberapa referensi yang ada. Dengan demikian diharapkan
dalam bahasan ini akan didapatkan gambaran konsepsi yang mendasar
tentang ekonomi Islam.
- B. Memaknai Tujuan Hidup Muslim
Tujuan hidup manusia secara universal adalah mendapatkan kebahagiaan.
Kebahagiaan biasanya tercapai ketika varian-varian hidup yang
melingkupinya juga terpenuhi baik aspek materi maupun non materi.
Kecenderungan pemenuhan materi yang memadahi akan membuat seseorang
mendapatkan kebahagiaan, karena hidupnya cenderung sejahtera. Dalam
prinsip Islam, kesejahteraan bukan semata ditentukan oleh materi dan
tidak hanya milik seseorang atau keluarga tertentu, tetapi juga untuk
orang lain secara menyeluruh. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin
selain mengajarkan kepada pemenuhan non materi berupa spiritualitas,
namun juga mengajarkan tuntunan pemenuhan pencapaian kebutuhan ekonomi,
yakni pemenuhan kebutuhan ranah materi.
Untuk mencapai tujuan hidup yang sejahtera tadi, ada tiga pokok yang
dapat dipahami dari ajaran Islam, yaitu tentang tujuan hidup adalah
kemenangan (falah), lalu kemanfaatan (maslahah) dan permasalahan dalam pencapaiannya (P3EI, 2008: 2). Falah yang
diartikulasikan sebagai kemenangan hidup di dunia dan akhirat baik
pada sisi material maupun spiritual. Falah ini ini memiliki tiga unsur
kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan, dan kekuatan serta harga
diri.Upaya dan ikhtiar yang dijalankan oleh umat manusia di dunia
ini dalam pandangan Islam adalah upaya ibadah yang ditujukan untuk
pencapaian kemenangan dunia dan akhirat. Sehingga setiap ungkapan,
tindakan dan bahkan keyakinannya dijalankan berdasar pada petunjuk
sang pencipta yang ditulis dalam kalam suciNya, al-Quran. Disinilah
manusia mendapatkan kesejahteraan secara menyeluruh baik materi dan
spiritual yang bernilai jangka pendek dunia dan jangka panjang
akhirat.
Adapun Maslahah merupakan dampak positif dari memperoleh falah,
yakni kebutuhan yang tercapai secara seimbang, di mana falah ini akan
memberikan situasi kebahagiaan, sehingga masyarakat mendapatkan
maslahah. Maslahah juga dapat dinilai sebagai kemanfaatan baik material
maupun non material yang menjadikan manusia pada keadaan mulia.
Maslahah ini mashur diungkapkan oleh imam asy-Syatibi pada lima hal,
agama, jiwa, intelektual, keluarga dan material. Dengan demikian
ikhtiar yang dijalankan oleh penduduk berdasarkan pada konsep ini
harus senantiasa menimbang pada pencapaian falah yang didasarkan pada
unsur maslahah. (P3EI, 2008:6).
Pokok ketiga adalah permasalahan dari pencapaian falah yang
melahirkan kompleksitas maslahah. Hal ini karena dalam pencapaian falah
manusia dibatasi dengan faktor kelemahan, keterbatasan kemampuan,
yang dalam ekonomi diistilahkan dengan kelangkaan. Alam semesta
yang tercipta dengan keterbatasan ini membuka peluang kelangkaan karena
ketidakmeratan distribusi sumber daya, keterbatasan manusia dan
konflik yang dilahirkan dari antartujuan (P3EI, 2008:9). Disinilah kita
menemukan peran dan fungsi ilmu ekonomiyang diharapkan mampu menjadi
solusi atas masalah keterbatasan, karena ilmu ekonomi mencakup aspek
dasar kosumsi, produksi dan distribusi yang ketiganya diupayakan untuk
pemenuhan maslahah tadi. Dengan demikian penting dalam mewujudkan
kesejahterana hidupnya manusia berpikir tentang ekonomi dan sebagai
umat Islam maka ilmu ekonomi yang berlandaskan Islam itulah yang
kemudian menjadi titik sentral pencapaian falah. Sub bab berikut
menjelaskan lebih detail tentang pemaknaan dan paradigma sistem
ekonomi Islam.
- C. Pengertian Ekonomi Islam dan Paradigma Sistemnya
Pengertian masa kini ekonomi ialah satu kajian yang berkenaan dengan
perilaku manusia dalam menggunakan sumber dayanya untuk memenuhi
keperluan mereka. Sedangkan dalam pengertian Islam, ekonomi adalah satu
sains sosial yang mengkaji masalah masalah ekonomi manusia yang
didasarkan kepada asas asas dan nilai nilai Islam. Ekonomi Islam
seringkali dimasukkan sebagai cabang ilmu yang mempelajari metode
memahami dan memecahkan masalah ekonomi yang didasarkan pada ajaran
Islam. Perilaku manusia sebagai komunitas sosial yang didasarkan pada
ajaran Islam inilah yang menjadi dasar pembentukan perekonomian Islam
itu sendiri. Dengan demikian ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai
sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam (tadbîr syu’un al-mâl min wijhah nazhar al-islam) (An-Nabhani, 1990).
Ekonomi Islam sebagai disiplin ilmu dan sistem yang baru,
kehadirannya tidak terlepas dari ketidaktuntasan sistem ekonomi yang ada
dalam memecahkan permasalah ekonomi. Ekonomi Islam secara epistemologis
kiranya dapat dibagi menjadi dua disiplin ilmu; Pertama, ekonomi Islam normatif,
yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang berkaitan dengan
urusan harta benda (al-mâl). Ekonomi Islam normatif ini oleh Taqiyuddin
an-Nabhani (1990) disebut sistem ekonomi Islam (an-nizham al-iqtishadi fi al-Islâm). Kedua, ekonomi Islam positif,
yaitu studi konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan harta
benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa.
Dikotomi antara normatif dan positif ini dalam ekonomi
konvensional merupakan penyimpangan dari sejarah awalnya. Sebagaimana
disebutkan pula oleh Adiwarman (2001:14) tentang buku pertama ekonomi
pertama yang ditulis oleh Adam Smith, Theory of Moral Sentiment (1759) tidak membedakan antara realitas dan norma, sebelum kemudian menulis buku An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations
(1776). Oleh karenanya ekonomi Islam pada dasarnya diletakkan pada
pendekatan integratif antara normatif dan positif. Islam
menempatkan etika sebagai kerangka dalam ilmu ekonominya. Dengan
demikian ekononomi Islam dikonsepkan sebagai kerangka nilai yang
integratif yang ditujukkan untuk pencapaian kemenangan (falah) di mana
ekonomi Islam tidak hanya sebagai ulasan deskriptif empiris atas
perilaku umat Islam, namun juga membentuk suatu perekonomian yang
membawa umat manusia dalam pencapaian kemenangan hidupnya yang hakiki (
P3EI, 2008:26).
Ekonomi Islam sendiri dibangun atas beberapa pilar yang saling
terkait antara satu dengan yang lainnya. Dalam perspektif Muhammad
(2007), ekonomi Islam dengan konfigurasinya tersusun atas beberapa
bagian ibaratkan sebuah bangunan rumah. Pada bagian dasarnya atau
landasan teori ekonomi Islam terbangun atas beberapa pokok prinsip,
yakni prinsip tauhid, al-Adl, nubuwah, khilafah dan ma’ad (Chapra,
2000:6). Adapun paradigma sistem ekonomi Islam terbagi dalam 2 (dua)
bagian; paradigma umum, yaitu aqidah Islamiyah yang menjadi landasan
pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam,
seperti sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem pendidikan
Islam, dan sebagainya. Kedua adalah paradigma khusus (cabang) sebagai
sejumlah kaidah umum yang lahir dari aqidah Islam yang menjadi landasan
bagi bangunan sistem ekonomi Islam.
- D. Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam
Sistem Ekonomi menurut pandangan Islam mencakup pembahasan tentang
tata cara perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya baik untuk
kegiatan konsumsi maupun distribusi. Sebagaimana dikutip oleh Muhammad
(2007:12-13), menurut an-Nabhany (1990) asas yang dipergunakan untuk
membangun sistem ekonomi dalam pandangan Islam berdiri dari tiga pilar
(fundamental) yakni bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut
kepemilikan (al-milkiyah), lalu bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).
Pilar Pertama : Pandangan Tentang Kepemilikan (AI-Milkiyyah)
Kepemilikan merupakan izin as-Syari’ (Allah SWT) untuk memanfaatkan
zat tertentu. Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri,
pada hakikatnya merupakan milik Allah SWT. Hal ini didasarkan pada ayat
: “Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia
berikan kepada kalian.”(QS. An-Nuur : 33). Oleh karena itu, harta
kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah
menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan
kepada mereka.
Allah telah memberikan izin terhadap beberapa transaksi serta
melarang bentuk-bentuk transaksi yang lain. Allah melarang seorang
muslim untuk memiliki minuman keras dan babi, sebagaimana Allah melarang
siapa pun yang menjadi warga negara Islam untuk memiliki harta hasil
riba dan perjudian. Dalam pandangan Islam kepemilikan (property) dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1). Kepemilikan individu (private property); (2) kepemilikan umum (collective property); dan (3) kepemilikan negara (state property) (Sami, 1990: 28)
1) Kepemilikan Individu (private property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi
zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang
mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut. An-Nabhaniy (1990)
mengemukakan sebab-sebab kepemilikan yang terbatas pada lima hal, yakni
bekerja, warisan, kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup, harta
pemberian negara yang diberikan kepada rakyat, harta-harta yang
diperoleh dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
2). Kepemilikan Umum (collective property)
Kepemilikan umum adalah izin as-Syari’ kepada suatu komunitas untuk
sama-sama memanfaatkan benda. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum
Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan
sekelompok kecil orang. Dan pengertian di atas maka benda-benda yang
termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok :
a. Benda-benda yang merupakan fasilitas umum, dimana kalau tidak ada
di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan menyebabkan
kesulitan dan orang akan berpencar-pencar dalam mencarinya
b. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar
Bahan tambang dapat dikiasifikasikan menjadi dua, yaitu bahan tambang
yang sedikit (terbatas) jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar
menurut ukuran individu, serta bahan tambang yang sangat banyak (hampir
tidak terbatas) jumlahnya. Barang tambang yang sedikit (terbatas)
jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara pribadi,
dan terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz (barang
temuan), yang darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5 bagiannya
(20%).
c. Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki
hanya oleh individu secara perorangan.Yang juga dapat dikategorikan
sebagai kepemilikan umum adalah benda-benda yang sifat pembentukannya
mencegah hanya dimiliki oleh pribadi.
3). Kepemilikan Negara (state property)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang merupakan
hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara
untuk memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan
kebijakannya. (Solahudin, 2001:32)
Pilar Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.
kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta
tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta
tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya (Siddiqi,1985
&Naqvi, 1981). Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta
yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan
ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan
pengembangan harta. Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan
untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang
haram seperti minuman keras, babi.
Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum
(collective property) itu adalah hak negara, karena negara adalah wakil
ummat. Adapun mengelola kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan
negara (state property) dan kepemilikan individu (private property)
telah jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah,
seperti jual-beli, penggadaian dan sebagainya.
Pilar Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka
Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini.
Mekanisme distribusi kekayaan kepada individu, dilakukan dengan
mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi-transaksi
yang wajar (Sholahudin, 2001: 32-33).
Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam dikelompokkan menjadi dua, yakni mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi.
Mekanisme ekonomi yang ditempuh sistem ekonomi Islam dalam rangka
mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya
dengan sejumlah cara, yakni :
- Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu.
- Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan kepemilikan (tanmiyah al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
- Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
- Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
- Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar.
- Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.
- Pemanfaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi tersebut adalah :
1. Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan.
2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.
3. Pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu
4. Pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.
- E. Prinsip dan Tujuan Utama Sistem Ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam terdapat beberapa prinsip, diantaranya adalah:
- Hak milik peribadi, Islam memperakui pemilikan hak perseorangan dan menempatkan hak ini ditempat yang paling sesuai dengan fitrah manusia. Islam melihat bahawa manusia adalah makhluk yang memiliki dorongan dorongan memiliki dan menyukai harta benda.
- Kebebasan mencari sumber pendapatan,Islam memberikan kepada setiap orang hak dan kebebasan dalam menentukan corak kehidupannya. la bebas memilih kerja kerja yang ia minati asalkan tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
- Ke’adilan sosial; kegiatan ekonomi adalah sebahagian daripada ruang lingkup Islam yang syumul.
- Hak pewarisan; di antara prinsip yang ditetapkan oleh Islam dalam memperolehi hak milik ialah melalui hak pewarisan. Hak pewarisan berdasarkan kepada fitrah manusia, keadilan dan penghormatan terhadap kehendak dan cita cita pemilik. Islam memandang bahwa hak pewarisan adalah salah satu alat yang utama bagi mencapai ke’adilan sosial di dalam masyarakat.
Adapun tujuan-tujuan ekonomi menurut Islam adalah
- Menunaikan sebahagian daripada tuntutan ibadah
- Menegakkan keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakat
Sistem ekonomi yang berteraskan kepada kerjasama dan kesaksamaan akan
mewujudkan rasa kasih sayang, sifat tanggungjawab dan tolong menolong
di antara satu sama lain.
- Menghapuskan kemiskinan dan keadaan guna tenaga penuh serta kadar perkembangan ekonomi yang optimum.
Di dalam Islam kegiatan ekonomi adalah satu ibadah dan ia merupakan
amanah Allah kepada orang orang yang beriman. Kegiatan ekonomi mempunyai
kesan terhadap kerohanian dan keimanan kaum muslimin. Maka tujuan
ekonomi di dalam Islam ialah, pertama; untuk menghapuskan ataupun
mengatasi masalah kemiskinan, kedua; mewujudkan peluang pekerjaan yang
penuh, dan ketiganya; mengekalkan kadar pertumbuhan yang optimum dan
sesuai menurut perkembangan kebendaan dan kerohanian masyarakat.
- Mewujudkan kestabilan barangan sejajar dengan nilai mata uang
Sistem ekonomi mewujudkan kestabilan pasaran melalui sikap setup
anggota masyarakat yang tidak mementingkan diri sendiri serta sentiasa
bersedia membantu dan berkorban demi kepentingan anggota anggota
masyarakat yang lain.
- Mengekalkan keamanan dan kepatuhan terhadap undang-undang
Asas asas ekonomi Islam bersandarkan kepada tuntutan tuntutan iman
dan akhlak serta sedikit kuatkuasa undang undang. Namun dalam pengertian
sistem akhlak Islam yang sebenar, tuntutan tuntutan akhlak ini tidak
dapat dilaksanakan secara teguh tanpa bernaung di bawah satu sisten yang
mempunyai kewibawaan untuk menegakkan undang undang.
- Mewujud keharmonian hubungan antarabangsa dan memastikan kekuatan pertahanan negara. Menurut Islam keharmonian hubungan antarabangsa wujud di atas dasar kerjasama sosial dan ekonomi dan bukan di atas penindasan terhadap keduanya.
Adapun ciri-ciri utama ekonomi Islam adalah sistem ekonomi Islam
berdasarkan pada sistem Islam yang menyeluruh dan mewujudkan
keseimbangan di antara kepentingan individu dengan kepentingan
masyarakat.
- F. Metodologi Ekonomi Islam
Pencapaian ekonomi Islam sebagaimana disinggung di atas adalah
terwujudnya kemenangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup dunia akhirat.
Persoalan pertama yang muncul adalah bagaimana cara mencapainya yang
lebih dikenal dengan metodologi yang digunakan dalam pencapaiannya,
yaitu Islam yang didasarkan pada al Quran dan Sunah Nabi, dapat
dijadikan dari kedua sumber ini pengetahuan dan kemampuan dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Ada beberapa bahasan tentang bab ini
yakni, tentang rasionalitas Islam, kedudukan dan peran etika dan
syariah Islam dalam ekonomi.
- Konsep rasionalitas Islam. Dalam pembahasan ekonomi selalu dilandaskan pada asumsi mengenai perilaku ekonominya, maka dalam pengambilan keputusan diasumsikan adanya perilaku berpikir, bertindak dan bersikap secara rasional (P3EI, 2008:27).
Terminologi rasionalitas dibangun atas kaidah-kaidah logika yang
dapat diterima akal secara universal dan tidak dilakukan pengujian
untuk membutikannya sebagai aksioma. Weber menyebutkan bahwa
rasionalitas merupakan konsepsi kultural yang bersifat unik sesuai
dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya. Rasionalitas Islam
kiranya dapat dijabarkan secara terinci sebagai berikut :
- Setiap perilaku ekonomi adalah diarahkan pada pencapaian maslahah. Beberapa ketentuan kaidahnya adalah bahwa Maslahah yang lebih besar lebih disenangi daripda yang lebih kecil. Lalu maslahah kiranya dapat diikhtiarkan secara jangka panjang dan berkesinambungan.
- Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubaziran (non-wasting)
- Setiap pelaku ekonomi selalau berusaha untuk tidak meminimumkan resiko (risk aversion). Resiko merupakan bagian yang tidak menyenangkan dan dapat menyebabkan penurunan maslahah yang diterima. Ada beberapa bahasan tentang aksioma resiko, yaitu resiko yang bernilai, resiko yang tidak bernilai
- Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidakpastian
- Setiap pelaku berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminumkan resiko
Dalam ajaran Isam terdapat beberapa nilai aksioma universal yang
diajarkan, yaitu adanya kehidupan setelah mati, kehidupan akhirat
sebagai akhir atas segala kehidupan dan sumber informasi yang
sempuran adalah kitab suci Quran dan Sunah.
Aksioma-aksioma ini menjadi penting bagi pelaku yang memiliki
rasionalitas Islam dalam jangka waktu yang tak terbatas. Dalam
basis ajaran Islam, maka berdasar pada aksioma quasi concavity
bahwa pelaku ekonomi pasti akan melakukan harmonisasi maslahah di
dunia dan akhirat dengan cara mengorbankan kenikmatan di dunia
ini demi kenikmatan di akhirat.
- Etika, rasionalitas dan hubungannnya dengan syariah, fiqh dan ekonomi Islam.
Aspek moral merupakan standar perilaku yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal yang dianggap rasional oleh paham konvensional
dapat pula dianggap tidak rasional bagi Islam dan sebaliknya.
Bagi paham relativisme (utilarianisme) sebagai contohnya adalah
minuman keras merupakan tindakan rasional yang tidak mendatangkan
kerugian masyoritas, tetapi minum-minuman keras bagi Islam dapat
menjauhkan diri dari maslahah yang diterima baik secara agama, fisik
maupun intelektual. Ekonomi Islam memberikan aturan bagi perilaku
ekonomi berdasarkan rasional ekonomi, maka etika perilaku ekonomi
didasarkan pada ajaran Islam tidak hanya kesepakatan sosial.
Adapun sikap rasional islami diperoleh karena adanya sumber yang
berasal dari fakta empiris dan ayat Quran. Dalam hal ini syari`ah
Islam berfungsi sebagai sumber informasi yang bersal dari Allah
dan rasulnya, sedangkan fungsi yang lainnya adalah memberikan kontrol
terdapat perilaku manusia dari tindakan rugi yang jauh dari
kemenangan pencapaian tujuan hidup (falah). Beberapa kaidah pokok
Fiqh tersebut adalah :
a) Pada dasarnya setiap muamalah adalah diperbolehkan kecuali terdapat larangannya terdapat daam al Quran dan Sunnah
b) Hanya Allah yang mempunyai kuasa menghalalkan dan mengharamkan sesuatu.
c) Sesuatu yang najis dan merusak adalah haram
d) Sesuatu yang menyebabkan pada haram juga dihukumi haram
e) Tujuan seseorang tidak padat mengubah yang haram menjadi halal.
f) Halal dan haram adalah berlaku bagi siapapun muslim yang berakal, merdeka
g) Keharusan adanya skala prioritas dalam pengambilan keputusan
- Menghindari kerusakan yang lebih didahulukan dari mencari kebaikan
- Kepentingan sosial dan luas diutamakan daripada kepentingan individu yang sempit
- Manfaat yang kecil dapat dikorbankan untuk kemanfaatan yang lebih besa
- Bahaya yang kecil dapat dikorbankan untuk menghidari bahaya yang lebih besar.
- Kaidah-kaidah tersebut di atas dapat dijadikan pedoman teori dan praktek ekonomi Islam (P3EI, 2008 :35).
Adapun yang menjadi kerangka teori dalam ekonomi Islam adalah adanya
unsur kebenaran dan dan kebaikan. Dalam pandangan Islam kebenaran
dan kebaikan ada yang mutlak dan ada yang relatif, kebenaran yang
mutlak hanya berasal dari Allah; al Quran dan Sunnah sedangkan
yang bersifat relatif bersumber dari fenomena alam semesta. Dari
pembahasan di atas tampak bahwa Islam dengan aturan syariah maupun nilai
etis dan ajaran moral yang ditetapkan telah memiliki landasan konsep
yang jelas pada ranah ekonomi secara menyeluruh dan memadahi dalam upaya
pencapaian tujuan, falah umat Islam. Persoalan yang muncul dalam hemat
saya adalah bentuk reaktualisasi dari konsep dasar yang terkandung
didalamnya cenderung masih lemah dan membutuhkan tahapan pelaksanaan
lanjutan, yakni upaya harmonisasi dengan konsep ekonomi konvensinal
lainnya sejauh bahwa konsepsi-konsepsi yang diakomodasi dari luar konsep
Islam tersebut memiliki keselarsan nilai serta memberikan daya dukung
yang positif.
Dengan pola yang komperhensif pada perpaduaan antara nilai-nilai
agama ke dalam interaksi sosial-ekonomi, ekonomi Islam tampaknya jauh
akan lebih akomodatif dalam merespon dinamika perkembangan masyarakat.
Dengan demikian darapannya adalah landasan etis dan komprehensifnya
aturan yang tertuang di dalam ekonomi Islam ini akan mampu menjadi
jembatan atas perseteruan sistem ekonomi lain yang sementara lalu
diagung-agungkan sebagai sebuah sistem ekonomi yang mapan dan final.
- G. Simpulan
Sistem ekonomi Islam memiliki dasar asas yakni kepemilikan
(al-Milkiyah), pengelolahan kepemilikan dan distribusi kepemilikan
ditengah kehidupan manusia. Dari uraian landasan-landasan nilai yang
melingkupinya, sistem ekonomi Islam hadir sebagai tawaran alternatif
atas kebuntuhan sitem ekonomi dominan atas permasalahan ekonomi dewasa
ini. Sistem Ekonomi Islam yang terjelaskan di atas sangat diilhami dan
diselimuti dengan landasan nilai etis dan tampaknya menjadi penting
sebagai aturan perilaku ekonomi yang semakin mengarah pada dehumanisasi,
eksploitasi dan ketidakadilan serta ketimpangan sosial yang menjadi
realitas sosial kehidupan manusia dalam bingkai sistem ekonomi
kapitalistik.
Gerakan yang komperhensif yang mensinergikan antara nilai
material-duniawi dengan nilai spiritual-ukhrowi dalam interaksi
sosial-ekonomi hemat saya adalah identitas nilai etis yang mendasari
ekonomi Islam yang tidak sekedar positivistik sebagaimana konsep dasar
yang menjiwai sistem ekonomi dominan ”konvensional” lainnya dewasa ini.
DAFTAR BACAAN
An Nabhany Taqiyudin, 1996, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Risalah Gusti.
Abdul Sami al Misri, 2006, Pilar-Pilar Ekonomi Islam, Terjm. Dimyaudin Djuwaini, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Chapra, M. U. 1999. Islam dan Tantangan Ekonomi : Islamisasi Ekonomi Kontemporer (Terje). Penerbit Risalah Gusti. Surabaya.
————Islam dan pembangunan Ekonomi, Jakarta, Tazkia Institute dan Gema Insani press.
Mannan, M.A. 1993. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Penerbit PT. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta.
Qaradhawi, Y. 1995. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam (Terjemahan). Penerbit Robbani Press. Jakarta.
Siddiqi M. Nejatullah, 1996, Kemitraan Usaha dan Bisnis dalam Islam, Terjm. Muntihani, Dana Bhakti Prima Yasa
Mustafa Edwin Nasution, 2006, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Muhammad, 2007, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu
Syed Nawab Heidar, 2003, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sholahudin, 2001, Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press.